pemerintah. Karena pada hakikatnya perluasan usaha memang membutuhkan pembiayaan dana dan peralatan modal. Kebutuhan akan elektronik dan furnitur menj

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa banyak di. sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa.

2 tersebut dapat dipakai dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau dapat dimiliki oleh pembeli. Pengelolah pusat perbelanjaan menawarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sosialisasi yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan. Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

KAJIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BUSSAN AUTO FINANCE SURAKARTA. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

DENY TATAK SETIAJI C

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

I. PENDAHULUAN. Jenis surat berharga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Transkripsi:

wanprestasi dan pelaksanaan pembiayaan tersebut belum berjalan secara optimal dan belum dapat memberikan rasa keadilan bagi PT. Columbus Yogyakarta sebagai pihak lembaga pembiayaan. Keppres No 61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan yang kemudian ditindak lanjuti dengan keputusan menteri keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan keputusan menteri keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang perusahaan pembiayaan dalam hal terjadinya wanprestasi, namun dalam pelaksanaan pembiayaan tersebut dirasakan banyak terjadi permasalahan yang muncul. Pihak PT. Columbus Yogyakarta dapat melakukan upaya hukum baik secara langsung dengan teguran disertai penarikan yang menjadi obyek kredit dari pihak debitur tanpa harus melalui jalur pengadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam suatu masyarakat terlihat pada perkembangan lembaga yang ada dalam masyarakat tersebut, baik bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan Pembangunan Nasional, peran serta pihak swasta dalam pembangunan akan semakin ditingkatkan pula. Keadaan tersebut baik langsung maupun tidak langsung akan menuntut lebih aktifnya kegiatan dibidang pembiayaan. Berbagai upaya dalam menghimpun dana masyarakat telah dilakukan melalui penetapan kebijaksanaan

pemerintah. Karena pada hakikatnya perluasan usaha memang membutuhkan pembiayaan dana dan peralatan modal. Kebutuhan akan elektronik dan furnitur menjadi bagian terpenting dari kehidupan masyarakat dewasa ini sebagai pendukung kenyamanan hidup sehari-hari. Tingginya tingkat gaya hidup pada masyarakat membuat kebutuhan akan elektronik dan furnitur sebagai pendukung kenyamanan hidup menjadi prioritas yang utama. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut masyarakat tidak semuanya dapat memenuhinya dengan tunai. Oleh karena itu banyak perusahaan yang tumbuh dalam era sekarang ini berbentuk lembaga pembiayaan non bank. Lembaga pembiayaan menawarkan kepada masyarakat untuk memperoleh kebutuhan kenyamanan hidup berupa elektronik dan furnitur dengan cara serta persyaratan yang mudah dan terjangkau oleh lapisan masyarakat. PT. Columbus sebagai lembaga pembiayaan elektronik berdiri sejak awal Tahun 2002 di kota Palembang dan berkembang pesat dan membuka cabang di tahun 2004 di daerah istimewa yogtakarta. dan pada dasarnya PT. Columbus adalah sebagai lembaga pembiayaan konsumen, berbidang segala merek elektronik dan segala merek furniture yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum pada saat zaman moderen ini. Pada dasarnya PT. Columbus membutuhkan pembayaran baik secara tunai atau pun secara kredit. Adapun barang yang ditawar oleh PT. Columbus sebagai berikut : tv, lemari es, handphone, laptop, barang-barang furniture lemari pakaiaan, spring bed dan lainnya. Baik secara tunai maupun kredit.dengan harga yang sangat relatif.

PT. Columbus dalam menjalakan usahanya dengan melakukan perjanjian pembiayaan dan bisa juga melakukan perjanjian sewa beli. Apabila dalam melakukan perjanjian pembiayaan PT. Columbus dalam penyedian akan barang-barang permintaan konsumen, bekerjasama dengan perusahaan lain sebagai penyedia barang. Apabila dalam melakukan perjanjian sewa beli obyek barang tersebut milik PT. Columbus sendiri. Penulis dalam skripsi ini membatasi pada perjaajian pembiayaan artinya PT. Columbus sebagai lembaga yang membiayai konsumen untuk mempermudah miliki barang tersebut, yang merupakan perjanjian kredit. Dalam mengajukan kredit ada yang menggunakan jaminan bagi penduduk yang tidak beralamat atau tidak sesuai dengan KTP setempat. apabila menggunakan alamat setempat dan sesuai KTP setempat tidak menggunakan suatu jaminan. Adapun jaminan tersebut bagi yang menggajukan kredit adalah ijasah pendidikan terakhir dan memenuhi ketentuan yang berlaku pada PT. Columbus. Dalam melakukan pembayaran dapat diangsur sesuai perjanjian, mulai dari 4x angsuran hingga 15x angsuran. ada yang menggunakan uang muka dan ada juga yang tidak menggunakan uang muka. Bagi barang yang menggunakan uang muka seperti laptop atau funitur yang harga nya diatas 5 juta uang muka yang harus dibayar 30% dari harga kontan. Dalam setiap melakukan kredit banyak konsumen yang tidak melakukan pembayaran sesuai perjanjian yang telah disepakati atau tidak memenuhi prestasi atau terjadinya tunggakan rata-rata dalam satu bulan

terdapat tunggakan pembayaran lebih dari 5 konsumen dalam penjualan ratarata satu bulan sekitar 450 konsumen. Dalam hal konsumen telat membayar angsuran, PT Columbus menggunakan aturan Perjanjian Pembayaran Angsuran (PPA) dimana adapun denda dalam setiap tunggakan pembayaran sebesar Rp 100 + 0,5% perhari dikalikan sebesar jumlah angsuran perbulan. 1 Dalam perjanjian pembiayaan yang dilakukan oleh pihak PT Columbus terkadang berjalan tidak seperti yang diharapkan, dimana dalam pelaksanaannya sering terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang meminta dibiayai. Dalam hal melakukan perjanjian pembiayaan terdapat pihak PT. Columbus dan pihak konsumen yang saling melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing yaitu: 1. PT. Columbus, sebagai pihak yang memberikan pembiayaan dalam perjanjian pembiayaan. 2. Konsumen yaitu pihak yang dibiayai dalam perjanjian pembiayaan. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang paling penting adalah mencerminkan inti perjanjian, agar jelas peraturan mana yang berlaku bagi perjanjian yang bersangkutan. Dengan demikian hal dan kewajiban para pihak akan jelas dan tidak akan memberikan peluang atau kesempatan bagi hakim yang akan mengadili perselisihan tentang perjanjian untuk memberikan 1 Bapak Burhan. Pimpinan Pt Columbus (pra riset)

interprestasi lain atau melaksanakan perjanjian itu lain dari yang dimaksudkan oleh para pihak. Seperti perjanjian pada umumnya, dalam keadaan normal perjanjian pembiayaan yang dilakukan antara PT. Columbus (pihak yang memiliki barang yang menjadi obyek perjanjian pembiayaan) dan konsumen (pihak yang memakai barang yang dibiayai) diharapkan berjalan tanpa adanya suatu permasalahan. Tetapi pada kenyataannya kemudian timbul adanya permasalahan sehingga yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari perjanjian yang telah dilakukan antara PT. Columbus selaku pihak pembiayaan dengan pihak konsumen, terjadi keterlambatan pembayaran yang merupakan wujud wanprestasi dari pihak konsumen sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pembiayaan dalam hal ini PT. Columbus. Perjanjian merupakan hal yang penting karena dapat menimbulkan akibat hukum yaitu adanya hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Oleh sebab itu maka perjanjian tidak dapat dilepaskan dari jangkauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat dengan KUH Perdata) Khususnya Buku III KUH Perdata. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah tersebut di atas maka timbul permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah terjadinya wanprestasi dalam Perjanjiaan Pembiayaan Pada PT. Columbus Yogyakarta?

2. Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan PT. Columbus dalam hal Konsumen melakukan wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan? C. Tujuaan Penelitian Penelitian skripsi Perjanjian Pembiayaan Pada PT Columbus Yogyakarta yang dilakukan oleh penulis bertujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui terjadinya wanprestasi dalam Perjanjiaan Pembiayaan Pada PT. Columbus Yogyakarta 2. Untuk mengetahui upaya hukum apakah yang dapat dilakukan PT. Columbus dalam hal Konsumen melakukan wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan? D. Tinjauan Pustaka 1. Perjanjian pada umumnya Pengertian perjanjian Menurut Abdul Kadir Muhammad mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian didefinisikan sebagai hubungan hukum karena di dalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu perbuatan penawaran (offer, aanbod) dan perbuatan penerimaan (acceptance, aanvaarding). 2 2 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 103.

Perjanjian yang diatur pada Pasal 1313 KUHPerdata yang dimaksud dengan perjanjian yaitu suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari pengertian tersebut yang dimaksud dengan beli sewa adalah suatu perjanjian timbal balik saling mempunyai kewajiban pokok yaitu dimana pihak kreditur mengikat diri dan berjanji menyerahkan hak milik atas suatu barang atau benda, sedangkan pihak debitur mengikat diri untuk membayar harga yang disepakati dengan cara angsuran, setelah angsuran terakhir lunas hak milik atas benda baru beralih kepada debitur. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal atau prestasi. Dengan demikian, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 3 Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah suatu perjanjian yang menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) adalah sama artinya. Dengan demikian perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Sedangkan 3 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1996, hlm.1

perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi ada sumbersumber lain yang melahirkan perikatan, yaitu tercakup dengan nama Undang- Undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang. Suatu perjanjian akan dikatakan sah apabila memenuhi syarat sah suatu perjanjian, hal ini sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata mengatur bahwa perjanjian akan sah apabila memenuhi 4 syarat tertentu, sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Yaitu adanya pihak-pihak yang membuat perjanjian dan atau kesepakatan. Dimana kesepakatan adalah persetujuan secara bebas dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Kehendak satu pihak haruslah juga kehendak pihak yang lain. Kesepakatan harus diberikan dalam keadaan sadar, bebas dan bertanggung jawab. Tiga hal yang dapat menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan secara bebas, yaitu paksaan, khilaf, dan penipuan. a. Paksaan dapat berupa paksaan fisik maupun psikis. Paksaan psikis sudah terjadi apabila ada ancaman menakuti-nakuti. Ancaman yang dimaksud disini adalah ancaman yang melawan hukum. Apabila tidak melawan hukum, seperti ancaman gugatan atas kelalaian, maka tidak dapat dikatakan paksaan; b. Kekhilafan terjadi apabila pihak yang membuat perjanjian (salah satu atau keduanya) keliru mengenai sifat, harga, dan jenis objek yang diperjanjikan. Kekeliruan disini haruslah yang tidak diduga dan disadari

serta adanya kencenderungan siapapun yang memberi persetujuan akan berada dalam kekeliruan. Atas hal ini dapat dimintakan pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat; c. Penipuan terjadi apabila salah satu pihak memberikan informasi yang tidak benar mengenai subjek maupun objek yang diperjanjikan dengan tujuan untuk mempengaruhi pihak lainnya untuk memberikan persetujuan. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Yaitu adanya kemampuan untuk membuat suatu perjanjian, maksud dari kemampuan adalah memiliki pengetahuan dan kehendak terhadap hal yang diperjanjikan serta dianggap mampu mempertanggungjawabkan apa yang diperjanjikannya. Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan berakal sehat mampu mengetahui dan menghendaki apa yang diperjanjikan. Pihak-pihak yang dianggap tidak mempunyai kemampuan dalam perjanjian menurut pasal 1330 KUHPerdata adalah : a. Anak yang belum dewasa; b. Orang-orang yang di bawah pengampuan, yaitu orang yang tidak sehat akalnya, pemboros, orang yang lemah ingatannya. 3. Suatu hal tertentu Yaitu dalam suatu perjanjian harus adanya suatu objek perjanjian yaitu yang bisa berwujud berupa barang, benda bergerak dan jasa. Dalam setiap perjanjian ada dua macam subjek, yaitu ke-1 seorang manusia atau

suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Bahasa Belanda memakai kata-kata schuldenar atau debitur dan scheldeier atau credteut. Dalam bahasa Indonesia kiranya dapat dipakai perkataanperkataan pihak berwajib dan pihak berhak. 4 Subjek yang berupa seorang manusia, harus memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus dewasa. Sehat pikirannya dan tidak dalam larangan atau diperbatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah. 4. Suatu sebab yang halal (klausa) Yaitu isi perjanjian merupakan gambaran maksud dan tujuan dari isi perjanjian yang akan dicapai. Isi perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan. 2. Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dalam hal pembiayaan dana selain melalui sistem perbankan dan lembaga keuangan non bank, kita juga mengenal sistem pembiayaan alternatif lain, yaitu pembiayaan konsumen. Kegiatan pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit dan sebagainya. Hal ini dapat dipahami, mengingat tidak sedikit perusahaan yang mendapat kesulitan dalam memperoleh 4 Ibid, hlm. 12.

sumber keuangan untuk mendapat capital equipment (alat modal) maupun sumber keuangan tersebut tersedia. Lembaga pembiyaan di Indonesia yang statusnya sebagai lembaga keuangan non bank, mempunyai harapan untuk berkembang. Adapun faktorfaktor yang menyebabkan lembaga pembiayaan ini nampak semakin populer yaitu dengan semakin berkembangnya industri dari perdagangan di Indonesia. Di samping itu, besarnya biaya yang diberikan kepada konsumen relatif kecil, mengingat barang yang dibidik untuk dibiayai secara pembiayaan konsumen adalah barang-barang keperluan konsumen yang akan dipakai oleh konsumen untuk keperluan hidupnya. Misalnya barang-barang keperluan rumah tangga seperti televisi, lemari es, mobil, dan sebagainya. 5 Seperti juga terhadap kegiatan lembaga pembiayaan lainnya, maka pembiayaan konsumen ini mendapat dasar dan momentumnya dengan dikeluarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan. Di mana ditenukan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut Pembiayaan Konsumen. 6 5 Munir Fuady, SH., MH., LLM, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,hlm. 161 6 Ibid, hlm. 165

Dalam hal melakukan perjanjian pembiayaan terdapat pihak-pihak yang saling melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Pihak-pihak tersebut yaitu: 1. Kreditur yaitu pihak yang memberi biaya dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan. 2. Debitur yaitu pihak yang dibiayai dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan. 3. Supplier yaitu pihak penjual barang yang dibutuhkan oleh debitur. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang paling penting adalah mencerminkan inti perjanjian, agar jelas peraturan mana yang berlaku bagi perjanjian yang bersangkutan. Dengan demikian hal dan kewajiban para pihak akan jelas dan tidak akan memberikan peluang atau kesempatan bagi hakim yang akan mengadili perselisihan tentang perjanjian untuk memberikan interprestasi lain atau melaksanakan perjanjian itu lain dari yang dimaksudkan oleh para pihak. Definisi dari perjanjian terdapat di dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih. Dalam Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan dua kelompok perjanjian, yaitu perjanjian yang (oleh Undang-Undang) diberikan suatu nama khusus, disebut sebagai perjanjian bernama (benoemde atau nominaatcontracten), dan perjanjian dalam Undang-Undang tidak dikenal

dengan suatu nama tertentu, yang biasa kita sebut dengan perjanjian tidak bernama (onbemoemide atau innominaatcontracten). 7 Yang dimaksud dengan perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama adalah: 8 1. Perjajian bernama atau disebut juga Benoemde atau Nominaatcontracten, yaitu perjanjian-perjanjian yang diberikan nama dan pengaturan secara khusus dalam Title V sampai dengan Title XIX Buku III Kuh. Perdata, dan secara umum berlaku ketentuan dalam Bab I, II, IV Buku III KUH Perdata. 2. Perjanjian Tidak Bernama atau disebut juga dengan Onbenoemde atau Innominaatcontracten, yaitu perjanjian-perjanjian yang belum mendapat pengaturan secara khusus dalam Undang-Undang, namun secara umum tetap berlaku ketentuan Bab I, II, IV, Buku III KUHP Perdata. Perjanjian Jenis Baru termasuk dalam perjanjian tidak bernama sehingga tidak diatur di dalam KUH. Perdata, maka pengaturannya lebih cenderung menggunakan Lex spesialls yaitu peraturan khusus yang mengatur tentang Perjanjian Jenis Baru. Dasar hukum yang digunakan dalam perjanjian pembiayaan ini dapat dibilah-bilah adalah dasar hukum substantif dan dasar hukum administratif. Dimana dasar hukum subtantif adalah perjanjian di antara para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Yaitu perjanjian antara pihak 7 J. Satrio, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 115 8 Ibid, hlm. 117

perusahan finansial sebagai kreditur dan pihak konsumen sebagai debitur. Sejauh yang tidak bertentangan dengan prinsip-prisip hukum yang berlaku, maka perjanjian seperti itu sah dan mengikat secara penuh. Hal ini dilandasi pada ketentuan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya. Dasar Hukum Administratif dimana dikeluarkannya Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan. Di mana ditentukan bahwa salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan tersebut adalah menyalurkan dana dengan sistem yang disebut Pembiayaan Konsumen. 9 3. Wanprestasi Dalam Pembiayaan Konsumen Dalam perjanjian pembiayaan pihak-pihak yang terkait memiliki prestasi yang harus dilaksanakan. Apabila prestasi yang menjadi kewajiban masing-masing pihak tersebut tidak dilaksanakan maka muncul wanprestasi yang menimbulkan resiko bagi pihak yang melakukan wanprestasi tersebut. Debitur bertanggungjawab sepenuhnya terhadap segala risiko obyek pembiayaan dan wajib membayar angsuran yang telah disepakati kepada kreditur. Apabila ketentuan ini tidak dilaksanakan maka timbul wanprestasi 9 Munir Fuady, SH., MH., LLM, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm, 164-165

yang mengakibatkan salah satu pihak menderita kerugian. Maka pihak yang menimbulkan kerugian tersebut harus bertanggungjawab. Dalam hal lalai (wanprestasi) oleh pihak debitur yang berhutang harus dinyatakan secara formal, yaitu dengan memperingatkan yang berhutang (debitur) akan menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu pendek yang telah ditentukan. Singkatnya hutang tersebut harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan suatu peringatan sommatie. Wujud wanprestasi yang biasanya timbul dalam perjanjian diantaranya: 10 1. Debitur sama sekali tidak berprestasi; 2. Debitur keliru berprestasi; 3. Debitur terlambat berprestasi. Apabila wanprestasi tersebut terbukti maka pihak yang melakukan wanprestasi tersebut wajib untuk bertanggung jawab mengganti kerugian yang telah muncul dalam perjanjian yang telah disepakati antara pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian yang telah dibuat. E. Metode penelitian Dalam melakukan penelitian dan penulisan yang bersifat ilmiah diperlukan metode-metode tertentu untuk mendukung agar tercapainya tujuan dalam penulisan skripsi. Agar skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan dan 1993, hlm. 122 10 J. Satrio, SH, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, ALUMNI, Bandung,

validasi data lebih akurat diperlukan suatu metode. Dalam hal ini, penelitian melaksanakan metode dengan sebagai berikut: 1. Objek Penelitian Perjanjian Pembiayan pada PT. COLUMBUS YOGYAKARTA. 2. Subjek penelitian Pimpinan PT. COLUMBUS YOGYAKARTA. 3. Sumber data Sumber data penelitian terdiri dari: a. Data primer, yakni data yang diperoleh penelitian secara langsung dari subjek penelitian yang dapat berupa hasil wawancara (field research). b. Data sekunder, yakni data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui kepustakaan (library research) dan dokumen. 4. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Wawancara, yang dapat berupa wawancara bebas maupun terpimpin. b. Studi kepustakaan, yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian. 5. Metode Pendekatan Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu meninjau sejauhmana penegakan hukum secara yuridis sosiologis tentang perjanjian antara pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pembiayaan elektronik. Dalam hal ini, tentang perlindungan hukum terhadap kreditur

yang diakibatkan oleh perlakuan wanprestasi debitur pada perjanjian pembiayaan elektronik dan penyelesaian hukum apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam perjanjian pembiayaan elektronik. 6. Analisis data Dalam penulisan ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu cara menganalisis permasalahan atau menggambarkan atau mendeskripsikan yang diuraikan kedalam bentuk kalimat sehingga diperlukan gambaran yang jelas dari pokok bahasan kemudian dapat ditarik kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Kerangka skripsi dalam penelitian ini diuraikan dalam bentuk bab-bab sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada Bab ini berisikan uraian tentang permasalahan yang melatar belakangi tema pokok penelitian sehingga sehingga dapat membuat suatu rumusan masalah dan tujuan penelitian. Di samping itu, diuraikan tinjauan pustaka menurut beberapa teori dan landasan hukum yang sesuai dengan masalah penelitian. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Pada Bab ini berisikan tentang tinjauan teoritis dan yuridis mengenai aspek-aspek pokok dalam mengkaji obyek penelitian. Menguraikan

tentang pengertian perjanjian, hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian, kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan. BAB III :PERJANJIAAN PEMBIAYAAN PADA PT. COLUMBUS YOGYAKARTA Pada Bab ini akan disajikan hasil-hasil penelitian yang berisikan tentang perlindungan hukum kreditur yang diakibatkan oleh perlakuan wanprestasi debitur pada perjanjian pembiayaan dan penyelesaian hukum yang dilakukan kreditur apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam perjanjian pembiayaan. BAB IV : PENUTUP Pada Bab ini akan disajikan pandangan dari hasil-hasil penelitian sebagai kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian. Di samping itu pula akan di berikan beberapa saran bagi pihak-pihak terkait sebagai bagian dari konstribusi peneliti dalam meningkatkan penegakan hukum di Indonesia.