BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi ginjal amatlah vital bagi kelangsungan homeostasis tubuh. Ginjal berperan besar dalam mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi plasma, khususnya elektrolit dan air, dan membuang semua bahan sisa metabolik. Mengingat fungsi tersebut, kerusakan ginjal bisa berarti masalah bagi pasien (Sherwood, 2011). Salah satunya adalah pruritus yang menjadi masalah paling mengganggu pada pasien hemodialisis (HD) (Akhyani et al, 2005). Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) didunia menurut United State Renal Data System (USRDS) pada tahun 2009 adalah sekitar 10-13 % (Ma shumah, 2014). Sedangkan di Indonesiamenurut laporan Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2009 tercatat sebanyak 5.450 pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, dimana pada tahun 2010 meningkat menjadi 8.034 penderita dan pada tahun 2011 telah menjadi 12.804 penderita (Santoso, 2012). Sementara di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan total pasien HD pada Februari 2013 sebanyak 197 pasien dengan jumlah tindakan hemodialisis sebanyak 1.081 (Maruli, 2013). Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price and Wilson, 2005). Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala uremia seperti pruritus, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang lazim terjadi pada pasien PGK tahap akhir. Pruritus adalah salah satu gejala yang paling mengganggu pada pasien HD. Menurut sebagian sumber, lebih dari separuh pasien yang menjalani HD mengeluhkan berbagai tingkat pruritus (Akhyani et al, 2005). Banyak penelitian yang menemukan gejala pruritus pada pasien PGK yang menjalani HD. Antara lain yang di lakukan oleh Akhyani et al (2005) pada 167 pasien yang menjalani HD, dimana pruritus ditemukan pada 41.9% pasien,
dengan derajat berat pada 37.1%, derajat sedang pada 11.4%, dan derajat ringan pada 51.4% pasien. Penelitian lain yang dilakukan oleh Stahle-Backdahl et al (1988), mendapatkan pruritus 66% pada pasien HD, dengan derajat parah pada 8%, sedang pada 24%, dan ringan pada 34%. Szepietowski et al (2002) di Polandia mendapatkan 40.8% pasien mengalami pruritus. Kato et al (2000) di Jepang, mendapatkan 74% pasien HD mengeluhkan pruritus. Benchikhi et al (2003) mendapatkan 74.4% pasien HD di Moroc mengalami pruritus. Penelitian yang dilakukan Wicaksono (2009) di RSCM Jakarta terhadap 108 pasien HD didapatkan 54 pasien (50%) mengeluhkan adanya pruritus, dengan sebagian besar berderajat ringan (32.4%), sisanya berderajat sedang (13.9%) dan berat (3.7%). Hasil penelitian yang dilakukan Riza (2012) di RSUP H. Adam Malik Medan menunjukan bahwa dari 78 responden yang menjalani HD mengalami pruritus sebanyak 55 orang (70.5%), 23 orang (41.8%) mengalami derajat sedang, 18 orang (32.7%) berderajat ringan dan 14 orang (25.5%) berderajat berat. Baru-baru ini, Urbonas et al (2001) melihat tren penurunan prevalensi pruritus pada pasien HD dan menghubungkannya dengan perhitungan yang lebih tepat dari dosis HD berdasarkan Kt / v atau pengukuran kreatinin, pengenalan dializer baru dengan permukaan yang lebih besar serta penggantian serat cuprophane dengan yang lebih biokompatibel yang terbuat dari polisulfon dan amyl nitrit. Mekanisme yang mendasari terjadinya pruritus kurang dipahami. Banyak teori yang berkembang saat ini seperti akibat hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalention, histamin, sensitisasi alergi, proliferasi sel mast kulit, anemia defisiensi besi, hypervitaminosis A, xerosis, neuropati dan perubahan neurologis, keterlibatan sistem opioid (understimulation dari reseptor κ atau berlebih dari reseptor μ), sitokin, asam empedu serum, oksida nitrat, atau beberapa kombinasi dari ini. (Akhyani et al, 2005) Uremik pruritus mungkin terjadi konstan pada 50% kasus dengan eksaserbasi atau intermiten dengan remisi spontan. Eksaserbasi gatal terjadi terus menerus biasanya ditemukan selama atau setelah proses HD (Urbonas et al, 2001), yang dapat dihubungkan dengan alergi terhadap membran dialisis (Mettang et al,
2000). Xerosis terlihat pada sebagian besar pasien pada HD dan dapat menyebabkan pruritus (Urbonas et al, 2001). Xerosis disebabkan oleh peningkatan kadar vitamin A, atrofi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, sekresi keringat terganggu, dan hidrasi kulit terganggu.dalam sebuah penelitian prevalensi xerosis pada pasien pruritus dan non-pruritus adalah 61.4% dan 66%, dan tidak menemukan adanya hubungan antara xerosis dan pruritus (Akhyani et al, 2005). Dalam sebuah studi, pruritus cenderung terjadi pada pasien yang sudah lama menjalani HD. Szepietowski et al (2002) menunjukkan hubungan signifikan antara total skor pruritus dan durasi HD. Tetapi tidak ada studi manapun yang telah menemukan kebenaran faktor mana yang paling menyebabkan pruritus pada pasien HD (Razeghi et al, 2008). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pruritus tidak dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, dan lama HD (Kato et al, 2000; Mesic E et al, 2004 ). Walaupun begitu, penelitian yang di lakukan Narita et al (2006) menunjukan bahwa pruritus paling banyak dialami oleh pria. Sebuah studi yang dilakukan Kentaro, didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pruritus dan usia, dimana usia yang lebih muda dari 30 tahun dikaitkan dengan risiko lebih rendah untuk pruritus (Tajbakhsh et al, 2013). Dalam penelitian Akhyani et al (2005) tidak ada perbedaan yang signifikan antara pruritus dan pasien non pruritus HD menurut umur, jenis kelamin, penyakit ginjal yang mendasari, alkali fosfatase serum, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin yang serupa dengan penelitian sebelumnya. Durasi dialisis lebih panjang pada pasien dengan pruritus parah. Hal ini mungkin disebabkan oleh durasi yang lebih lama dari dialisis berkorelasi dengan faktor risiko yang signifikan lainnya seperti tingginya tingkat BUN dan paratiroid hormon (PTH) (Narita et al, 2006). Hiperparatiroidisme telah dikemukakan oleh beberapa peneliti sebagai penyebab uremik pruritus. Hormon ini secara tidak langsung dapat menyebabkan perubahan metabolik yang kemudian menyebabkan pruritus (Akhyani et al, 2005). Paratiroidektomi terbukti dapat menurunkan gejala pruritus yang disebabkan hiperparatiroidisem sekunder. Selain itu tingkat serum kalsium, fosfor, kalsium-fosfor (Ca-P), alkaline phosphatase, dan PTH berubah secara signifikan
setelah dilakukan paratiroidektomi (Chou et al, 2000). Momose et al (2004), menemukan peningkatan konsentrasi ion kalsium dalam lapisan terdalam epidermis yang menunjukkan gradien ion kalsium terganggu pada kulit. Peningkatan kadar serum magnesium, fosfor dan kalsium telah diusulkan oleh beberapa peneliti terlibat dalam uremik pruritus. Neuropati secara signifikan lebih sering pada pasien dengan pruritus dengan menunjukkan angka 63,8%. Dalam studi Mesic et al (2004) terlihat secara signifikan neuropati lebih sering pada pasien HD dengan pruritus. Oleh karena parameter yang berhubungan dengan pruritus masih kontroversi maka peneliti tertarik untuk mengetahui parameter klinik dan laboratorium yang berhubungan dengan gejala pruritus pada 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada pasien HD reguler? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum : Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gejala pruritus pada 1.3.2 Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui prevalensi gejala pruritus pada b. Untuk mengetahui derajat distribusi pruritus pada c. Untuk mengetahui hubungan usia dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler. d. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan gejala pruritus pada e. Untuk mengetahui hubungan lama HD dengan gejala pruritus pada f. Untuk mengetahui hubungan frekuensi HD dengan gejala pruritus
pada g. Untuk mengetahui hubungan kadar kalsium dengan gejala pruritus pada h. Untuk mengetahui hubungan kadar fosfor dengan gejala pruritus pada i. Untuk mengetahui hubungan kadar kalsium-fosfor dengan gejala pruritus pada j. Untuk mengetahui hubungan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) dengan gejala pruritus pada 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bidang pendidikan : Menambah informasi kepada tenaga medis tentang parameter klinik dan laboratorium yang berhubungan dengan gejala pruritus pada pasien HD reguler. 1.4.2 Bidang penelitian : Sebagai dasar-dasar untuk penelitian selanjutnya mencari parameter lain yang berhubungan dengan gejala pruritus pada 1.4.3 Bidang pelayanan masyarakat : Memberikan masukan pada tenaga medis untuk meningkatkan upaya dalam penanganan pruritus dengan menangani faktor-faktor yang berhubungan dengan pruritus pada