BAB I PENDAHULUAN. yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada. dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAGING BEKICOT (ACHATINA FULICA) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN SIFAT SENSORIK KUE BOLU KUKUS

INDAH KUMALASARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya. jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. semua lapisan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia kaya akan sumber daya alam, termasuk di dalamnya kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat tanaman pisang, hal ini dikarenakan tanaman cepat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP) adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Kerupuk bertekstur garing dan

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi

I. PENDAHULUAN. Budaya mengkonsumsi daging sudah menyebar di sebagian besar. masyarakat dunia. Kalau tidak ada daging mungkin dirasa kurang lengkap

I. PENDAHULUAN. alternatif (Suryana dan Purwoto, 1996). dan serat. Bentuk buah sukun padat dan sering disebut sebagai Bread fruit.

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. kandungan protein yang tinggi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi yang utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro pada umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro (Notoatmojo, 2003). Kurang Energi protein (KEP) atau Kurang Kalori Protein (KKP) merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih menjadi problema khusus di Indonesia atau di negara berkembang lainnya. Angka kejadian tertinggi biasanya terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Bila terjadi pada usia anak maka mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak (Perretta, 2005). Kekurangan protein yang menjadi salah satu penyebab buruknya status gizi di Indonesia, hingga saat ini menjadi masalah yang cukup merisaukan. Sebagai contoh di Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk paling banyak di Indonesia, dengan jumlah balita di tahun 2005 sekitar 3,73 juta, sebanyak 0,7 persen atau 25.735 balita memiliki status gizi buruk (Dinkes Jawa Barat, 2006). Kondisi di Jawa Tengah, dari 2,86 juta balita yang berstatus gizi buruk sekitar 0,8 persen. 1

Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah merupakan hal baru. Tetapi masalah ini tetap aktual terutama di negara negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, karena akan mempunyai dampak yang sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada suatu jenis bahan makanan. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang beranekaragam sesuai hasil pertanian yang ada dan juga dapat memenuhi kebutuhan zat gizi manusia (Soenardi, 2002). Bekicot (Achatina fulica) merupakan salah satu alternatif sumber pangan yang memiliki kandungan protein tinggi. Kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram daging bekicot meliputi protein 12 gram, lemak 1%, hidrat arang 2%, kalsium 237 mg, fosfor 78 mg, zat besi 1,7 mg serta vitamin B komplek terutama vitamin B2. Selain itu kandungan asam amino daging bekicot juga cukup tinggi. Dalam 100 gram daging bekicot kering antara lain terdiri atas leusin 4,62 gram, lisin 4,35 gram, arginin 4,88 gram, asam aspartat 5,98 gram dan asam glutamat 8,16 gram (Santoso, 1989). Untuk memenuhi kebutuhan makanan berprotein hewani tidak hanya didapat dari lauk hewani yang biasa dikonsumsi seperti daging sapi, daging ayam dan telur tetapi bisa dengan pemanfaatan daging bekicot. Masalahnya banyak masyarakat yang tidak bisa mengkonsumsi daging bekicot sebagai lauk hewani sehingga salah satu alternatif yang 2

dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan daging bekicot untuk produk pangan seperti penambahan tepung daging bekicot pada pembuatan mie basah. Mie merupakan produk pangan terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk khas dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi dan biasanya dalam pemasakan mie dilakukan penambahan lauk hewani untuk meningkatkan nilai gizi protein pada mie. Masyarakat dewasa ini banyak mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Mie merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak anak sampai orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mengenyangkan. Harganya yang relatif murah, menyebabkan produk ini dapat dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mie, yaitu mie mentah, mie basah, mie kering dan mie instan. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah tahap pencetakan mie. Pengolahan mie basah dapat dilakukan dengan pencampuran tepung terigu dan tepung lainnya. Penambahan tepung daging bekicot pada pembuatan mie basah dapat membantu meningkatkan nilai gizi mie tersebut. Peningkatan potensi nilai gizi pada produk olahan dapat diketahui dengan melakukan analisis komposisi proksimat. Analisis proksimat adalah analisis yang menggolongkan komponen yang ada dalam bahan pangan berdasarkan 3

komposisi kimia dan fungsinya, yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar, dan karbohidrat. Kualitas mie basah, baik mutu organoleptik, sifat fisik, maupun daya awetnya dapat bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan dan penggunaan bahan tambahan (Rustandi, 2011). Mutu atau daya terima mie dapat ditentukan dari warna, tekstur, rasa, aroma khas bahan baku yang digunakan. Menurut Tokoyawa dkk (1989) dalam Munarso (2009) tekstur merupakan karakter yang paling penting dalam mutu dan penerimaan mie. Pada umumnya mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie berwarna kuning, tekstur agak kenyal dan tidak mudah putus. Bentuk khas mie berupa pilinan panjang yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lentur serta direbus tidak banyak padatan yang hilang (Setianingrum dan Marsono 1999). Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan tepung daging bekicot (Achatina fulica) pada pembuatan mie basah terhadap komposisi proksimat dan daya terima. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana pengaruh penambahan tepung daging bekicot (Achatina fulica) dalam pembuatan mie basah terhadap komposisi proksimat dan daya terima. 4

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengkaji pengaruh penambahan tepung daging bekicot (Achatina fulica) dalam pembuatan mie basah terhadap komposisi proksimat dan daya terima. 2. Tujuan khusus a. Mengukur dan Menganalisis komposisi proksimat mie basah dengan penambahan tepung daging bekicot. b. Mengukur dan Menganalisis daya terima mie basah. D. Manfaat 1. Bagi Peneliti Dapat memberikan tambahan wawasan atau informasi, pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam pembuatan mie basah dengan penambahan tepung terigu dan tepung daging bekicot. 2. Bagi Masyarakat a. Menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang penganekaragaman pangan melalui pemanfaatan daging bekicot sebagai pembuatan mie basah. b. Memperluas pemanfaatan daging bekicot sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber pangan bergizi tinggi. 5