PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

Analisa Mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM PRASYARAT DAN PERANCANGAN HACCP PLAN UNTUK PROSES PRODUKSI SATE AYAM DI SALAH SATU PERUSAHAAN KATERING DI SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup manusia,

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi checklist SSOP dan GMP 4.2. Titik Kendali Kritis HACCP Plan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

Sosis ikan SNI 7755:2013

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

JURNAL SKRIPSI. Oleh : Anastasia Santi Sutedja NIM :

II. TINJAUAN PUSTAKA INDUSTRI PANGAN JASA BOGA Definisi dan Karakteristik

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS

PAPER PERUNDANG-UNDANG

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DALAM PENYELENGGARAAN WARUNG MAKAN KAMPUS

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia Menurut Pintu Masuk Bandara

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

Siomay ikan SNI 7756:2013

BAB I PENDAHULUAN. diseduh dengan teh ditambah gula dan es. Minuman es teh banyak digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Es batu merupakan air yang dibekukan dan biasanya dijadikan komponen

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. produk, teknologi, pemasaran, namun juga input yang cukup penting yaitu

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan penyedia jasa dalam bidang boga, seperti makanan siap santap baik di dalam negeri maupun di luar negeri semakin bertambah seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan. Sebagian besar masyarakat memilih untuk membeli dan mengkonsumsi makanan siap santap contohnya dari rumah makan, restoran, maupun jasa katering daripada harus membuat dan menyiapkan makanan sendiri. Kesibukan serta padatnya aktivitas masyarakat sehari-hari menjadi beberapa faktor pemilihan dalam mengkonsumsi makanan siap santap, sehingga penyedia jasa boga khususnya katering semakin marak berkembang dan semakin beragam pula variasi jenis makanan yang ditawarkan, termasuk di kota Semarang. Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Jasa Boga Indonesia (APJI), jumlah katering di Indonesia mencapai 30.000 usaha katering, hal ini berarti usaha katering semakin berkembang dan masyarakat lebih menyukai kepraktisan sehingga memanfaatkan jasa penyedia makanan siap santap (Masharyono, 2016). Masyarakat yang memilih makanan siap santap tidak hanya untuk keperluan pemenuhan energi saja. Masyarakat berharap pula asupan gizi mereka tetap terpenuhi ditengah kesibukan dan aktivitas yang dijalani, sedangkan disisi lain, makanan siap santap dari penyedia jasa boga belum tentu terjamin keamanannya. Risiko keamanan pangan dapat muncul karena pengolahannya dalam jumlah besar secara langsung, serta melibatkan banyak tenaga kerja, yang mana tidak semua dari mereka memiliki pengetahuan tentang keamanan pangan. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi, sehingga makanan siap santap yang dihasilkan belum terjamin keamanannya. Hal ini didukung oleh data BPOM (2015) yang menjelaskan bahwa, pada bulan Oktober hingga Desember 2015, tercatat sebanyak 34 insiden keracunan di Indonesia yang terdokumentasi oleh Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKERNAS), dimana sebagian besar insiden keracunan didominasi oleh keracunan pangan yaitu 26 insiden, dan 13 insiden diantaranya disebabkan oleh makanan olahan jasa boga. Data BPOM tahun 2016, sebanyak 15,25% kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2016 disebabkan oleh olahan pangan jasa boga. 1

2 Risiko keamanan pangan dapat disebabkan oleh adanya beberapa cemaran yang berbahaya, yaitu cemaran biologi (bakteri patogen, parasit, cacing, virus, kapang), kimia (residu pestisida, cemaran logam berat), fisika (serpihan kaca, potongan kayu, tanah dll), atau cemaran lain yang dapat membahayakan dan merugikan kesehatan. Cemaran biologis merupakan salah satu penyebab keracunan makanan yang berbahaya dapat mengakibatkan penyakit. Beberapa cemaran biologis, khususnya bakteri patogen dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya foodborne disease, yaitu penyakit yang ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri patogen. Jenis makanan yang berpotensi mudah terkontaminasi khususnya oleh cemaran biologi antara lain daging, unggas, produk olahan susu, telur, produk laut, nasi matang, buah potong (Kusumaningsih, 2010). Penelitian ini memilih salah satu bentuk olahan daging, karena daging merupakan salah satu bahan pangan yang mudah terkontaminasi khususnya oleh cemaran biologi. Daging merupakan salah satu bahan pangan yang berasal dari ternak dan memiliki kandungan protein yang tinggi, memiliki kadar air berkisar 65% - 80%, serta memiliki ph berkisar antara 5,46-6,29 hal ini merupakan kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba (Dalilah, 2006). Kontaminasi mikroba dapat terjadi ketika hewan ternak masih hidup hingga daging ternak diambil, sehingga pengolahan daging menjadi beberapa produk diperlukan agar dapat mengurangi kontaminasi mikroba, serta untuk meningkatkan daya tahan produk tersebut (Isyana, 2012). Setiap tahapan proses pengolahan galantin, mulai dari penanganan bahan baku, pencucian bahan maupun peralatan, penggunaan peralatan, waktu dan suhu pemasakan saus, sayuran maupun galantin, hingga makanan matang mengalami waktu tunggu (holding time), dapat berpotensi terjadinya kontaminasi terlebih jika belum menerapkan cara pengolahan pangan yang baik. Peluang terjadinya kontaminasi juga dapat terjadi akibat produksi dalam jumlah besar dan melibatkan banyak tenaga kerja. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan serta pengendalian pada setiap proses pengolahan melalui tindakan pencegahan yang efektif dalam mengolah makanan sehingga diharapkan risiko kontaminasi dapat diminimalkan. Pencegahan dapat dilakukan melalui cara penanganan yang baik selama proses produksi berlangsung merupakan salah satu bagian dari sistem jaminan keamanan pangan.

3 Penerapan sistem pengolahan yang baik tersebut dilakukan melalui cara mengimplementasikan Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP), yang termasuk didalamnya ialah kondisi bangunan atau area produksi, proses produksi, serta sanitasi pekerja dan peralatan. Penerapan sistem GMP serta SSOP tersebut akan dapat memberi kemudahan dalam menerapkan sistem Good Hygiene Practices (GHP), sistem GHP ini yang lebih mengutamakan pada sanitasi dan higienitas lingkungan dan pekerja selama produksi. Penerapan dan pengimplementasian GMP dan SSOP juga merupakan awal dari penerapan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), dimana HACCP memiliki sistem manajemen yang digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, fisik, dan kimia. Pelaksanaan sistem HACCP ini dapat dikatakan sebagai salah satu cara untuk mencegah bahaya yang diperkirakan dapat terjadi (Rauf, 2013). Penerapan sistem HACCP pada menu galantin daging sapi dapat menjadi upaya yang efektif dalam meminimalkan potensi bahaya baik pada bahan baku maupun proses produksi, sehingga dapat meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan. 1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Industri Jasa Boga Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI no.1096/menkes/per/vi/2011, jasa boga merupakan istilah secara umum bagi perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengolahan makanan, dimana penyajiannya di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Beberapa yang termasuk industri jasa boga ialah rumah makan, restoran, dan katering. Industri jasa boga termasuk usaha penjualan makanan siap konsumsi yang disediakan melalui pesanan untuk perayaan, pesta, seminar, rapat, dan sejenisnya. Secara umum, makanan jadi yang telah dipesan diantar ke tempat pesta, seminar, rapat, dan sejenisnya, termasuk pramusaji yang nantinya akan membantu pada saat makanan tersebut disajikan. Jumlah penyedia jasa boga khususnya katering yang semakin bertambah dapat terjadi karena kebutuhan konsumen dengan jadwal padat akan makanan siap santap. Makanan siap santap yang disediakan oleh katering sebenarnya memiliki risiko keamanan pangan. Risiko keamanan pangan ini dapat muncul apabila tidak dilakukan

4 penanganan serta pengolahan yang baik, banyaknya pekerja yang terlibat dalam mengolah pangan, dan pengolahan makanan yang dilakukan dalam jumlah besar (Handayani, 2012). Hal tersebut terbukti dari data BPOM (2015) yang menjelaskan bahwa, pada bulan Oktober hingga Desember 2015, tercatat sebanyak 34 insiden keracunan di Indonesia yang terdokumentasi oleh Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKERNAS), dimana sebagian besar insiden keracunan didominasi oleh keracunan pangan yaitu 26 insiden, dan 13 insiden diantaranya disebabkan oleh makanan olahan jasa boga. Berdasarkan data yang sama, pada bulan April hingga Juni 2015, terdapat sebanyak 15 insiden keracunan pangan di Indonesia akibat olahan jasa boga dengan jumlah korban 526 orang, dan 1 orang meninggal dunia. Data BPOM tahun 2016, sebanyak 15,25% kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2016 disebabkan oleh olahan pangan jasa boga. Data-data keracunan yang disebabkan oleh makanan tersebut, menunjukkan bahwa permasalahan keamanan pangan dan mutu menjadi sangat penting dan memerlukan pengendalian serta pengawasan khusus. Dalam ketetapan peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan RI no.1096/menkes/per/vi/2011 tertulis bahwa, yang dimaksut dengan proses pengolahan makanan ialah seluruh kegiatan atau aktivitas termasuk didalamnya penerimaan bahan baku mentah atau makanan setengah jadi, pembuatan, perubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan, serta penyajian. Seluruh kegiatan yang dilakukan industri jasa boga dalam menyediakan makanan siap santap inilah yang menjadi faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penyakit yang ditularkan melalui makanan, apabila dalam pengolahannya tidak dilakukan penanganan yang baik. Berdasarkan kasus kejadian keracunan makanan (foodborne outbreaks) tersebut, dapat dikatakan bahwa di Indonesia tidak sedikit usaha jasa boga yang menjadi penyebab terjadinya keracunan makanan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2012), menjelaskan bahwa beberapa contoh yang menjadi penyebab keracunan dari pangan katering di Indonesia yaitu penggunaan bahan mentah yang sebelumnya telah terkontaminasi mikroba, makanan dibiarkan cukup lama sebelum dikonsumsi, serta proses pemanasan kembali yang tidak cukup, peralatan yang terkontaminasi, kurangnya kesadaran penerapan personal hygiene pada pekerja. Handayani (2012) menjelaskan bahwa, seringkali katering mengolah makanan pada malam hari serta baru dihidangkan

5 untuk makan siang pada hari berikutnya, sedangkan proses pemanasan kembali mungkin tidak cukup karena terlalu besarnya kuantitas makanan yang disiapkan. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Centers for Disease Control and Prevention tahun 1998-2002, menunjukkan bahwa penyebab sepertiga dari kasus foodborne outbreaks yang terjadi di Amerika Serikat didominasi oleh adanya kontaminasi silang serta kontaminasi selama proses produksi makanan (Griffith et al., 2010). Beberapa kasus foodborne outbreaks yang terjadi diakibatkan dari kurangnya kesadaran penerapan keamanan pangan pada pengolahan makanan khususnya oleh industri jasa boga. 1.2.2. Hubungan Antara Higienitas, Sanitasi, Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dengan Penjaminan Mutu Katering Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1096/menkes/per/vi/2011, higienitas sanitasi merupakan suatu upaya yang memiliki tujuan untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat serta peralatan supaya aman dan layak dikonsumsi. Teori tersebut sesuai dengan Departemen Kesehatan (2000), yang menjelaskan bahwa sanitasi makanan ialah suatu tindakan atau usaha pencegahan yang harus dilakukan agar makanan terbebas dari potensi bahaya (hazard) yang dapat menyebabkan penyakit, dimana potensi bahaya tersebut dapat ditemukan mulai dari sebelum makanan tersebut diproduksi, selama proses produksi berlangsung, selama penyimpanan, selama pengangkutan/ pendistribusian, hingga makanan tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Dalam hal ini, hygiene lebih berfokus pada orang/pekerja, contohnya pakaian atau seragam pekerja yang digunakan selama melakukan kegiatan produksi, perilaku atau tingkah laku pekerja selama melakukan kegiatan produski, sedangkan sanitasi lebih berfokus pada fasilitas, peralatan yang digunakan selama proses produksi mulai dari pemilihan bahan makanan hingga makanan tersebut sampai pada konsumen, serta faktor lingkungan selama proses produksi berlangsung Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1096/menkes/per/vi/2011.

6 Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00/05.1.2569 Tahun 2004, menjelaskan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman serta layak untuk dikonsumsi dengan cara mengurangi potensi hazard dan resiko kontaminasi. Peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman atau acuan bagi industri pangan termasuk industri jasa boga dan katering, agar dapat selalu menjaga kualitas atau mutu selama mengolah makanan dengan cara menerapkan pengolahan pangan yang baik, sehingga diharapkan kualitas makanan terjaga hingga sampai ke tangan konsumen dan aman dikonsumsi. Cara produksi pangan yang baik dilihat dari segi lokasi dan lingkungan produksi termasuk bangunan serta fasilitas katering, peralatan produksi, sarana penyediaan air, fasilitas serta kegiatan hygiene dan sanitasi, kesehatan serta hygiene karyawan, pengendalian proses, pelatihan karyawan, penyimpanan. Gambar 1. Food Safety Management System Sumber : Manual book BSI (2014) Penerapan sanitasi, higienitas, serta cara pengolahan pangan yang baik merupakan beberapa komponen program persyaratan kelayakan dasar (prerequisite programs) untuk memudahkan pengimplementasian sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) (Handayani, 2012). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran bahwa hazard dapat timbul pada berbagai tahap produksi, dari bahan baku dipersiapkan hingga akhir produksi, pendistribusian, dan disajikan (Rauf, 2013). Sistem HACCP merupakan sistem yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan tindakan

7 pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman dan layak dikonsumsi (Handayani, 2012). Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan atau menurunkan risiko bahaya hingga ke batas yang aman, melalui penerapan program prasyarat dasar pendukung sistem HACCP, seperti Good Manufacturing Practices (GMP), Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP). Berdasarkan penelitian Rina (2008), sistem manajemen mutu dan keamanan pangan HACCP pada industri jasa boga dapat diterapkan secara efektif dan terpadu karena proses pengendalian yang dilakukan dapat sejalan melalui standar yang bersifat dapat diterima (acceptable), dapat diterapkan (applicable) dan disesuaikan pada kondisi serta kebutuhan dilapangan. Penerapan kebijakan serta melakukan verifikasi dan dokumentasi dari data penerapan program tersebut dapat dilakukan untuk melakukan validasi bahwa sistem tersebut efektif dan aman dalam meminimalkan risiko keamanan pangan. Sehingga industri pangan siap untuk mengintregasi Food Safety Management System (FSMS) dengan aspek lain dari sistem manajemen bisnis yang lengkap sesuai kebutuhan konsumen serta sertifikasi yang diinginkan dengan mengajukan permohonan, seperti BRC, FSSC 22000, IFS, dan berbagai standar sertifikasi lainnya (Manualbook BSI, 2014). 1.2.3. Galantin Daging Sapi Salah satu produk olahan daging sapi ialah galantin. Galantin merupakan makanan yang terbuat dari daging sapi, ikan, atau daging ayam yang telah digiling dan ditambah bumbu, dalam pembuatan galantin dibungkus dengan kain atau plastik bersih dan diikat dengan benang di bagian ujung, sehingga bagian tengah berbentuk silinder (Prihastuti et al., 2008). Menurut penelitian Saptariana (2012) menjelaskan bahwa, galantin adalah makanan siap saji yang merupakan modifikasi dari produk daging giling yang terbuat dari daging ayam, daging sapi atau ikan. Bentuk dari galantin ini biasanya berbentuk bulat dan rasanya gurih. Karena bahan pokok pembuatan galantin berasal dari daging, maka kandungan gizi dari galantin juga mengandung protein dan lemak. Berdasarkan penelitian Bontong et al. (2012), menjelaskan bahwa kemungkinan terbesar daging sapi mengalami kontaminasi yaitu ketika berada di rumah pemotongan hewan, ketika daging kontak langsung pada permukaan yang tidak higienis, melalui pekerja, udara, perjalanan daging mulai dari pelayuan, pembekuan, pengiriman, pengemasan, penjualan dan penanganan pada waktu pengolahan. Menurut teori Osimani et al. (2015), pada industri

8 jaga boga dalam mengolah berbagai makanan khususnya produk daging seharusnya mendapatkan perhatian khusus terutama pada suhu dan waktu pemasakan, apabila tidak dilakukan pengolahan yang benar maka dapat memunculkan mikroba patogen. Berdasarkan penelitian Djaafar & Rahayu (2007), mikroba patogen yang biasa berpotensi mencemari daging sapi adalah Escherichia coli, Salmonella, dan Staphylococcus sp. Mikroba patogen tersebut dapat berasal dari peternakan dan rumah pemotongan hewan dengan lingkungan yang tidak higienis. Menu galantin di katering A terdiri dari sayuran pelengkap dan saus galantin, sayuran yang digunakan yaitu buncis, wortel, dan kentang. Berdasarkan penelitian Djaafar & Rahayu (2007), cemaran mikroba pada sayuran dapat berasal dari air irigasi yang tercemar oleh mikroba seperti Shigella sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae. Cemaran mikroba tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui proses pemasakan yang baik dan benar, kecuali bakteri pembentuk spora. Risiko keamanan saus galantin juga dapat berasal dari jumlah pemasakan yang besar, hygiene dan sanitasi selama proses produksi, serta kontaminasi silang dari peralatan yang digunakan. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi penerapan sanitasi dan higienitas dari pengolahan galantin daging sapi di katering A, serta melakukan menetapkan titik kendali kritis dan tindakan pencegahan yang bertujuan untuk meminimalkan potensi bahaya yang dapat mengkontaminasi melalui metode 7 prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point).