V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain.

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

GREEN TRANSPORT: TRANSPORTASI RAMAH LINGKUNGAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGURANGI POLUSI UDARA

TINGKAT POLUSI UDARA DARI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN VOLUME LALU LINTAS (Studi Kasus : Simpang Empat Bersinyal Kota Lhokseumawe)

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. udara terbesar mencapai 60-70%, dibanding dengan industri yang hanya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN I-1

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI KRITERIA TRANSPORTASI BERKELANJUTAN DI PERKOTAAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB IV ANALISIS KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN UDARA DI JAKARTA

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Kusumawati, PS.,Tang, UM.,Nurhidayah, T 2013:7 (1)

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003

I. PENDAHULUAN. tahun 2010 hanya naik pada kisaran bph. Artinya terdapat angka

PENCEMARAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN P. H. H. MUSTOFA, BANDUNG. Grace Wibisana NRP : NIRM :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Apa Penyebab. Persoalan?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas lingkungan yang baik merupakan hal penting dalam menunjang kehidupan manusia di dunia.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB III METODE PENELITIAN. udara di sekitarnya di jalan Balaraja Serang tepatnya antara pertigaan pasar

ANALISIS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR AKIBAT VOLUME LALU LINTAS DI RUAS JALAN (STUDI KASUS JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. menghasilkan 165 grid. Seperti terlihat pada Gambar 4.1.

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

Kajian logam berat di udara ambien-th2013

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : /MENLH/ /TAHUN 2007 TENTANG

Winardi 1 Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pencemaran udara telah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. gas nitrogen dan oksigen serta gas lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Diantara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun pertumbuhan penduduk di Indonesia semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) sebagai zat aditif bensin yang

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB IV Metodologi Penelitian

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS BEBAN PENCEMAR UDARA SO 2 DAN HC DENGAN PENDEKATAN LINE SOURCE MODELING (STUDI KASUS DI JALAN MAGELANG YOGYAKARTA)

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

I. PENDAHULUAN. Motor bensin dan diesel merupakan sumber utama polusi udara di perkotaan. Gas

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Beban Emisi Pencemar dari Kendaraan Bermotor di DKI 5.1.1 Pertumbuhan kendaraan bermotor pada tahun 23-27 Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI mengalami peningkatan rata-rata 8% pertahun untuk semua kategori kendaraan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pertumbuhan kendaraan bermotor dari tahun 23 sampai dengan tahun 27 disampaikan pada Gambar 1. Jumlah total kendaraan tahun 23 adalah 4,1 juta dan bertambah sebanyak 1,6 juta sampai dengan tahun 27 menjadi 5,7 juta unit. 7 Jumlah Kendaraan (unit) 6 5 4 3 2 1 23 24 25 26 27 Tahun Gambar 1 Total jumlah kendaraan bermotor di DKI tahun 23-27 Sumber : Ditlantas Polda Metro Jaya, 28 Berdasarkan komposisi jenis kendaraannya, Gambar 11 menunjukkan bahwa kategori kendaraan sepeda motor selalu mengalami peningkatan tiap tahun dengan rata-rata peningkatan sebesar 12% per tahun. Pada tahun 23 berjumlah 2,2 juta meningkat menjadi 3,6 juta unit pada tahun 27. Sedangkan untuk jenis kendaraan lainnya kenaikan yang terjadi rata-rata hanya dibawah 5% pertahun, bahkan untuk kendaraan bis hanya,2% per tahun. Persentase perbandingan antara jenis kendaraannya adalah 58% sepeda motor, 28% mobil penumpang, 8% truk serta 5% mobil bis.

43 Jumlah Kendaraan (unit) 4 35 3 25 2 15 1 5 Mobill Penumpang Truk Bis Sepeda motor Kategori Kendaraan 23 24 25 26 27 Gambar 11 Komposisi kendaraan bermotor di DKI Sumber : Ditlantas Polda Metro Jaya, 28 Kecilnya jumlah kenaikan kendaraan bis dibandingkan kendaraan lain terutama kendaraan pribadi telah membuktikan bahwa kendaraan pribadi terutama sepeda motor merupakan pilihan kendaraan yang paling diminati oleh penduduk kota. Hal tersebut disebabkan oleh : 1) kondisi jalan di yang semakin padat 2) fasilitas untuk memiliki kendaraan cukup mudah dan harga kendaraan relatif lebih murah (secara menyicil) serta 3) harga bahan bakar minyak yang semakin mahal. Pertumbuhan kendaraan pribadi yang pesat di kota-kota besar di Indonesia, terutama DKI memperlihatkan bahwa sistem transportasi kota memang kurang memadai. Fasilitas transportasi umum yang ada dirasakan banyak orang tidak nyaman dan aman serta tidak ada jaminan lamanya waktu tempuh kendaraan mendorong banyak orang memilih menggunakan kendaraan pribadi. Volume pergerakan orang dan kendaraan yang tinggi antara DKI dan Bodetabek telah memberikan kontribusi penting pada kepadatan lalu lintas di pusat-pusat kota. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas menyebabkan kendaraan tidak dapat beroperasi pada kecepatan optimum yaitu kecepatan kendaraan yang menghasilkan emisi gas buang minimum. Dinas Perhubungan Provinsi DKI (25) memprediksi bahwa pada tahun 214 jumlah kendaraan roda empat di DKI akan mencapai sekitar 3 juta unit akan di

44 layani oleh jalan seluas hanya 4 juta meter persegi (Gambar 12). Dengan demikian rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan akan mencapai titik jenuh. Artinya, diperkirakan akan terjadi kemacetan total di ruas-ruas jalan di DKI mulai tahun 214. Rasio panjang jalan yang rendah seharusnya diatasi dengan penggunaan angkutan umum yang berkapasitas angkut besar. 5 35 Luas (juta m2) 4 3 2 1 3 25 2 15 1 5 Kendaraan Roda 4 (ribu unit) 1994 1996 1998 2 22 24 26 28 21 212 214 Luas (juta m2) Kendaraan roda 4 (ribu unit) Gambar 12 Trend utilisasi jumlah kendaraan terhadap luas jalan di DKI, 1994 214. Sumber : Bappenas, 26 5.1.2 Estimasi Jumlah kendaraan bermotor tahun 28, 214 dan 22 Jumlah kendaraan bermotor pada tahun 28, 214 dan 22 diestimasi berdasarkan jumlah kendaraan 5 tahun sebelumnya (tahun 23-27). Pada tahun 214 diperkirakan akan terjadi kenaikan jumlah kendaraan sebanyak hampir 2 kali lipat dari jumlah kendaraan yang ada pada tahun 27 dan lebih dari 3 kali lipatnya pada tahun 22 (Gambar 13).

45 25 Jumlah kendaraan (unit) 2 15 1 5 28 214 22 Tahun Gambar 13 Estimasi jumlah total kendaraan tahun 28, 214 dan 22. Jumlah kendaraan di DKI yang diperkirakan terus bertambah di masa yang akan datang sangatlah diperlukan sistem pengelolaan transportasi kota yang terpadu. Data selengkapnya estimasi jumlah kendaraan bermotor tahun 28, 214 dan 22 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Estimasi jumlah kendaraan tahun 28, 214, 22 Tahun Mobil Penumpang Sepeda motor Truk Bis 28 1.626.82 4.41.182 422.369 257.242 214 2.19.227 8.377.716 474.347 26.12 22 2.95.95 17.367.723 532.721 263.3 Sumber : perhitungan Pada Tabel 4 terlihat kenaikan yang cukup signifikan akan terjadi pada sepeda motor, dimana pada tahun 22 kenaikan diperkirakan akan mencapai 3% dari tahun 28. Hal ini terlihat sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan kendaraan jenis bis, dimana kenaikannya dari tahun 28 ke tahun 22 diperkirakan hanya sebesar 2%.

46 Persentase komposisi kendaraan tahun 28, 214 dan 22 seperti pada Gambar 14, semua kendaraan mengalami penurunan komposisi kecuali sepeda motor yang justru meningkat persentasenya. Komposisi kendaraan (%) 1 8 6 4 2 26 19 14 Mobill Penumpang 4 82 75 63 7 2 1 4 3 Bis Truk Sepeda motor 28 214 22 Gambar 14 Distribusi kendaraan bermotor di DKI tahun 28, 214, 22 Perkiraan kenaikan jumlah sepeda motor yang sangat fantastis di masa mendatang perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak, selain kondisi lalu lintas lebih tidak terkontrol karena tidak ada jalur khusus sepeda motor, hal yang tidak kalah penting adalah jumlah emisi pencemar tentu akan meningkat. Kebijakan untuk menekan jumlah sepeda motor dan mengadakan sarana transportasi umum serta management lalu lintas yang lebih baik sangatlah diperlukan. 5.1.3 Estimasi Panjang Perjalanan Kendaraan Panjang perjalanan suatu kendaraan bermotor (vehicle kilometers traveled- VKT) adalah jumlah jarak yang ditempuh oleh suatu kendaraan dalam kurun waktu tertentu. Beberapa jenis kendaraan memiliki nilai VKT yang dapat dipantau seperti mikrolet, mikro bis dan bis, hal ini dikarenakan jenis kendaraan tersebut melintasi rute perjalanan yang sama setiap waktu. Sedangkan jenis kendaraan lain seperti; mobil pribadi (sedan, jeep, minibus), taksi, sepeda motor, serta truk nilai VKT nya selalu berbeda tiap waktu.

47 Berdasarkan data yang didapat, nilai VKT akumulatif kendaraan sangat beragam nilainya (Lampiran 1-4). Nilai VKT ini biasanya akan sebanding dengan usia pakai dari kendaraan tersebut. Pola penggunaan kendaraan untuk jenis mobil pribadi yang ada di DKI dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan untuk kendaraan dengan kategori lain dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. 25 VKT akumulatif (1 3 km/tahun) 2 15 1 5 y = -,5844x 2 + 22,416x - 17,53 R 2 =,963 2 4 6 8 1 12 14 16 Usia Kendaraan (tahun) Gambar 15 Penggunaan mobil pribadi selama 15 tahun pertama. Gambar 15 menunjukkan bahwa hubungan antara panjang perjalanan kendaraan dipengaruhi oleh usia kendaraan jenis mobil pribadi, hal ini ditandai dengan nilai r 2 =,96. Kategori mobil penumpang pada penelitian ini adalah kendaraan mobil pribadi baik jenis sedan, jeep, maupun minibus, mikrolet, taksi dan pickup. Hasil perhitungan panjang perjalanan kendaraan rerata berdasarkan kategori kendaraan dapat dilihat pada Tabel 5. Data panjang perjalanan rerata kendaraan pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa kendaraan dengan kategori bis memiliki nilai rerata paling besar dan nilai VKT rerata terkecil adalah sepeda motor.

48 Tabel 5 Panjang perjalanan kendaraan berdasarkan kategori (km/tahun) Kategori Kendaraan VKT rerata Mobil penumpang 21.53 Sepeda Motor 9.843 Bis 13.721 Truk 24.917 Sumber : perhitungan Hal ini disebabkan oleh rute perjalanan yang ditempuh kendaraan bis relatif panjang (jauh) dan tetap, misalnya dari terminal Grogol ke terminal Lebak Bulus, dari terminal Senen ke terminal Blok M dan sebagainya. Sepeda motor pada umumnya digunakan untuk jarak yang pendek dan waktu yang tidak terlalu lama. Walaupun nilai VKT rerata bis lebih besar dibandingkan kategori lain, namun tidak menghasilkan VKT total yang besar hal ini disebabkan oleh jumlah kendaraan yang ada relatif sedikit. Jumlah kendaraan sepeda motor yang lebih banyak dari kendaraan lain di DKI menyebabkan nilai total VKT yang dihasilkanpun besar (Gambar 16). 5 Total VKT (1 6 km) 4 3 2 1 Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 16 Total panjang perjalanan kendaraan bermotor di DKI.

49 5.1.4 Beban Emisi tahun 28 Beban emisi pencemar CO, NO x dan PM 1 dari kendaraan bermotor di DKI tahun 28 tersaji dalam Gambar 17. Nilai beban emisi terbesar adalah parameter CO sebesar 52% (1.19.178 ton/tahun) sedangkan beban emisi terkecil adalah parameter PM 1 sebesar 5% (4.18 ton/tahun). Kedua pencemar tersebut dihasilkan dari emisi kendaraan mobil penumpang. 12 Beban emisi (ton/tahun) 1 8 6 4 2 Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis PM1 Nox CO Gambar 17 Beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 28 Karakteristik mobil penumpang yang ada di DKI adalah kendaraan dengan bahan bakar bensin mendominasi jumlahnya dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar (JICA, 24). Kendaraan roda empat dengan mesin yang berbahan bakar bensin dapat mengemisikan hampir 9% CO dibandingkan dengan pencemar NO x, SO 2 dan PM 1 (Walsh et al. 1996) Bila ditinjau dari penghasil emisinya, kategori kendaraan mobil penumpang menghasilkan emisi terbesar sejumlah 42% dibandingkan dengan kategori lain. Sedangkan untuk kendaraan bis, sepeda motor dan truk berkontribusi mengeluarkan emisi masing-masing sebesar 28%, 2% dan 1% terhadap beban emisi total (Gambar 18).

5 Bis 28% Sepeda Motor 2% Truk 1% Mobil Penumpang 42% Gambar 18. Komposisi penghasil emisi dari kendaraan bermotor. Berdasarkan parameter pencemar yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI didominasi pencemar CO sebesar 73% setara dengan 5.82 ton/hari diikuti oleh NO x sebesar 24% (1.854 ton/hari) dan PM 1 sebesar 3% (27 ton/hari) (Gambar 19). Secara umum setiap pembakaran bahan bakar minyak baik bensin maupun solar akan mengeluarkan pencemar CO, hanya saja kondisi pembakaran dan jenis bahan bakar juga akan mempengaruhi besarnya emisi yang dikeluarkan. NOx 24% PM 1 3% CO 73% Gambar 19 Persentase beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor.

51 Proses pembakaran secara tidak sempurna yang terjadi pada mesin menyebabkan emisi CO menjadi tinggi. Selain CO, emisi NO x dari kendaraan bermotor di DKI juga tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi antara bahan bakar dan udara yang terjadi saat proses pembakaran pada mesin. Kondisi emisi kendaraan bermotor sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan kondisi pembakaran dalam mesin. Pengalaman dari negaranegara maju menunjukkan bahwa emisi zat-zat pencemar udara dari sumber transportasi dapat dikurangi secara substansial dengan kandungan bahan bakar yang ramah lingkungan, perbaikan sistem pembakaran dan penggunaan katalis (catalytic converter) serta pengendalian manajemen lalu lintas setempat (ARPEL, 21). Tahun 21 sebesarnya Pertamina telah memasok bensin tanpa timbal untuk wilayah DKI dan sekitarnya. Namun ketidaktersediaan bensin tanpa timbal di hampir seluruh wilayah Indonesia (produksi bensin bertimbal nasional masih 75%) dan kandungan sulfur dalam minyak solar di Indonesia yang masih tinggi, sulit untuk mewajibkan produsen kendaraan bermotor memasang peralatan pereduksi emisi (katalis) pada kendaraan bermotor. Katalis tidak dapat berfungsi jika bensin mengandung timbal dan kandungan sulfur dalam minyak solar tinggi Berdasarkan pemantauan bahan bakar minyak yang dilakukan oleh KLH tahun 27 pada SPBU-SPBU di 3 kota di Indonesia, menunjukkan bahwa sebagian besar bensin masih mengandung timbal walaupun ada 1 kota yang sudah tidak terdektesi adanya timbal yaitu kota Bandung, Denpasar, Makassar, Medan, Surabaya, Ambon, Banjarmasin, Mataram, Pekanbaru, dan Sorong. Sedangkan pemantauan terhadap kandungan sulfur memperlihatkan bahwa 26 kota ditemukan nilai rata-rata sulfur sama dengan atau di bawah ambang batas. Sementara empat kota lainnya ditemukan nilai rata-rata sulfur di atas ambang batas, yaitu 3.5 ppm. Empat kota tersebut adalah Manado dengan nilai 3.775 ppm, Mataram dengan nilai 4.25 ppm, Bandar Lampung dengan nilai 3.95 ppm, dan Jayapura dengan nilai 3.6 ppm (KLH, 27). Khusus untuk kota Jabodetabek kadar timbal maupun sulfur masih dibawah standar yang dipersyaratkan oleh Departemen Energi Sumberdaya dan Mineral (Gambar 2). Kota Bogor dari hasil pemantauan didapati kandungan sulfur yang

52 lebih rendah dibandingkan kota-kota lain di Jabodetabek, sedangkan kadar timbal terendah dideteksi di Kota Bekasi. Kandungan sulfur di DKI paling tinggi dibandingkan kota lain di Jabodetabek dan kandungan timbal dijumpai sama dengan Kota Tangerang dan Depok. gram/liter,14,12,1,8,6,4,2 Bekasi Bogor Tangerang Depok 4 35 3 25 2 15 1 5 ppm Pb standart Pb :,13 g/l Sulfur Standar sulfur : 35 ppm Gambar 2 Kualitas BBM di JABODETABEK parameter Pb dan Sulfur. Sumber : KLH, 27 5.1.4 Estimasi Beban Emisi tahun 214 dan tahun 22 Beban emisi tahun 214 dan tahun 22 diestimasi dengan menggunakan pendekatan jumlah kendaraan yang diperkirakan ada pada tahun tersebut (lihat bagian 5.1.2) dan menggunakan faktor emisi yang sama dengan tahun 28. Besar beban emisi tahun 214 dan tahun 22 untuk pencemar CO, PM 1 dan NO x terlihat pada Gambar 21. Peningkatan terbesar beban emisi pada tahun 22 diperkirakan terjadi pada pencemar PM 1 sebesar 97% dibandingkan tahun 214. Secara keseluruhan beban emisi total dari kendaraan bermotor pada tahun 214 diperkirakan meningkat 1,4 kali lipat dari tahun 28 dan menjadi 2,5 kali lipat pada tahun 22.

53 4939314 3145617 79448 92923 93449 128537 CO NOx PM1 PM 1 Beban Emisi (ton/tahun) 214 22 Gambar 21 Beban emisi total dari kendaraan bermotor tahun 214 dan 22 Estimasi beban emisi CO tahun 214 dan 22 sesuai kategori kendaraannya dapat dilihat pada Gambar 22. Kendaran mobil penumpang menghasilkan emisi CO tertinggi pada tahun 214 sejumlah 1.493.992 ton/tahun, sedangkan di tahun 22 nilai tertinggi emisi CO dihasilkan dari sepeda motor sebanyak 2.393.37 ton/tahun. Peningkatan beban emisi CO tahun 22 dari sepeda motor sebanyak lebih dari dua kali lipat dari tahun 214 disebabkan meningkatnya jumlah sepeda motor yang cukup signifikan (lima kali lipat dari tahun 28). 3 Beban emisi (ton/tahun) 25 2 15 1 5 214 22 Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 22 Beban emisi CO dari kendaraan bermotor di DKI

54 Peningkatan jumlah kendaraan bis dan truk yang tidak sebesar kendaraan sepeda motor maupun mobil penumpang tahun 22 menyebabkan beban emisi CO dari kendaraan bis dan truk meningkat hanya sebesar 1,1% dan 21% dibandingkan beban emisi tahun 214. Estimasi beban emisi PM 1 di DKI tahun 214 dan 22 sesuai kategori kendaraannya dapat dilihat pada Gambar 23. Beban emisi PM 1 terbesar dihasilkan dari kendaraan bis. Secara keseluruhan beban emisi PM 1 dari sepeda motor diperkirakan akan meningkat sejumlah 21.237 ton atau sebanyak dua kali lipat dibandingkan tahun 214. Sedangkan kendaraan kategori lain peningkatan beban emisi berturut-turut sebesar 1.92 ton, 5.392 ton dan 532 ton dari mobil penumpang, truk dan bis. 6 Beban emisi (ton/tahun) 5 4 3 2 1 214 22 Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 23 Beban emisi PM 1 dari kendaraan bermotor di DKI Mesin kendaraan (tanpa alat kontrol pengendalian emisi) yang menggunakan bahan bakar solar sebagai penggeraknya akan mengeluarkan emisi PM 1 sebanyak tujuh sampai sepuluh kali lipat dari pada mesin kendaraan berbahan bakar bensin (Walsh et al. 1996). Beban emisi NO x dari kendaraan bermotor di DKI tahun 214 dan 22 yang terbesar dihasilkan dari kendaraan bis dan yang terkecil adalah dari sepeda motor. Peningkatan jumlah emisi NO x tahun 22 yang dikeluarkan dari kendaraan truk lebih besar dari kendaraan kategori lainnya yaitu sebesar 68.173

55 ton. Kendaraan mobil penumpang emisi NO x meningkat sebesar 36.734 ton tahun 22, sepeda motor meningkat sebesar 25.662 ton dan bis meningkat sebesar 4.516 ton dari tahun 214. Beban emisi (ton/tahun) 45 4 35 3 25 2 15 1 5 214 22 Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis Gambar 24 Beban emisi NOx dari kendaraan bermotor di DKI Berdasarkan hasil-hasil beban emisi yang didapatkan diatas, kebijakan pengendalian emisi sesuai dengan pencemar yang dihasilkan akan lebih bermanfaat dari pada kebijakan secara global. Pengendalian emisi dari sepeda motor akan mengurangi beban emisi CO dan PM 1. Pengendalian emisi dari mobil penumpang akan mengurangi beban emisi CO. Pengendalian emisi dari bis akan mengurangi beban emisi NO x dan PM 1 sedangkan pengendalian emisi dari truk akan mengurangi beban emisi NO x. Pembatasan jumlah kendaraan terutama sepeda motor akan sangat mempengaruhi beban emisi dimasa-masa mendatang. 5.2 Analisis Pengaruh Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor di DKI dalam Mereduksi Beban Emisi. Pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor pada prinsipnya melibatkan 4 elemen, yaitu standar baku mutu (baik emisi maupun ambien), spesifikasi bahan bakar, pemeriksaan dan perawatan kendaraan serta managemen transportasi yang baik. DKI sebagai barometer dari segala kegiatan mempelopori adanya peraturan di tingkat daerah tentang pengendalian pencemaran udara pada tahun 25. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan

56 Pemerintah Daerah Propinsi DKI No.2 tahun 25. Khusus untuk pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi (sumber bergerak) terdapat dua strategi kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi tingkat pencemaran. Pertama adalah kebijakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor pribadi (biasa digunakan istilah sistem P dan P) dan yang kedua adalah kebijakan penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah. 5.2.1 Pengaruh Kebijakan Sistem Pemeriksaan Emisi dan Perawatan kendaraan Bermotor dalam Mereduksi Beban Emisi. Pengendalian pencemaran udara dengan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor pribadi (sistem P dan P) dimaksudkan untuk mengidentifikasi kendaraan-kendaraan yang beroperasi (in-use vehicles) yang tidak memenuhi ambang batas emisi pencemar kriteria CO, HC, dan opasitas. Kendaraan yang tidak memenuhi ambang batas tersebut dipersyaratkan untuk diperbaiki hingga emisinya memenuhi ambang batas. Negara-negara maju dan berkembang di dunia banyak yang menerapkan kebijakan sistem pemeriksaan emisi dan perawatan kendaraan bermotor bagi semua kendaraan-kendaraan yang beroperasi. Hal ini dilakukan untuk menjaga performa kerja mesin dan efisiensi bahan bakar, mengingat dengan bertambahnya usia pakai kendaraan maka performa kerja mesinpun mengalami penurunan. Melalui perawatan rutin seperti penyetelan mesin, pembersihan filter udara, dan lain-lain emisi gas buang CO dapat berkurang hingga 9%, HC hingga 75%, dan partikulat hingga 85% (Walsh et al, 1996) dan NO x sebesar 2% (Gorham, 22). Sedangkan berdasarkan survei yang dilakukan pada kegiatan pekan uji emisi tahun 21 oleh pemerintah DKI bekerjasama dengan Swisscontact menunjukkan adanya pengurangan emisi CO sebesar 5%, PM 1 sebesar 45%. Di samping itu efisiensi bahan bakar pun dapat mencapai 5%. Walaupun sampai saat ini, sistem p dan p baru disosialisasikan untuk mobil pribadi, akan tetapi perangkat teknis bagi sepeda motor sudah mulai disiapkan. Jumlah bengkel pelaksana uji emisi yang tersertifikasi bagi mobil pribadi di DKI

57 sampai dengan tahun 28 sebanyak 216 bengkel yang tersebar di lima wilayah kota. Beberapa asumsi yang digunakan dalam mengestimasi reduksi emisi bila kebijakan ini diterapkan adalah : Tahun 214 target kendaraan yang tereduksi adalah 8% Kendaraan yang gagal memenuhi baku mutu emisi sebanyak 5% untuk mobil penumpang dan sepeda motor, 2% truk dan bis. Tahun 22 kendaraan yang tereduksi ditargetkan sebesar 9 %. Estimasi reduksi emisi pada tahun 214 dan 22 bila sistem ini diterapkan di DKI dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tahun 214 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar 1.135.167 ton, NO x dapat direduksi sebesar 96.185 ton dan emisi PM 1 total adalah 66.529 ton. Tabel 6 Estimasi reduksi emisi dengan sistem P dan P Kategori CO NO x PM 1 Kendaraan % ton % ton % ton 214 Sepeda Motor 38% 432.925 15% 3.587 33,8% 13.111 Mobil Penumpang 38% 56.247 15% 15.98 33,8% 3.666 Truk 3% 36.937 12% 31.133 27,% 14.98 Bis 3% 1.12.21 12% 48.556 27,% 34.751 22 Sepeda Motor 43% 1.376.151 17% 41.148 38,3% 25.335 Mobil Penumpang 43% 1.157.78 17% 118.565 38,3% 4.62 Truk 35% 11.61 14% 281.748 31,5% 17.75 Bis 35% 245.842 14% 351.881 31,5% 32.974 Tahun 22 dengan menerapkan kebijakan ini total emisi CO, NO x dan PM 1 yang dapat direduksi diperkirakan sebesar 2.88.133 ton, 793.342 ton dan 8.661 ton. Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor di DKI pada tahun 214 dan tahun 22 bila kebijakan sistem P dan P diterapkan dapat dilihat pada Tabel 7. Pada tahun 214 total beban emisi pencemar adalah 2.764.67 ton/tahun sedangkan pada tahun 22 total beban emisi sebesar 3.754.136 ton/tahun.

58 Tabel 7 Estimasi beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI (dengan penerapan Sistem P dan P) (ton/tahun) Tahun Parameter Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis 214 CO 721.541 933.745 86.187 261.824 NO x 2.327 9.147 228.39 356.81 PM 1 13.111 3.666 14.98 34.751 22 CO 1.376.151 1 157.78 11.61 245.842 NO x 41.148 118.565 281.748 351.881 PM 1 25.335 4.62 17.75 32.974 Beban emisi karbon monoksida pada tahun 214 dari kendaraan bermotor di DKI bila kebijakan ini diterapkan adalah 2.3.298 ton/tahun dan pada tahun 22 sebesar 2.88.133 ton/tahun. Hampir 9% dari beban emisi tersebut berasal dari sepeda motor dan mobil penumpang, sedangkan beban emisi NO x total adalah 694.863 ton/tahun pada tahun 214 dan 793.342 ton/tahun pada tahun 22. Sebanyak 5% beban emisi NO x bersumber dari kendaraan bis. Beban emisi total PM 1 pada tahun 214 adalah 66.59 ton/tahun menjadi 8.661 ton/tahun di tahun 22 dimana hampir 5% dari pencemar ini berasal dari kendaraan bis. 5 Beban emisi (ton/tahun) 4 3 2 1 CO NOx PM1 214 Tanpa kontrol 214 Sistem P dan P 22 Tanpa kontrol 22 Sistem P dan P Gambar 25 Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan kebijakan sistem P dan P tahun 214 dan tahun 22 di DKI

59 Beban emisi total untuk masing-masing pencemar tanpa pengendalian maupun dengan penerapan sistem P dan P ditampilkan pada Gambar 25. Potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya sistem P dan P pada tahun 214 untuk pencemar CO sebesar 32%, NO x sebesar 6% dan PM 1 sebesar 23%. Sedangkan pada tahun 22, potensi penurunannya adalah untuk pencemar CO sebesar 37%, NO x sebesar 4% dan PM 1 sebesar 27%. Tujuan utama dari perawatan kendaraan adalah mengoptimumkan pembakaran dalam mesin yang berarti mengefisiensikan konsumsi bahan bakar. Penghematan bahan bakar yang dikaitkan dengan peningkatan ekonomi bahan bakar akan menghemat biaya pemilik kendaraan. Berdasarkan hasil evaluasi pekan uji emisi di wilayah DKI tahun 21 didapatkan hasil bahwa efisiensi bahan bakar bensin dengan melakukan perawatan sebesar 52% (Swisscontact, 21). Bila angka ini yang dipergunakan untuk menghitung efisiensi bahan bakar bensin untuk tahun 214 maka diperkirakan akan terjadi penghematan BBM sebesar 17.83 kl/hari dengan asumsi : jumlah kendaraan berbahan bakar bensin sebesar 75% dari total jumlah kendaraan mobil penumpang konsumsi BBM kendaraan rata-rata per hari adalah 2 liter/hari 5.2.2 Pengaruh Kebijakan Penggunaan Bahan Bakar Gas untuk Kendaraan Umum dalam Mereduksi Beban Emisi. Sebagaimana hasil pembahasan sebelumnya bahwa kualitas bahan bakar minyak yang beredar di pasaran Indonesia belum cukup ramah lingkungan, maka penggunaan bahan bakar alternatif seperti bahan bakar gas (BBG) sangatlah diperlukan dalam rangka penurunan tingkat emisi dari kendaraan bermotor. Salah satu upaya yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI adalah pemanfaatan BBG sebagai pengganti BBM untuk kendaraan umum dan kendaraan operasional pemerintah daerah. Penggunaan BBG pada kendaraan dapat mengurangi emisi pencemar PM 1 sebesar 6% sampai 97%, NO x sebesar 25% hingga 86% dan CO sebesar 52% hingga 84% dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar (worldbank, 2). Sedangkan bila dibandingkan dengan kendaraan yang menggunakan bahan

6 bakar bensin, penggunaan BBG dapat menurunkan 98% pencemar CO, 45% NO x dan 95% PM 1 (Walsh et al. 1996). Adapun target kendaraan yang akan dikonversi sebanyak 5% untuk mobil penumpang yang merupakan kendaraan dari jenis angkutan umum (mikrolet dan taksi) serta kendaraan operasional milik pemerintah, 2% kendaraan truk serta 3% bis. Berdasarkan hal tersebut, maka estimasi reduksi emisi dengan menggunakan BBG dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Estimasi reduksi emisi dengan penggunaan BBG Kategori CO NO x PM 1 Kendaraan % ton % ton % ton 214 Sepeda Motor % - % - % - Mobil Penumpang 5% 73.26 2% 2.386 5% 263 Truk 2% 1.847 1% 3.373 2% 369 Bis 45% 168.316 39% 157.89 54% 25.76 22 Sepeda Motor % - % -,% - Mobil Penumpang 5% 98.63 2% 4.643 5,% 279 Truk 2% 2.332 1% 4.259 2,% 466 Bis 45% 17.198 39% 159.574 54% 25.994 Pada tahun 214 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar 243.368 ton, NO x dapat direduksi sebesar 163.568 ton dan emisi PM 1 total adalah 26.339 ton. Sedangkan pada tahun 22 total emisi CO yang dapat tereduksi diperkirakan sebesar 271.134 ton, NO x dapat direduksi sebesar 168.475 ton dan emisi PM 1 total adalah 26.74 ton. Tabel 9 Estimasi beban emisi dengan penggunaan BBG (ton/tahun) Tahun Parameter Sepeda Mobil Motor Penumpang Truk Bis 214 CO 1.154.466 1.42.786 121.278 25.719 NO x 23.914 13.669 256.69 246.829 PM1 19.791 5.27 2.151 21.898 22 CO 2.393.37 1.913.77 153.146 28.2 NO x 49.576 138.27 323.356 249.59 PM1 41.28 7.174 25.447 22.143

61 Total beban emisi pencemar pada tahun 214 yang berasal dari mobil penumpang dengan adanya kebijakan ini adalah 1.529.725 ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi 397.499 ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar 474.466 ton/tahun. Pada tahun 22 total beban emisi pencemar yang berasal dari mobil penumpang dengan adanya kebijakan ini adalah 2.59.87 ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi 51.948 ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar 479.753 ton/tahun Total beban emisi CO dari kendaraan bermotor tahun 214 bila kebijakan penggunaan BBG ini diterapkan adalah 2.92.249 ton/tahun dan pada tahun 22 total beban emisi CO adalah 4.668.18 ton/tahun. Sedangkan beban emisi NO x total 63.48 ton/tahun pada tahun 214 dan 76.728 ton/tahun pada tahun 22. Beban emisi total pencemar PM 1 pada tahun 214 sebesar 67.111 ton/tahun dan sebesar 95.791 ton/tahun pada tahun 22 (Gambar 26). 5 Beban emisi (ton/tahun) 4 3 2 1 CO NOx PM1 214 Tanpa kontrol 214 BBG 22 Tanpa kontrol 22 BBG Gambar 26 Beban emisi pencemar dari kendaraan bermotor dengan adanya kebijakan BBG tahun 214 dan tahun 22 di DKI Potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya kebijakan BBG pada tahun 214 untuk pencemar CO sebesar 8%, NO x sebesar 21% dan PM 1 sebesar 28%. Sedangkan pada tahun 22, potensi penurunan total beban emisi dengan diterapkannya kebijakan BBG untuk pencemar CO sebesar 5%, NO x sebesar 18% dan PM 1 sebesar 24%.

62 5.2.3 Pengaruh Kedua Program Kebijakan diterapkan Bersamaan dalam Menurunan Emisi Apabila sistem P dan P diterapkan bersamaan dengan penggunaan BBG pada kendaraan umum dan operasional pemerintah, maka diperkirakan reduksi emisi pada tahun 214 adalah 1,7 juta ton dan meningkat mencapai 2,7 juta ton di tahun 22. Jumlah ini adalah dua kali lipat dari penerapan kebijakan yang dilakukan secara terpisah atau bila hanya salah satu dari kebijakan yang diterapkan. Reduksi emisi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Estimasi reduksi emisi bila penggunaan BBG dan sistem P dan P diterapkan bersamaan Kategori CO NO x PM 1 Kendaraan % ton % ton % ton 214 Sepeda Motor 38% 432.925 15% 3.587 34% 6.679 Mobil Penumpang 42% 633.452 17% 18.294 39% 2.13 Truk 32% 38.784 13% 34.56 29% 5.91 Bis 75% 28.526 51% 26.365 81% 38.56 22 Sepeda Motor 43% 1.17.155 17% 8.428 38% 15.693 Mobil Penumpang 47% 953.835 2% 28.927 42% 3.13 Truk 37% 56.75 15% 5.125 33% 8.629 Bis 8% 32.575 53% 216.857 86% 41.157 Pada tahun 214 total emisi CO yang dapat direduksi diperkirakan sebesar 1.385.688 ton, NO x dapat direduksi sebesar 262.752 ton dan emisi PM 1 total adalah 53.279 ton. Sedangkan pada tahun 22 total emisi CO yang dapat tereduksi diperkirakan sebesar 2.33.315 ton, NO x dapat direduksi sebesar 34.337 ton dan emisi PM 1 total adalah 68 61 ton. Total beban emisi pencemar pada tahun 214 yang berasal dari mobil penumpang bila kedua kebijakan dilakukan bersamaan adalah 951.73 ton/tahun, sepeda motor sebesar 754.98 ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi sebesar 323.887 ton/tahun dan bis berkontribusi sebesar 3.826 ton/tahun. Pada tahun 22 total beban emisi pencemar 1.176.72 ton/tahun, kendaraan truk berkontribusi 393.52 ton/tahun, bis berkontribusi sebesar 274.93 ton/tahun dan sepeda motor sebesar 1.442.634 ton/tahun.

63 Tabel 11 Estimasi beban emisi tahun 214 dan 22 bila penggunaan BBG dan sistem P dan P diterapkan bersamaan (ton/tahun) Tahun Parameter Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bis 214 CO 721.541 86.539 84.341 93.59 NO x 2.327 87.76 224.936 198.272 PM 1 13.111 3.43 14.611 9.45 22 CO 1.376.151 1.58.475 98.729 75.644 NO x 41.148 113.922 277.49 192.37 PM 1 25.335 4.323 17.284 6.98 Total beban emisi CO dari kendaraan bermotor tahun 214 bila bila kedua kebijakan diterapkan bersamaan adalah 1.759.93 ton/tahun dan pada tahun 22 total beban emisi CO adalah 2.68.999 ton/tahun. Sedangkan beban emisi NO x total 531.296 ton/tahun pada tahun 214 dan 624.866 ton/tahun 22. Beban emisi total pencemar PM 1 pada tahun 214 sebesar 4.17 ton/tahun dan sebesar 53.921 ton/tahun pada tahun 22. Perbandingan total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 214 dan 22 dapat dilihat pada Gambar 27. Bila dilakukan pengendalian terhadap emisinya tahun 214 maka diperkirakan akan menurunkan beban emisi sampai dengan 1,7 juta ton dan 2,2 juta ton pada tahun 22. 7 Beban emisi (ton/tahun) 6 5 4 3 2 1 214 22 Tanpa kontrol Sistem P dan P BBG Bersamaan Gambar 27 Total beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI (dengan kontrol dan tanpa kontrol)

64 Secara umum kebijakan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor di DKI mampu mengurangi beban emisi yang ada baik yang dilakukan secara terpisah maupun bersamaan. Potensi penurunan total beban emisi jika kedua kebijakan diterapkan bersamaan pada tahun 214 untuk pencemar CO sebesar 44%, NO x sebesar 33% dan PM 1 sebesar 57%. Sedangkan pada tahun 22, potensi penurunannya untuk pencemar CO sebesar 47%, NO x sebesar 33% dan PM 1 sebesar 56%. Penurunan total beban emisi dari kendaraan bermotor dengan menggunakan kebijakan penggunaan BBG bagi kendaraan umum tidak sebesar bila diterapkan kebijakan pemeriksaan emisi dan pemeliharaan kendaraan bermotor apalagi jika diterapkan bersamaan. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya (terbatas) jumlah kendaraan yang menggunakan BBG, tetapi jika dikemudian hari kendaraan umum yang ada bertambah sesuai dengan kebutuhan perjalanan penduduk maka tidak menutup kemungkinan beban emisi akan berkurang secara signifikan. Kebijakan pengendalian pencemaran udara dari kendaraan bermotor seharusnya terintegrasi dengan kebijakan transportasi yang ada. Tanpa dukungan management transportasi yang baik maka pengendalian pencemaran udara dari sektor transportasi tidak akan mampu menurunkan tingkat pencemaran udara yang ada saat ini. Kesadaran akan kebutuhan udara yang bersih dan sehat dari semua warga masyarakat harus terus di tingkatkan. Dukungan akan terciptanya udara yang bersih dari semua pihat baik perorangan, masyarakat, instansi pemerintah dan swasta sangatlah diperlukan. 5.3 Estimasi Konsentrasi Pencemar CO, NO x dan PM 1 dengan Model Kotak. Beban emisi tahun 28 dari kendaraan bermotor di DKI untuk masing-masing pencemar yang terdistribusi ke dalam lima wilayah administratif kotamadya tersaji pada Tabel 12 dengan mengacu nilai VKT pada Lampiran 8. Beban emisi terbesar dijumpai di Timur. Jumlah penduduk Timur yang lebih tinggi dari wilayah lain ternyata berpengaruh terhadap beban emisi yang dihasilkan (Lampiran 9).

65 Tabel 12 Distribusi spasial beban emisi dari kendaraan bermotor di DKI tahun 28 (ton/tahun) Wilayah Admistratif CO NO x PM 1 Selatan 59.653 162.349 18.15 Timar 532.71 169.694 18.924 Utara 361.241 115.73 12.833 Pusat 294.979 93.965 1.479 Barat 425.778 135.631 15.125 (Sumber : perhitungan) Estimasi kualitas udara tahun 28 menggunakan model kotak dapat dilihat pada Tabel 13. Ketinggian lapisan pencampuran maksimum (musim kemarau) mencapai 1.981,29 meter dan minimum (musim hujan) adalah 1.435,17 meter (Septianzar, 28). Tabel 13 Estimasi kualitas udara di DKI tahun 28 Wilayah CO NO x PM 1 Keterangan Administratif mg/m 3 µg/m 3 µg/m 3 Selatan 6,68 2.127 237 A. Timur 5,42 1.78 19 Utara 4,85 1.529 171 Pusat 11,76 3.77 413 Barat 6,44 2.31 227 Selatan 4,84 1.541 172 B. Timur 3,92 1.25 139 Utara 3,51 1.119 125 Pusat 8,52 2.713 33 Barat 4,67 1.487 166 Keterangan : A= Saat ketinggian lapisan pencampuran minimum B = Saat ketinggian lapisan pencampuran maksimum Konsentrasi yang tertera pada Tabel 13 menunjukkan angka yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil pengukuran kualitas udara milik BPLHD DKI untuk mobile station (Lampiran 8). Kemungkinan hal ini dapat terjadi karena hasil pengukuran dilapangan sudah dipengaruhi oleh faktor meteorologi seperti angin, temperatur, radiasi sehingga pencemaran telah mengalami

66 pengenceran. Selain itu, kenyataan yang terjadi di lapangan adalah konsentrasi pencemar yang terukur bersumber tidak hanya dari kendaraan bermotor, tetapi juga dari sumber pencemar lain. Pada tahun 214 diperkirakan konsetrasi pencemar CO, NO x dan PM 1 akan meningkat masing-masing sebesar,9 kali hingga 2 kali lipat dari tahun 28. Peningkatan akan bertambah di tahun 22 menjadi 1 kali hingga 3,21 kali lipat bila dibandingkan tahun 28. Berikut ini disajikan estimasi konsentrasi pencemar rata-rata tahunan pada tahun 214 dan 22 (Gambar 28 - Gambar 3) 3, Konsentrasi (mg/m3) 25, 2, 15, 1, 5,, Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat Ketinggian maksimum Ketinggian minimum Tahun 214 Tahun 22 BMU DKI Gambar 28 Estimasi konsentrasi CO tahun 214 dan 22 di DKI Kisaran konsentrasi pencemar CO tahun 214 diperkirakan sebesar 5,2 mg/m 3 hingga 17,41 mg/m 3, sedangkan pada tahun 22 konsentrasi pencemar berkisar antara 8,17 mg/m 3 hingga 27,34 mg/m 3. Konsentrasi pencemar di Pusat memiliki nilai tertinggi dan melebihi baku mutu udara ambien DKI dibandingkan dengan daerah lain hal ini dapat dipahami mengingat luasan area Pusat lebih kecil dari daerah lain. Pada tahun 22, konsentrasi CO di seluruh DKI berpotensi melebihi baku mutu udara ambien DKI (BM 24 jam), jika kebijakan pengendalian pencemaran udara sama sekali tidak diterapkan kecuali untuk wilayah Utara yang terukur pada ketinggian lapisan pencampuran maksimum.

67 6 5 Konsentrasi ( µg/m 3 ) 4 3 2 1 Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat Ketinggian maksimum Ketinggian minimum Tahun 214 Tahun 22 BMU DKI Gambar 29 Estimasi konsentrasi NO x tahun 214 dan 22 di DKI Kisaran konsentrasi pencemar NO x tahun 214 diperkirakan sebesar 1.313 µg/m 3 hingga 4.395 µg/m 3 dan pada tahun 22 nilai konsentrasi berkisar 1.537 µg/m 3 hingga 5.143 µg/m 3. Pada Gambar 29 terlihat bahwa semua nilai konsentrasi jauh diatas baku mutu 24 jam dan 1 tahun udara ambien DKI untuk pencemar NO 2 yaitu 92,5 µg/m 3 dan 6 µg/m 3. Perkiraan konsentrasi pencemar PM 1 tahun 214 berkisar antara 155 µg/m 3 hingga 517 µg/m 3 dan pada tahun 22 nilai konsentrasi berkisar 23 µg/m 3 hingga 678 µg/m 3. Bila dibandingkan dengan baku mutu udara ambien DKI yaitu 15 µg/m 3 maka nilai konsentrasi yang diperkirakan akan berada diatas baku mutu, terlebih bila dibandingkan dengan baku mutu WHO (25) yang sebesar 5 µg/m 3 maka semua nilai konsentrasi yang ada tahun 22 jauh diatas baku mutu.

68 8 7 Konsentrasi ( µg/m 3 ) 6 5 4 3 2 1 Selatan Timur Utara Pusat Barat Selatan Timur Utara Pusat Barat Ketinggian maksimum Ketinggian minimum Tahun 214 Tahun 22 BMU DKI Gambar 3 Estimasi konsentrasi PM 1 tahun 214 dan 22 di DKI