BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

Bab 1 PENDAHULUAN. Rokok adalah salah satu permasalahan kesehatan terbesar yang dialami

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Sepanjang abad ke-20, telah terdapat 100

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Menurut Global Data on Visual Impairment 2010, WHO 2012, estimasi

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun ke tahun, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikumpulkan melalui indera penglihatan dan pendengaran.

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. beban yang luar biasa secara global pula.menurut Lawes et al., disability-adjusted life years (DALY) terkait dengan tekanan darah

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Mycobacterium tuberculosis dan bagaimana infeksi tuberkulosis (TB)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun itu terus meningkat, baik itu pada laki-laki maupun perempuan. Menurut The

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) bahwa kurang lebih 3

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN juta orang di seluruh dunia (Junaidi, 2010). Asma bronkial bukan hanya

berkas cahaya, sehingga disebut fotoreseptor. Dengan kata lain mata digunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Stroke adalah sindroma yang ditandai oleh onset. akut defisit neurologis/ gangguan fungsi otak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. 70% penduduk Indonesia (Salawati dan Amalia, 2010). Dari analisis data Susenas tahun 2001 diperoleh data umur mulai merokok kurang

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I. PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. WHO memperkirakan tiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Merokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah dianggap

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. 1. perkembangan, dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini

BAB I PENDAHULUAN. dan di setiap sudut dunia. Anak-anak menghadapi risiko paling besar untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (2000), sekitar 38 juta orang menderita kebutaan dan hampir 110 juta orang menderita penurunan penglihatan. Hal ini menunjukkan bahwa ada sekitar 150 juta orang menderita gangguan penglihatan. Tidak terdapat data mengenai insiden kebutaan yang tersedia dengan baik. Meskipun demikian, diperkirakan jumlah orang buta di seluruh dunia akan meningkat 1-2 juta orang per tahun. Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan estimasi global terbaru, yaitu 314 juta orang di dunia menderita gangguan penglihatan, 45 juta dari mereka menderita kebutaan (WHO, 2007). Berdasarkan perhitungan terakhir, katarak yang berkaitan dengan umur merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia, yaitu sekitar 18 juta orang. Diperkirakan setidaknya satu dari seribu populasi akan menderita kebutaan karena katarak setiap tahunnya di Afrika dan Asia (WHO, 2000). Dari hasil estimasi terhadap kebutaan karena katarak pada berbagai regio WHO, dapat diketahui bahwa total kebutaan karena katarak adalah 47,8%, dimana sebesar 58% terdapat di regio Asia Tenggara B (Murray et al, 2001). Hasil Survei Kesehatan Mata Nasional tahun 1993-1996 dalam Agustiawan (2006) menunjukkan bahwa 1,5% penduduk di Indonesia mengalami kebutaan dan lebih dari setengahnya (sekitar 1,5 juta) kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan angka kebutaan di Thailand (0,3%), India (0,7%), Bangladesh (1,0%), dan di Afrika Sub-Sahara (1,4%). Pertambahan buta katarak baru di Indonesia mencapai 210.000 per tahunnya, sedangkan jumlah operasi katarak hanya 70.000 per tahun. Keadaan ini menimbulkan penumpukan katarak di Indonesia. Menurut Surkesnas (2004), hasil SKRT menunjukkan 13% penduduk mengalami gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Ditinjau dari kelompok umur, persentase gangguan penglihatan dan pendengaran semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur. Prevalensi jenis gangguan

kegiatan sehari-hari yang tinggi adalah gangguan penglihatan (71%). Selain itu, hasil survei ini juga melaporkan bahwa responden, yang pernah melakukan pemeriksaan mata dalam kurun lima tahun terakhir, sebesar 11% pernah didiagnosis katarak. Menurut Depkes RI (2008), berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007, proporsi low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8% (Asia 5% - 9%), kebutaan 0,9%, dan katarak sebesar 1,8% (meningkat dari 1,2% menurut SKRT 2001). Patut diduga bahwa peningkatan jumlah kasus katarak ini berkaitan erat dengan peningkatan umur harapan hidup penduduk Indonesia pada periode 2005-2010 (69,1 tahun) dibanding periode 2000-2005 (66,2 tahun). Proporsi penduduk berumur 30 tahun keatas dengan katarak di Sumatera Utara adalah 1,5% (proporsi responden yang mengaku pernah didiagnosis katarak oleh tenaga kesehatan dalam 12 bulan terakhir) dan 11,3% (proporsi responden yang mengaku pernah didiagnosis katarak oleh tenaga kesehatan atau mempunyai gejala penglihatan berkabut dan silau dalam 12 bulan terakhir). Di Sumatera Utara dan Medan, prevalensi kebutaan dan morbiditas akibat katarak tahun 2007 sebesar 0,78% dan 7,3% (BKMM, 2007). Bertambahnya umur berhubungan dengan prevalensi terjadinya katarak. Peningkatan prevalensi yang berhubungan dengan pertambahan umur ini juga terjadi di negara berkembang. Lebih dari 20 tahun yang akan datang, populasi dunia diperkirakan akan meningkat sekitar sepertiga. Pertumbuhan ini akan lebih dominan di wilayah yang berkembang. Dalam periode yang sama, jumlah orang yang berusia lebih dari 65 tahun akan lebih meningkat ganda. Populasi yang berusia ini akan terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Jika tidak ada perubahan lain, perubahan demografik ini akan meningkatkan jumlah katarak, morbiditas penglihatan, dan kebutuhan akan operasi katarak. Pada tahun 2020, akan terjadi peningkatan jumlah orang dengan penurunan visus 3/60 atau buruk sebagai akibat dari katarak yaitu dari 20 juta orang yang ada saat ini menjadi 40 juta orang. Hal ini menyebabkan katarak menjadi masalah global yang signifikan, sehingga perlu dilakukan usaha untuk mencegah dan memperlambat terjadinya katarak (Brian & Taylor, 2001).

Katarak merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan di seluruh dunia yang dapat dicegah (WHO, 2000). Menurut Brian & Taylor (2001), meskipun banyak studi cross-sectional tentang faktor risiko katarak telah dilakukan dan hasil dari beberapa studi longitudinal telah tersedia, pemahaman tentang etiologi umur yang berhubungan dengan katarak masih belum jelas. Perkembangan terbaru tentang epidemiologi katarak telah mengidentifikasi adanya komponen genetik yang kuat. Umur secara jelas telah menunjukkan efek kumulatif dari interaksi yang kompleks antara paparan terhadap berbagai macam faktor dalam waktu yang lama yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan katarak. Beberapa dari faktor ini diketahui, sedangkan yang lainnya belum diketahui. Faktor risiko penting terjadinya katarak yang berhubungan dengan umur antara lain paparan radiasi sinar ultraviolet-b (UV-B), diabetes, penggunaan obat-obat untuk terapi seperti kortikosteroid, nikotin, dan alkohol. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko terjadinya katarak hanya dengan mengurangi paparan radiasi sinar UV-B terhadap mata dan berhenti merokok. Hampir 1 juta milyar laki-laki di dunia merokok, sekitar 35% dari mereka berada di negara maju dan 50% berada di negara berkembang. Sekitar 250 juta perempuan di dunia merupakan perokok. Sekitar 22% dari perempuan tersebut berada di negara maju dan 9% berada di negara berkembang. Jumlah perokok di dunia akan terus bertambah terutama karena terjadi pertambahan jumlah populasi. Pada tahun 2030 akan ada sekitar 2 milyar orang di dunia. Meskipun angka prevalensi ini salah, jumlah perokok akan tetap meningkat. Konsumsi tembakau telah mencapai proporsi epidemik global (Mackay & Eriksen, 2002). Indonesia adalah salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. Secara nasional, konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 berjumlah 182 milyar batang yang merupakan urutan ke-5 diantara 10 negara di dunia dengan konsumsi tertinggi pada tahun yang sama (Depkes RI, 2004). Konsumsi rokok di Indonesia meningkat 7 kali lipat selama periode 1970-2000 dari 33 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang pada tahun 2000. Antara tahun 1970 dan 1980 konsumsi meningkat sebesar 159%, yaitu dari 33 milyar batang menjadi 84 milyar batang. Antara tahun 1990 dan 2000 peningkatan jauh lebih sebesar

54% terjadi dalam konsumsi tembakau walaupun terjadi krisis ekonomi. Prevalensi merokok di kalangan dewasa meningkat ke 31,5% pada tahun 2001 dari 26,9% pada tahun 1995 (Depkes RI, 2003). Prevalensi merokok penduduk usia 15 tahun ke atas adalah 31,5 %, lebih tinggi dibandingkan tahun 1995 yang sebesar 26,9%. Prevalensi ini berbeda menurut jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, kelompok umur, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan. Prevalensi merokok dewasa (umur 15 tahun ke atas) pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi pada perempuan. Pada tahun 2001, prevalensi pada laki-laki sebesar 62,2% dan perempuan sebesar 1,3%. Penduduk yang tinggal di pedesaan mempunyai prevalensi merokok yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Prevalensi merokok di pedesaan adalah sebesar 34% dan di perkotaan sebesar 28,2%. Prevalensi merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tinggal di desa adalah sebesar 67% dan yang tinggal di kota 56,1% sedangkan prevalensi perempuan umur 15 tahun ke atas di desa 1,5% dan di kota 1,1% (Depkes, 2004). Menurut Surkesnas (2004), hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 menunjukkan bahwa perokok umur 15 tahun di Indonesia sebesar 35%, kisaran menurut provinsi terendah di Nanggroe Aceh Darussalam (24%) tertinggi di Maluku Utara (42%), persentase di atas rata-rata angka nasional meliputi 13 provinsi. Perokok laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan (63% dibanding 4,5%). Sebanyak 63% perokok yang merokok 10 batang per hari, kisaran menurut provinsi terendah di Maluku (22%) dan tertinggi di Sumatera Utara (84%). Pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan katarak. 1.2. Rumusan Masalah Prevalensi katarak yang semakin meningkat serta adanya peningkatan tingkat konsumsi rokok yang merupakan salah satu dari faktor risiko terjadinya katarak, maka penulis berkeinginan untuk mengetahui bagaimana hubungan merokok dengan katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan merokok dengan katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan merokok dengan katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 2. Untuk mengetahui gambaran usia awal merokok pada penderita katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 3. Untuk mengetahui gambaran lama merokok pada penderita katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 4. Untuk mengetahui gambaran jumlah konsumsi rokok batang per hari pada penderita katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 5. Untuk mengetahui gambaran jenis rokok pada penderita katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti Sebagai tambahan wawasan serta kesempatan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan di FK USU. 1.4.2. Bagi Pembaca Dapat menjadi sumber informasi dan kelak dapat dipergunakan dalam hal yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.