BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fisiologi Persalinan 1. Pengertian Persalinan Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan, dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Asri dan Clervo, 2010). Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Erawati, 2011). Persalinan normal merupakan proses pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan (37-42 minggu), yang bersifat spontan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubih ibu tanpa ada faktor penyulit dan komplikasi, baik bagi ibu dan janin. 2. Hormon-hormon yang Mengatur Proses Persalinan Hormon-hormon yang mengatur proses persalinan yaitu, prostaglandin, oxytocin, adrenalin, dan endorphin. Hormon prostaglandin alami akan membantu melunakkan dan menipiskan serviks agar siap menjalani proses persalinan. Oxytocin menyebabkan terjadinya kontraksi pada uterus, tingkatnya akan terus meningkat pada ibu setelah bayi keluar dari vagina dan bayi merangsang hubungan insting dari keduanya yang sering disebut jatuh cinta. Oxytocin merupakan akselerator pada persalinan, karena merangsang kontraksi uterus dan membuka serviks, maka adrenalin adalah remnya. Tingkat adrenalin yang tinggi mempercepat detak jantung dan memberikan kekuatan untuk menyelesaikan
persalinan. Kategori hormon ketiga yang memengaruhi persalinan adalah endorphin. Endorphin merupakan hormon penghilang rasa sakit, yang dapat menurunkan intensitas nyeri setelah persalinan dan menciptakan rasa bahagia akan kelahiran sang bayi. Endorphin akan naik saat dalam kondisi cukup hangat, merasa dicintai, dan mendapat dukungan serta ketika tidak merasa takut (Gaskin, 2006). 3. Faktor yang Memengaruhi Persalinan Asri dan Clervo (2010), faktor yang memengaruhi adalah sebagai berikut: a. Power (Tenaga yang mendorong Anak) Power atau tenaga yang mendorong anak adalah his dan tenaga mengejan ibu. His adalah kontraksi otot-otot uterus pada persalinan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pendataran dan pembukaan serviks. His terdiri dari, his pembukaan, his pengeluaran, dan his pelepasan uri. His pendahuluan atau his palsu tidak berpengaruh pada pembukaan dan pendataran serviks. Tenaga mengejan yaitu, tenaga yang dilakukan oleh usaha ibu sendiri. Kontraksi otot-otot uterus, kepala di dasar panggul dapat merangsang rasa ingin mengejan, yang efektif dilakukan saat kontraksi atau his. b. Passage (Panggul) Panggul terdiri dari 5 buah tulang yaitu, os ischium, os pubic, os sacrum, os ilium, dan os coxygeus, yang akan membentuk bidang panggul. Diameter bidang panggul akan memengaruhi keleluasaan bayi untuk turun ke jalan lahir. c. Passager (Fetus) Presentasi janin, sikap janin, posisi janin, bentuk kepala dan ukuran janin dapat memengaruhi persalinan. Presentasi janin yang letak puncak, letak dahi dan 8
letak muka dapat menyebabkan ibu bersalin merasa lebih nyeri karena presentasi janin tidak sesuai dengan bidang panggul. Presentasi bayi letak sungsang maupun letak lintang biasanya akan dilakukan persalinan secara sectio casearea jika sudah dilakukan deteksi dini pada kehamilan. Posisi janin, bentuk dan ukuran janin yang terlalu besar juga dapat memengaruhi lamanya persalinan. d. Psychologic Psikologi atau psikis ibu yang tidak siap untuk bersalin dapat menyababkan ketakutan dan kecemasan pada ibu, sehingga menyebabkan nyeri yang dirasakan ibu bertambah hingga tak terkontrol. Dampak dari hal tersebut adalah kelelahan pada kala II persalinan dan memanjangnya kala II. e. Penolong Keberhasilan dalam persalinan juga dipengaruhi oleh penolong persalinan. Penolong persalinan diharapkan dapat memimpin persalinan dengan baik, cepat dan tepat mengambil keputusan, serta pandai membaca situasi dan kondisi. 4. Tahapan Persalinan Proses persalinan dibagi menjadi empat tahap, yang disebut dengan kala persalinan adalah sebagai berikut: a. Kala I Kala I persalinan merupakan kala pembukaan yang berlangsung sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur, hingga dilatasi serviks lengkap sekitar 10 cm. Kala I pada primigravida berlangsung sekitar 12 jam, sedangkan pada multigravida berlangsung sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva Friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm/jam dan pembukaan multigravida 2 cm/jam. Proses pada kala I terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif 9
yang masing-masing fase berbeda rentang waktunya. Hal yang terjadi pada fase laten yaitu, penipisan serviks hingga terjadi pembukaan serviks yang berlangsung lambat dari 0 hingga 3 cm, yang berlangsung sekitar 8 jam (Jannah, 2014). Fase aktif berlangsung selama 6 jam yang dibagi menjadi tiga subfase yaitu, periode akselerasi, periode dilatasi dan periode deselerasi. Periode akselerasi berlangsung selama 2 jam hingga pembukaan menjadi 4 cm. periode dilatasi maksimal (steady), berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. periode deselerasi berlangsung lambat, yaitu dalam waktu 2 jam hingga pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap (Jannah, 2014). b. Kala II Kala II persalinan merupakan tahap pengeluaran bayi. Tahap ini dimulai sejak dilatasi serviks lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Kala II ditandai dengan his yang terkoordinasi, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin turun memasuki ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin mengejan. Tekanan pada rektum dan anus akan membuka, serta vulva membuka dan perineum meregang (Jannah, 2014). c. Kala III Kala III persalinan atau kala pelepasan uri dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta dari tubuh ibu. Lama kala III padaprmigravida dan multigravida hampir sama, yang berlangsung kurang lebih 10 menit (Jannah, 2014). Pelepasan plasenta dari dinding uterus ditandai dengan adanya kontraksi yang kuat pada bagian fundus, perubahan bentuk uterus dari cakram menjadi oval bulat, adanya 10
semburan darah yang berwarna gelap pada introitus vagina, dan tali pusat yang bertambah panjang. d. Kala IV Kala IV persalinan merupakan masa kritis pada ibu post partum dan bayi yang baru dilahirkan. Pemantauan akan dilakukan untuk mencegah terjadinya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan, dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan selama 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan dilanjutkan ke 30 menit kedua setelah persalinan (Yongki, dkk, 2012). Observasi yang dilakukan pada kala IV menurut Jannah (2014) meliputi: 1) Evaluasi uterus 2) Pemeriksaan dan evaluasi serviks, vagina, dan perineum 3) Pemeriksaan dan evaluasi plasenta, selaput, dan tali pusat 4) Penjahitan kembali episiotomi dan laserasi (jika ada) 5) Pemantauan dan evaluai lanjut tanda vital, kontraksi uterus, lochea, perdarahan dan kandung kemih. B. Nyeri Persalinan 1. Pengertian Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Judha, dkk, 2012). Menurut Cuningham (dalam Judha, dkk, 2012), nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu. 11
2. Mekanisme Nyeri Persalinan Nyeri persalinan merupakan nyeri yang dirasakan ibu karena adanya transmisi impuls nyeri melalui saraf tertentu. Impuls saraf nyeri berasal dari serviks dan corpus uteri, pada kala I persalinan. Impuls nyeri yang berasal dari serviks dan corpus uteri ditransmisikan oleh serabut saraf aferen melalui pleksus uterus, pleksus pelviks, pleksus hipogastrik inferior, middle, posterior, dan masuk ke lumbal, yang kemudian masuk ke spinal melalui L1, T12, T11, dan T10. Nyeri yang dirasakan ibu selama kala I persalinan pada daerah perut bagian bawah dan pinggang. Sumber nyeri pada akhir kala I dan kala II berasal dari saluran genital bawah, antara lain, perineum, anus, vulva, dan klitoris. Impuls nyeri ditransmisikan melalui saraf pudendal menuju S4, S3, dan S2. Nyeri yang dirasakan terutama pada daerah vulva dan sekitarnya, serta daerah pinggang (Yuliatun, 2008). 3. Faktor Penyebab Nyeri persalinan Persalinan dapat diartikan sebagai peregangan dan pelebaran mulut rahim yang terjadi ketika oto-otot rahim berkontraksi untuk mendorong bayi keluar. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung kemih, rektum, tulang belakang, dan tulang pubic menerima tekanan yang kuat dari rahim. Berat kepala bayi ketika bergerak ke jalan lahir juga akan mnyebabkan tekanan. Penyebab nyeri persalinan ada 2 faktor menurut Danuatmaja dan Meiliasari (2004) yaitu: a. Faktor Fisik Faktor fisik yang dapat menyebabkan nyeri persalinan yaitu, tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan selama proses persalinan dan faktor dari fisik ibu sendiri. Tindakan yang dimaksud adalah penggunaan alat bantu forcep 12
dan vaccum untuk membantu keluarnya bayi, pemutaran bayi dalam posisi sungsang, atau penggunaan obat pemicu konraksi seperti induksi. Pemeriksaan pembukaan serviks yang berulang-ulang juga dapat menyebabkan nyeri pada ibu bersalin. Faktor fisik ibu yang dapat menyebabkan nyeri bertambah seperti, asma, jantung, atau darah tinggi. b. Faktor Psikologi Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa takut, stress dan cemas pada ibu bersalin. Manajemen nyeri yang tidak efektif dapat menyebabkan ibu merasa keletihan, sehingga berdampak pada proses persalinan kala II menjadi lebih lama, karena ibu tidak memiliki tenaga untuk mengedan. Ibu yang tidak siap untuk melahirkan dan melahirkan tanpa pendamping, juga dapat menambah rasa nyeri yang dirasakan oleh ibu. 4. Faktor yang Memengaruhi Nyeri Persalinan Faktor-fator yang dapat memengaruhi persepsi nyeri persalinan menurut Sherwen, Scoloveno, dan Weingarten (dalam Yuliatun, 2008) adalah sebagai berikut: a. Umur dan Paritas Penelitian Afritayeni (2017) menunjukkan bahwa, ibu yang masih dalam rentang usia reproduksi 20-35 tahun, lebih banyak mengalami nyeri sedang selama persalinan, sedangkan ibu dengan usia <20 dan >35 tahun, lebih banyak mengalami nyeri berat selama persalinan. Ibu multigravida, sebagian besar mengalami nyeri sedang selama persalinan, sedangkan ibu primigravida, sebagian besar mengalami nyeri berat selama perslainan. 13
b. Ras dan Budaya Ras dan budaya dapat memengaruhi cara orang untuk mengekspresikan nyeri. Ekspresi nyeri tersebut berdasarkan perilaku di lingkungan sekitarnya. Pengkajian yang akurat tentang kemajuan persalinan dan tingkat toleransi terhadap nyeri ibu membantu petugas kesehatan dalam menentukan kemungkinan komplikasi persalinan sebagai dampak dari suatu kebiasaan atau kultural tertentu. c. Mekanisme Koping Setiap manusia mempunyai caranya sendiri untuk menghadapi stress akibat nyeri yang dialaminya, namun ketika nyeri menjadi sesuatu yang mengancam integritas individu, maka akan menjadi sulit untuk mengontrol rasa nyeri. Peran petugas kesehatan adalah memberikan alternatif metode penanganan nyeri bagi ibu. d. Metode Relaksasi yang Digunakan Penggunaan teknik relaksasi yang benar akan meningkatkan kemampuan ibu dalam mengontrol rasa nyerinya, menurunkan rasa cemas, menurunkan kadar katekolamin, menstimulasi aliran darah menuju uterus, dan meurunkan tegangan otot. e. Cemas dan Takut Penelitian Rahmawati, dkk (2017) menunjukkan bahwa, semakin tinggi tingkat kecemasan ibu selama persalinan, maka semakin tinggi tingkat nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin. Ketegangan yang lama akan menyebabkan kelelahan pada ibu dan meningkatkan persepsi nyeri serta menurunkan kemampuan ibu untuk mengontrol rasa nyerinya. 14
f. Kelelahan Ibu ibu bersalin yang kelelahan tidak akan mampu menoleransi rasa nyeri dan tidak mampu menggunakan koping untuk mengatasinya karena ibu tidak dapat fokus saat relaksasi yang diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri tersebut. Kelelahan juga menyebabkan ibu merasa tersiksa oleh kontraksi, sehingga tidak dapat mengontrol keinginannya untuk meneran. g. Lama Persalinan Persalinan lama menyebabkan ibu mengalami kelelahan lebih lama, sehingga nyeri akan meningkat. Lamanya waktu persalinan bisa disebabkan oleh bayi yang besar atau kelainan pada pelvis yang mengakibatkan rasa nyeri dan kelelahan yang semakin meningkat seiring dengan lamanya proses persalinan. Waktu persalinan bervariasi pada setiap orang. h. Posisi Maternal dan Fetal Posisi supinasi pada ibu bersalin dapat menyebakan rasa tidak nyaman bagi ibu, kontraksi uterus yang tidak efektif dan menyebabkan sindrom hipotensi supinasi. Sindrom tersebut disebabkan oleh penekanan uterus dan fetus pada vena kafa inferior dan aorta abdomen yang mengakibatkan penurunan tekanan darah dan penurunan suplai oksigen pada bayi. Perlu adanya ambulasi pada ibu bersalin untuk mengurangi kelelahan dan menurunkan persepsi nyeri. Posisi oksiput posterior pada bayi menyebabkan penekanan oksiput bayi pada area sacrum disetiap kontraksi yang mengakibatkan nyeri pada daerah punggung, dimana nyeri tersebut tidak hilang pada saat bebas kontraksi. 15
5. Pengukuran Tingkat Nyeri Menurut Judha, dkk (2012), ada beberapa alat berupa skala untuk dapat menggambarkan nyeri yang diarasakn oleh seseorang adalah sebagai berikut: a. Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat nyeri yang objektif. Pendeskripsian ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tak tertahankan. Bidan menunjukan kepada klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan. Gambar 1 Skala Deskripsi Intensitas Nyeri Sederhana Sumber: Judha, M., dkk, Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan, 2012 b. Skala Intensitas Nyeri Numerik Skala numerik lebih digunakan sebagai alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. Gambar 2 Skala Intensitas Nyeri Numerik Sumber: Judha, M., dkk, Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan, 2012 16
c. Visual Analog Scale (VAS) Skala analog visual adalah suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm yang mewakili intensitas nyeri. Skala yang terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung kiri menandakan tidak nyeri, sedangkan ujung kanan menandakan nyeri tidak tertahankan. Gambar 3 Visual Analog Scale (VAS) Sumber: Judha, M., dkk, Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan, 2012 d. Skala Nyeri Muka Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan melihat ekspresi wajah klien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan keluhannya. Gambar 4 Skala Nyeri Muka Sumber: Judha, M., dkk, Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan, 2012 17
C. Manajemen Nyeri 1. Manajemen Nyeri Metode Farmakologi Manajemen nyeri dengan metode farmakologi merupakan cara menghilangkan rasa nyeri dengan pemberian obat-obatan analgesia yang disuntikan melalui infus intravena, melalui inhalasi pernapasan, atau dengan memblokade saraf yang menghantarkan rasa sakit. Syarat terpenting dalam tindakan ini adalah tidak membahayakan atau menimbulkan efek samping, baik bagi ibu maupun bayinya, baik selama atau sesduah kelahiran berlangsung. 2. Manajemen Nyeri Metode Nonfarmakologi Manajemen nyeri dengan metode nonfarmakologi yaitu, cara menghilangkan rasa nyeri tanpa penggunaan obat-obatan, melainkan menggunakan metode alternatif. Menurut Yuliatun (2008), manajeman nyeri dengan metode nonfarmakologi yang merupakan strategi intervensi sensorik yang dapat meningkatkan kenyaman ibu bersalin adalah sebagai berikut: a. Musik Musik mempunyai efek yang signifikan untuk menurunkan intensitas nyeri pada ibu bersalin, karena musik dapat menciptakan suasana rileks pada ibu, pasangan dan tenaga kesehatan yang menolong persalinan. Penelitian Martini dan Ekawati (2014) menunjukkan bahwa, ibu bersalin yang diberikan terapi musik menjadi lebih rileks, yang sebelum diberikan terapi musik ibu bersalin tampak cemas dan gelisah. b. Massage Massage atau pemijatan selama persalinan akan membantu mengatasi kram otot, menurunkan nyeri dan kecemasan, serta mempercepat persalinan. 18
Massage juga dapat mengurangi waktu tinggal dirumah sakit, dan menurunkan depresi post partum pada ibu nifas. c. Akupresur Akupresur merupakan teknik penekanan dengan jari atau massage pada titik akupuntur sepanjang meridian tubuh. Akupresur merupakan tindakan yang mudah dilakukan, memberikan kekuatan pada perempuan saat melahirkan sekaligus mendorong keterlibatan pasangan lebih dekat dengan proses persalinan dan pendidikan antenatal. d. Hot/cold therapy Aplikasi terapi panas/dingin merupakan teknik intervensi sensori yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu. Menurut Simkin (dalam Yuliatun, 2008), kompres hangat biasanya diletakkan pada abdomen, selangkangan, atau perineum, dan selimut hangat menutupi seluruh tubuh ibu bersalin. Terapi dingin dengan cara menempatkan ice pack pada punggung bawah, anus atau perineum. e. Hidroterapi Hidroterapi dapat dilakukan dengan cara menyiramkan tubuh dengan shower ke area punggung, atau perut untuk menurunkan stimulus nyeri akibat kontraksi. Hidroterapi juga dapat dilakukan dengan cara berendam dalam kolam atau bak untuk persalinan dan berakhir sampai bayi lahir yang lebih dikenal dengan teknik waterbirth. 19
D. Teknik Massage Effleurage 1. Pengertian Massage Effleurage Massage Effleurage merupakan teknik massage yang ringan, berirama, dan menggunakan pukulan ringan pada abdomen, pinggang, atau paha (Yuliatun, 2008). Massage Effleurage dalah teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat, dan panjang atau tidak putus-putus (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004). Teknik ini dapat membantu relaksasi dan meringankan nyeri, terutama bila dilakukan pada permukaan tubuh tanpa dihalangi kain atau pakaian. 2. Metode Massage Effleurage Massage effleurage dengan penekanan ringan dapat meingkatkan relaksasi, menghilangkan nyeri dan membantu ibu untuk lebih mudah tidur. Relaksasi otot dapat memutus siklus fear-tension-pain (takut-tegang-nyeri) selama proses persalinan dengan adanya penurunan intensitas nyeri. Kekuatan penekanan saat effleurage berbeda masing-masing ibu bersalin. Posisi effleurage yang dilakukan sebelumnya, sebaiknya dipertahankan sampai persalinan. Posisi effleurage yang paling popular dilakukan adalah pada area abdomen bagian bawah memberntuk kurva atau membentuk sirkuler pada uterus, namun bisa juga dilakukan pada punggung (Yuliatun, 2008). Massage effleurage dapat dilakukan dengan melakukan penekanan dimulai dari bahu turun sampai ke sacrum menyusuri tulang belakang, sehingga dapat memberikan ketenangan dan relaksasi pada ibu. Ibu yang diberikan massage effleurage di punggung selama 3 hingga 10 menit, dapat menurunkan tekanan darah, memperlambat denyut jantung, meningkatkan pernapasan, dan merangsang 20
produksi hormon endorphin yang menghilangkan rasa sakit secara alamiah (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004). 3. Teknik Massge Effleurage Gambar 5 Teknik Massage Effleurage pada Abdomen Sumber: Yuliatun, L, Penanganan Nyeri Persalinan dengan Metode Nonfarmakologi, 2008 Gambar 6 Teknik Massage Effleurage pada Punggung Sumber: Yuliatun, L, Penanganan Nyeri Persalinan dengan Metode Nonfarmakologi, 2008 21
4. Keunggulan Metode Massage Keunggulan dari massage yaitu, dapat membantu ibu merasa lebih segar, rileks dan nyaman selama persalinan. Ibu yang dipijat 20 menit setiap jam selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa sakit. Hal itu terjadi karena pijat merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin yang merupakan pereda rasa sakit alami, selain itu endorphin juga dapat menciptakan perasaan nyaman dan enak. Massage atau pijat dapat membuat ibu merasa lebih dekat dengan orang yang merawatnya. Sentuhan seseorang yang peduli dan ingin menolong merupakan sumber kekuatan ibu saat sakit, lelah dan takut. Banyak bagian tubuh ibu bersalin yang dapat dipijat, seperti kepala, leher, punggung, tangan, dan tungkai (Danuatmaja dan Meiliasari, 2004). E. Manfaat Minyak Virgin Coconut Oil (VCO) Penelitian Sihombing, dkk (2016), menunjukkan bahwa minyak VCO yang diaplikasikan untuk pijat punggung, dapat meningkatkan sirkulasi aliran darah dan meningkatkan relaksasi otot, dengan harapan dapat menurunkan intensitas nyeri pada ibu bersalin kala I fase aktif. Penelitian Sriasih, dkk (2015) menunjukkan, bahwa tidak ditemukannya reaksi alergi terhadap pemakaian minyak VCO dengan aroma maupun tanpa aroma. 22