1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu cara mencari tahu tentang alam secara sistematis dan tidak hanya menekankan pada penguasaan konsep konsep, fakta atau prinsip-prinsip saja, akan tetapi juga dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, serta keterampilan siswa terhadap lingkungannya. Mata pelajaran biologi merupakan salah satu bidang pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains yang dikembangkan melalui kemampuan berfikir analitis, induktif, dan deduktif. Susiwi (2009) menerangkan bahwa tujuan dari pembelajaran IPA atau sains adalah menjelaskan fenomena alam sekitar. Belajar sains harus melibatkan siswa pada pengalaman langsung kepada siswa untuk menjelajahi alam sekitar melalui kerja ilmiah. (Mulyasa, 2013). Oleh karena itu, pembelajaran IPA merupakan suatu hasil dari serangkaian kegiatan untuk mengembangkan pengetahuan, konsep, dan fakta tentang alam sekitar yang diperoleh berdasarkan pengalaman melalui serangkaian proses atau kerja ilmiah. Proses pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan cara menekankan pada pendekatan ketrampilan proses, sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa yang memiliki pengaruh terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. (Trianto, 2011). Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengembangkan 1
2 ketrampilan proses agar siswa mampu mengetahui dan memahami alam sekitar. Hal ini didukung oleh pernyataan Nopitasari (2012) bahwa ketrampilan proses sains sangat dibutuhkan untuk mempelajari materi IPA SMP. Ketrampilan proses sains perlu dikembangkan dan dilatih karena kemampuan ketrampilan proses sains memiliki peran membantu siswa dalam mengembangkan pikirannya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, meningkatkan daya ingat serta membantu siswa mempelajari konsep sains. Menurut Rustaman (2005) ketrampilan proses sains tidak mementingkan konsep tetapi lebih menuntut pengembangan proses secara utuh melalui metode ilmiah. Ketrampilan proses yang dimaksud meliputi ketrampilanketrampilan yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Ada penekanan khusus dalam masing-masing ketrampilan proses tersebut. Ada berbagai ketrampilan proses, ketrampilan proses-ketrampilan tersebut terdiri dari ketrampilan dasar proses sains, dimulai dari mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan, dan ketrampilan terpadu proses sains, dari identikasi variable sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen. Nuryani (2005) menambahkan bahwa ketrampilan proses dapat mengembangkan kemampuan mengamati, menggolongkan / mengklasifikasikan, menaksir / menginterpretasikan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian mengkomunikasikan.
3 Mata pelajaran IPA di SMP yaitu menggabungkan materi fisika, kimia dan biologi. Mata pelajaran biologi merupakan salah satu bidang pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains yang memiliki cakupan yang luas untuk mempelajari ilmu alam, mulai dari mengenal diri sendiri dan alam sekitar serta pengembangan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung oleh pernyataan Trianto (2011) bahwa pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meliputi empat unsur utama, antara lain : rasa ingin tahu yaitu proses pemecahan masalah melalui metode ilmiah, menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum yaitu menerapkan metode ilmiah dan konsep IPA yang utuh yang sebenarnya dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu pembelajaran IPA biologi diharapkan lebih mengarah pada ketrampilan proses menemukan fakta-fakta konsep-konsep atau prinsipprinsip melalui proses observasi dan eksperimen terhadap kejadian yang terjadi di alam sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung pernyataan Dimyati dan Moedjiono (2006) bahwa salah satu alasan perlunya diterapkan ketrampilan proses sains yaitu untuk mempermudah siswa memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak dengan cara memberikan contoh-contoh konkrit. Pembelajaran IPA biologi saat ini harus menggunakan kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran biologi harus berdasarkan pada pendekatan ilmiah (Scientific Approach). Menurut Susilowati (2013) menyatakan bahwa pendekatan Scientific merupakan pendekatan pembelajaran yang tersusun secara sistematik untuk memperoleh suatu
4 kesimpulan ilmiah Dengan demikian, dalam pembelajaran siswa dituntut untuk melakukan proses pencarian pengetahuan melalui berbagai aktivitas proses sains (penyelidikan ilmiah) sehingga siswa tidak hanya memahami produk-produk sains, tetapi juga diharapkan dapat terampil melakukan proses dan sikap ilmiah. Sehingga dalam proses pembelajaran IPA dituntut keterlibatan siswa secara aktif. Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah-sekolah belum mengembangkan secara maksimal pengalaman belajar siswa yang diperoleh melalui keterampilan proses sains. Pada umumnya guru sebagai pusat pembelajaran yaitu guru mengajar dengan memberikan semua fakta dan konsep kepada siswa. Guru hanya sekedar menstranfer pengetahuan sehingga guru hanya bertindak sebagai satu-satunya sumber informasi. Proses pembelajaran yang seperti ini terus berlanjut dengan alasan terdesak oleh waktu untuk tercapainya kurikulum. Akibatnya, siswa hanya lebih dominasi dengan hafalan teori saja tanpa melibatkan ketrampilan proses yaitu tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan,tidak dilatih untuk menemukan konsep, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal tersebut menyebabkan kurangnya perkembangan keterampilan berpikir dan keterampilan praktik siswa (Prayitno, 2010). Padahal kedua keterampilan tersebut diperlukan untuk mengembangkan pengalaman belajar siswa. Kondisi nyata SMP N 2 Banyumas, berdasarkan hasil observasi peneliti dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran IPA yang berlangsung lebih banyak berpusat pada guru, permasalahan yang terjadi yaitu tidak adanya
5 proses pembelajaran dua arah (siswa dengan guru atau siswa dengan siswa). Proses pembelajaran yang berlangsung siswa lebih cenderung mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Siswa dituntut mengatahui konsep dengan mempelajari konsep yang sudah tertulis pada buku cetak, serta penggunaan LKS yang kurang tepat yaitu penggunaan LKS yang seharusnya digunakan sebagai panduan belajar siswa dan memungkinkan siswa melakukan aktifitas nyata dengan objek dan persoalan yang dipelajari, tetapi yang terjadi yaitu guru mengarahkan penggunaan LKS kepada siswa yang berisi soal-soal dan siswa mengerjakan latihan soal pada LKS tersebut sehingga menyebabkan siswa lebih banyak menghafalkan konsep bukan memahami bahkan membangun konsep IPA yang membuat siswa mempunyai kemampuan menghafal materi yang tinggi tetapi tidak dapat memahami konsep dari suatu materi. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan melemahnya kualitas pembelajaran dan keterampilan proses yang harus dikembangkan menjadi terabaikan. Akibatnya, siswa lebih mengedepankan menghafal dan mempelajari materi sendiri daripada meningkatkan kemampuan untuk memahami konsep IPA materi biologi (Trianto, 2011). Kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru membuat motivasi siswa rendah karena siswa cenderung bosan mendengarkan penjelasan guru. Guru belum menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Guru terbiasa melakukan proses pembelajaran lebih banyak dilakukan di dalam kelas dan menyampaikan materi sedangkan siswa mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
6 sains masih dilakukan secara transfer pengetahuan sehingga pembelajaran berorientasi pada kemampuan kognitif siswa tanpa mempertimbangkan proses untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Kegiatan pembelajaran yang seperti ini, kurang melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan pembelajaran menyebabkan kemampuan psikomotor dan afektif siswa kurang. Siswa jarang berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain yang mengakibatkan siswa menjadi pasif sehingga ketrampilan proses sains tidak berkembang. Kebanyakan siswa hanya berorientasi pada kemampuan kognitif saja serta menganggap bahwa biologi merupakan mata pelajaran yang banyak menghafal (Primarinda, 2012). Berdasarkan permasalahan yang ada, diperlukan solusi untuk mengembangkan ketrampilan proses yang melibatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Salah satu solusi yang dapat digunakan yaitu dengan memilih dan menetukan model pembelajaran yang tepat, menarik, dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa sehingga dapat mengembangkan aktivitas belajarnya (Hamalik, 2003). Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry). Model pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan salah satu model pembelajaran merupakan pembelajaran kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berfikir mandiri dan saling membantu dengan teman yang lain (Ambarsari, 2013). Pembelajaran inkuiri terbimbing membimbing siswa untuk memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab dalam kelompok atau pasangannya. Inkuiri menurut Gulo (2004) berarti suatu
7 rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Langkah pertama yaitu merumuskan masalah, guru membimbing siswa menentukan suatu masalah yang terkait dengan pelajaran yang disampaikan, kemudian siswa memikirkan sendiri jawabannya. Langkah kedua yaitu mengajukan hipotesis, guru membimbing siswa menemukan jawaban sementara atas masalah yang ditemukan. Langkah ketiga yaitu mengumpulkan data, siswa melakukan eksperimen sederhana. Langkah keempat menguji data berdasarkan data yang ditemukan, siswa menguji hasil eksperimen dengan fakta-fakta dan teori yang terkait. Langkah kelima membuat kesimpulan (Sanjaya, 2004). Aktivitas inkuiri memberikan peluang yang cemerlang untuk membangun pengetahuan melalui penemuan. Inkuiri sains tersusun dari proses dengan mempraktekkan,menghitung, menganalisa dan gambaran kesimpulan dari kejadian (Ambarsari, 2013). Siswa akan mudah mengingat pengetahuan yang diperoleh secara mandiri lebih lama, dibandingkan dengan informasi yang dia peroleh dari mendengarkan orang lain. Belajar aktif dapat mengajak peserta didik untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik (Rahyubi, 2012). Model pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran dalam kurikulum sebelum kurikulum 2013 tetapi pada penerapan model pembelajaran ini harus disesuaikan dengan Kurikulum 2013
8 yang menekankan pada pendekatan ilmiah. Pendekatan Scientific ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajarannya harus dilaksanakan dengan dipadu proses ilmiah yang melibatkan siswa. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry) Terhadap Ketrampilan Proses sains pada Pembelajaran IPA (biologi) Siswa kelas VII SMP N 2 Banyumas 1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah model pembelajaraan Inkuiri terbimbing (guided inquiry) berpengaruh terhadap Ketrampilan Proses sains pada Pembelajaran IPA (biologi) Siswa kelas VII SMP N 2 Banyumas. 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry) Terhadap Ketrampilan Proses sains pada Pembelajaran IPA (biologi) Siswa kelas VII SMP N 2 Banyumas. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan peneliti. 1. Bagi siswa
9 a. Dapat meningkatkan ketrampilan proses sains siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Dapat memberikan penyegaran kepada siswa dengan model pembelajaran yang baru dan berbeda dari pembelajaran biasanya. 2. Bagi guru Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai sehingga dapat menciptakan kondisi kelas yang aktif. 3. Bagi sekolah Dapat memberikan masukan pada sekolah tentang peningkatan ketrampilan proses sains siswa dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing (guided inquiry), sehingga sekolah dapat menentukan kebijakan untuk dapat menggunakan model pembelajaran tersebut pada beberapa mata pelajaran. 4. Bagi peneliti Dapat memperoleh data penelitian tentang pengaruh pembelajaraan Inkuiri terbimbing (guided inquiry) berpengaruh terhadap Ketrampilan Proses sains pada Pembelajaran IPA (biologi). 1.5 Hipotesis Hipotesis yang diambil adalah model pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada pembelajaran IPA materi Biologi berpengaruh terhadap keterampilan proses sains siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Banyumas, dengan konsep sebagai berikut :
10 Ho : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) pada pembelajaran IPA materi Biologi terhadap keterampilan proses sains siswa. Ha : Ada pengaruh pengaruh model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) pada pembelajaran IPA materi Biologi terhadap keterampilan proses sains siswa. Keterangan : a. Ho diterima dan Ha ditolak jika nilai signifikansi > 0.050, artinya bahwa tidak terdapat pengaruh desain pembelajaran model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) pada pembelajaran IPA materi Biologi terhadap keterampilan proses sains siswa SMP Negeri kelas VII SMP Negeri 2 Bnayumas. b. Ho ditolak dan Ha diterima nilai signifikansi 0.050, artinya bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) pada pembelajaran IPA materi Biologi terhadap keterampilan proses sains siswa kelas VII SMP Negeri 2 Banyumas.