BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan masih berjalan terus. (Ihsan, 2008:7) mengemukakan bahwa

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa untuk menghadapi tantangan hidup dimasa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang. Ratih Leni Herlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar adalah ilmu-ilmu soasial terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyatakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

1. PENDAHULUAN. dikarenakan sasaran dari pendidikan adalah peningkatan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang. memungkinkannya untuk berfungsi secara menyeluruh dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sebab penduduk di Indonesia kurang memperhatikan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riyanti Dini Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. motivasi belajar. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan. bahwa :

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memahami pengertian dasar tentang IPA yang saling berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuryati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perwujudan tersebut tentu tidak terlepas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki. latihan bagi peranannya di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. ketekunan dan keteladanan baik dari pendidik maupun peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. kompleks sehingga pendidikan sebagai titik acuan untuk meningkatkan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap individu karena

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. diorganisasikan dan diarahkan pada pencapaian lima pilar pengetahuan: belajar

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia, yang dalam Undang-Undang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu hal yang bersifat penting bagi keberlangsungan pendidikan karena pembelajaran dapat membantu siswa dalam memperkaya ilmu. Hal ini berkaitan dengan perkembangan pendidikan. Perkembangan pendidikan sangat penting untuk menunjang efektivitas dalam belajar mengajar khususnya dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keefektivitasan tersebut dikatakan berhasil apabila siswa sebagai penerima pesan mampu memahami makna yang disampaikan oleh guru. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun (2010, hlm. 3) tentang sistem pendidikan nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bangsa dan negara. Pembelajaran akan bermakna bagi siswa apabila pembelajaran tersebut ditunjang dengan pendekatan, metode, dan media yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Tentunya penggunaan pendekatan, metode, maupun media pada proses belajar mengajar perlu disampaikan oleh tenaga pengajar yang profesional yaitu tenaga pengajar yang menguasai materi yang akan disampaikan dan menguasai pendekatan, metode maupun media yang akan digunakan. Kebermaknaan dalam suatu pembelajaran sangat penting bagi siswa. Kebermaknaan ini didapat dengan cara mengaitkakan informasiinformasi yang didapat dari pengetahuan awal siswa dan pengetahuan yang didapat dari siswa ketika siswa melakukan aktivitas pada saat pembelajaran sehingga siswa mendapatkan konsep baru dari kesimpulan yang didapatnya. Selain itu, pembelajaran tersebut akan melekat lama dalam ingatan siswa. Dahar (2011, hlm. 99) menjelaskan tentang belajar bermakna dalam pembelajaran sebagai berikut: Salah satu prasyarat belajar bermakna materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial. Kebermaknaan materi tergantung pada dua 1

faktor meliputi materi harus memiliki kebermaknaan logis, yaitu merupakan materi yang nonarbitrar dan substantif. Materi yang nonarbitrar adalah materi yang konsisten dengan yang telah diketahui, sedangkan materi yang substantif adalah materi yang dapat dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah artinya. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dalam hal ini harus diperhatikan pengalaman anak-anak, tingkat perkembangan intelektual mereka, intelegensi dan usia. Salah satu mata pelajaran yang diselenggarakan dalam pendidikan Sekolah Dasar (SD) adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang bertujuan untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan sikap, dan nilai ilmiah pada siswa, serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Allah SWT. Hal ini sesuai dengan tujuan dibentuknya mata pelajaran IPA yang terdapat dalam Depdiknas Ditjen Manajemen Dikdasmen Ditjen Pembinaan TK dan SD (2007, hlm. 13-14), sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruh antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan ke SMP/MTS. Selain itu, IPA merupakan suatu ilmu yang tidak dapat hanya diprediksi kebenarannya tetapi memerlukan bukti dalam pelaksanaanya. Pada hakekatnya IPA didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006, 2

hlm. 13) yang mengemukakan bahwa IPA adalah cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam pendidikan di Sekolah Dasar khususnya dalam mata pelajaran IPA, siswa sering kali kesulitan dalam memahami konsep, pemahaman tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara siswa memberikan pendapat, keterampilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, dan peningkatan siswa terhadap materi yang diajarkan. Hal ini dapat disebabkan dari beberapa faktor yaitu bagaimana cara guru menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan, metode, maupun media. Apabila guru dalam menyampaikan materi secara monoton dan tidak sesuai dengan silabus maupun rencana pembelajaran yang sebelumnya telah dirancang, maka besar kemungkinan materi yang disampaikanpun akan sulit dipahami oleh siswa. Hal tersebut akan membuat siswa bosan dan jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran. Apalagi saat pembelajaran siswa tidak dilibatkan langsung, sehingga bukan suatu hal yang mustahil apabila siswa kurang antusias, tidak bersemangat, cenderung kurang aktif, dan sering mengobrol. Oleh karena itu pendekatan, metode, dan media sangat menunjang dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran tersebut memerlukan pemahaman yang dapat ditunjang melalui keterampilan proses sains yang menuntut adanya pengetahuan bagi siswa sehingga siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, guru harus dapat memahami karakter siswa dan menciptakan pembelajaran yang menunutut peran aktif siswa. Penjelasan tersebut sesuai dengan Yuliariatiningsih dan Irianto (2009, hlm. 8) mengemukakan: Keterampilan proses sains merupakan keterampilan belajar sepanjang hidup, karena keterampilan ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan digunakan oleh siswa di sekolah dasar dalam berbagai mata pelajaran. Sehingga dapat membekali siswa untuk memecahkan suatu masalah sehari-hari melalui prosedur keterampilan proses sains. 3

4 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di kelas V SDN 066 Halimun menunjukkan bahwa keterampilan siswa belum sesuai dengan harapan karena banyak siswa yang di bawah batas ketuntasan minimal yaitu 7.50. Di bawah ini terdapat sebuah tabel mengenai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) keterampilan siswa antar kelas: Tabel 1.1 KKM Kelas Jumlah KKM Di Bawah KKM (<75) Di Atas KKM (>75) Siswa Jumlah Persentase Jumlah Persentase V C 38 75 29 76,3% 9 23,7% V A 37 75 27 72,9% 10 27% Pada proses pelaksanaan pembelajaran cenderung kurangnya keaktifan siswa sehingga guru saja yang bertindak secara aktif. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang berpusat pada guru atau pembelajaran teacher centered yang masih diterapkan di SDN 066 Halimun. Selama ini pembelajaran di sekolah dasar mengenai keterampilan proses sains siswa hanya memperhatikan aspek kognitif saja. Guru kurang melatih keterampilanketerampilan yang dimiliki siswa, sehingga siswa hanya menguasai konsep saja dalam setiap pembelajaran, sedangkan prosesnya dalam keterampilan diabaikan. Peningkatan keterampilan proses sains siswa yang belum sesuai dengan harapan dikarenakan suasana pembelajaran yang kurang efektif karena guru hanya menggunakan metode ceramah dalam setiap pembelajaran. Hal ini terjadi karena hanya guru yang aktif berbicara, guru yang menguasai aktivitas pembelajaran, sedangkan siswa hanya menjadi pendengar yang pasif. Akibatnya, keterampilan proses sains siswa tidak dapat terlihat secara optimal. Cara yang digunakan untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, menarik dan meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah dengan menggunakan metode storytelling. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rahayu (2013, hlm. 81) kegiatan bercerita bermanfaat untuk:

1. Menyalurkan ekspresi anak dalam kegiatan yang menyenangkan. 2. Mendorong aktivitas, inisiatif dan kreativitas anak agar berpartisipasi dalam kegiatan, memahami isi cerita yang dibacakan. 3. Membantu anak menghilangkan rasa rendah diri, murung, malu dan segan untuk tampil di depan teman atau orang lain. Demikian juga yang dikatakan oleh Musfiroh (dalam Rahayu, 2013, hlm. 82) bahwa manfaat dari kegiatan bercerita adalah mengasah imajinasi anak, mengembangkan kemampuan berbahasa, aspek sosial, aspek moral, kesadaran beragama, aspek emosi, semangat berpresentasi dan melatih konsentrasi anak. Menurut Rahayu (2013, hlm. 83) mengemukakan: Kegiatan bercerita memiliki sejumlah aspek yang diperlukan dalam perkembangan kejiwaan anak-anak, seperti membantu perkembangan imajinasi anak, mendorong anak untuk mencintai bahasa, memberi wadah bagi mereka untuk belajar berbagai emosi dan perasaan, seperti sedih, gembira, simpati, marah, senang, cemas, serta emosi yang lain. Adanya storytelling dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa dapat sesuai dengan standar. Menurut Dimyati (2009, hlm. 121), kelebihan Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah: 1. KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik. 2. Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif. 3. KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan sekaligus. Permasalahan di atas memberikan andil yang besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah, dan guru berperan penting bagi perkembangan siswa. Dengan demikian, suatu metode sangat diperlukan demi keberhasilan proses pembelajaran. Penggunaan metode diterapkan sebagai upaya untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan. Mengingat pentingnya penggunaan metode dalam suatu pembelajaran, dan melihat kenyataan yang ada bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode storytelling. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian 5

6 dengan judul PENGGUNAAN METODE STORYTELLING TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DI KELAS V SDN 066 HALIMUN. B. Identifikasi Masalah 1. Pada proses pelaksanaan pembelajaran cenderung kurangnya keaktifan siswa sehingga guru saja yang bertindak secara aktif. 2. Sebagian guru hanya melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah. 3. Kurang efektifnya suasana pembelajaran di dalam kelas. 4. Hasil belajar pada sains siswa kelas V jauh dari KKM yang diharapkan. C. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah a. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 066 Halimun Lingkar Selatan Lengkong Kota Bandung tahun ajaran 2018-2019. b. Metode pengajaran yang diteliti, dibatasi pada metode pembelajaran storytelling mendongeng pada subtema organ gerak hewan. c. Keterampilan proses sains yang diteliti, dibatasi pada keterampilan proses sains siswa meliputi pengamatan, komunikasi, dan menyimpulkan. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memandang bahwa yang menjadi rumusan umum dalam penelitian ini adalah: Apakah penggunaan metode storytelling dalam pembelajaran akan berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas V SDN 066 Halimun? Masalah tersebut dikemas ke dalam rumusan yang lebih khusus diantaranya adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan metode storytelling terhadap pembelajaran pada subtema organ gerak hewan pembelajaran ke 1 di kelas V SDN 066 Halimun.

7 b. Bagaimana pelaksanaan metode konvensional terhadap pembelajaran pada subtema organ gerak hewan pembelajaran ke 1 di kelas V SDN 066 Halimun. c. Bagaimana keterampilan proses sains dengan metode storytelling pada pembelajaran 1 subtema organ gerak hewan di kelas V SDN 066 Halimun. d. Adakah perbedaan keterampilan proses sains siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. D. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini diajukan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode storytelling terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa pada siswa kelas V SDN 066 Halimun. Secara khusus tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Menguji pengaruh penerapan metode storytelling dalam meningkatkan keterampilan proses sains. 2. Memberikan informasi tentang keterampilan proses sains dengan metode storytelling pada pembelajaran 1 subtema 1 organ gerak hewan kelas V SDN 066 Halimun. 3. Memberikan perbedaan peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas V SDN 066 Halimun dengan menggunakan metode storytelling dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah. E. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu: a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaharuan kurikulum di sekolah dasar yang terus berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa.

8 b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu pendidikan sekolah dasar, yaitu membuat inovasi penggunaan metode storytelling dalam peningkatan keterampilan proses sains siswa. c. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan peningkatan keterampilan proses sains siswa pada sekolah dasar serta menjadi bahan kajian lebih lanjut. 2. Manfaat dari segi kebijakan Manfaat dari segi kebijakan, memberikan arahan kebijakan untuk pengembangan pendidikan bagi siswa sekolah dasar dalam pembelajaran sains yang baik dan efektif untuk diterapkan dan diajarkan, berkaitan dengan materi dan metode yang digunakan dalam pembelajaran sains di sekolah dasar. 3. Manfaat praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut: a. Bagi penulis Dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang cara meningkatkan keterampilan proses sains siswa melalui metode storytelling. b. Bagi pendidik dan calon pendidik Dapat menambah pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang cara peningkatan keterampilan proses sains siswa khususnya melalui metode storytelling. c. Bagi siswa Siswa sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung mengenai pembelajaran secara aktif, kreatif dan menyenangkan melalui metode storytelling. Dan anak dapat tertarik mempelajari sains sehingga keterampilan proses sains siswa dapat meningkat. d. Bagi sekolah Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran serta menentukan metode dan media pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

9 4. Manfaat dari segi isu dan aksi sosial Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan pencerahan pengalaman hidup, yakni mengetahui siswa yang memiliki keterampilan proses sains negatif dan siswa yang memiliki keterampilan proses sains positif. F. Definisi Operasional Untuk menghindari ketidaksesuaian isi proposal pada penelitian dengan pemahaman penafsiran yang terdapat dalam istilah-istilah penelitian ini, maka perlunya pembatasan-pembatasan istilah dalam penelitian. Di bawah ini merupakan definisi secara operasional mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian: 1. Metode Storytelling Menurut Echols (dalam Aliyah, 2011, hal. 1) storytelling terdiri atas dua kata yaitu story berarti cerita dan telling berarti penceritaan. Penggabungan dua kata storytelling berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Selain itu, storytelling disebut juga bercerita atau mendongeng, mendongeng adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Storytelling merupakan usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, sebuah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak serta lisan. Dalam penelitian ini, storytelling dihubungkan dengan pembelajaran IPA yaitu kisah tentang kehidupan sehari-hari yang sering didengar oleh siswa akan tetapi dikemas secara sains, sehingga metode ini dapat memberikan warna yang berbeda pada proses pembelajaran khususnya pada siswa kelas tinggi sekolah dasar. 2. Keterampilan Proses Sains Indrawati (dalam Nuh 2010, hlm. 1) mengemukakan bahwa: Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi). Dalam bidang studi IPA, terdapat beberapa keterampilan salah satunya yaitu keterampilan proses sains. Dimana dalam keterampilan proses ini, siswa

10 dituntut untuk dapat beraktifitas sesuai dengan indikator yang harus dicapai. Terdapat 2 keterampilan proses yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses dasar ini meliputi, yaitu: a) Observation (pengamatan). b) Klasifying (mengklasifikasi). c) Measuring (mengukur). d) Communication (komunikasi) e) Inferensi (menyimpulkan). f) Foreseeing (meramalkan). g) Know the relationship of space and time (mengenal hubungan ruang dan waktu). h) Know the relationship of numbers (mengenal hubungan bilanganbilangan). G. Sistematika Skripsi 1. Bab I Pendahuluan a. Latar belakang masalah b. Identifikasi masalah c. Rumusan masalah d. Batasan masalah e. Tujuan penelitian f. Manfaat penelitian g. Definisi operasional h. Sistematika skripsi 2. Bab II Kajian Teori Dan Kerangka Pemikiran a. Kajian teori b. Penelitian terdahulu c. Kerangka pemikiran d. Asumsi dan hipotesis 3. Bab III Metode Penelitian a. Metode Penelitian b. Desain Penelitian c. Subjek dan Objek Penelitian

11 d. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian e. Teknik Analisis Data f. Prosedur Penelitian 4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Hasil penelitian b. Pembahasan 5. Bab V Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan b. Saran