BAB I PENDAHULUAN. oleh adanya infeksi beberapa bakteri, salah satunya bakteri Staphylococcus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. folikel rambut dan pori-pori kulit sehingga terjadi peradangan pada kulit.

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. orang di seluruh dunia, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Menurut

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

I. PENDAHULUAN. maupun yang berasal dari alam (Karadi dkk., 2011). dibandingkan obat modern (Hastari, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengobatan tradisional sebagai alternatif lain pengobatan. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah

BAB I PENDAHULUAN. banyak 2-3 kali lipat dibandingkan dengan negara maju (Simadibrata &

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah demam berdarah, diare, tuberkulosis, dan lain-lain (Darmadi, 2008)

I. PENDAHULUAN. ikan yang terinfeksi akan mati dan sulit untuk diobati. Sebagai ilustrasi pada tahun

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob Gram positif yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berkhasiat obat (biofarmaka) dan kurang lebih 9606 spesies tanaman obat

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Ekstrak Daun Meniran (Phyllanthus niruri, L.) Terhadap. Pertumbuhan Staphylococcus aureus.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrokistik terus meningkat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan infeksi karena jamur banyak ditemukan (Nasution, 2005).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,

BAB I PENDAHULUAN. bisa diperoleh di alam. Sehingga kekayaan alam disekitar manusia sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BAB I PENDAHULUAN. menyerang masyarakat disebabkan oleh berbagai miroba (Sintia, 2013).

Wina Rahayu Selvia, Dina Mulyanti, Sri Peni Fitrianingsih

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti bakteri, virus, riketsia, jamur, dan protozoa (Gibson, 1996). Badan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

dan jarang ditemukan di Indonesia (RISTEK, 2007).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat-obatan tradisional khususnya tumbuh-tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dengan konsentrasi 25%, 50%

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti pada lingkungan, tubuh, serta pada rongga mulut (Amaliah, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam bahasa medisnya disebut acne (Yuindartanto, 2009). Jerawat biasanya ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul dan nodul ( Harper, 2007). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya infeksi beberapa bakteri, salah satunya bakteri Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) pada kulit (Suparman et al., 2010). Selama masa pubertas, pada kondisi normal bakteri Staphylococcus epidermidis berproliferasi secara cepat sehingga mengakibatkan peradangan pada folikel polisebasea dan menimbulkan jerawat pada kulit (Kumar et al., 2007). Jerawat biasanya ditemukan pada daerah kulit yang kaya akan kelenjar sebasea seperti muka, leher, dada dan punggung (Djuanda, 2007). Penyebab jerawat sangat banyak (multifaktorial), antara lain genetik, endokrin, faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri, kosmetika dan bahan kimia lainnya (Kim, 2008). Kasus jerawat dilakukan survey dikawasan Asia Tenggara, terdapat 40-80% kasus jerawat, untuk di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jerawat cukup krusial dalam mengganggu kepercayaan diri seseorang 1

2 baik wanita maupun pria. Insiden jerawat pada wanita usia dewasa muda umur 14-17 tahun 80-100%, dan untuk pria 16-19 tahun. Prevalensi tertinggi yaitu pada umur 16-17 tahun, dimana pada pria berkisar 95-100% dan pada wanita berkisar 83-85% (Andy. 2009). Prinsip penanganan jerawat yaitu dengan memperbaiki keratinisasi folikel, menurunkan aktivitas kelenjar sebasea, menurunkan populasi bakteri, dan menekan inflamasi (Movita, 2013). Jerawat biasanya diobati dengan menggunakan beberapa antibiotik seperti eritromisin, tetrasiklin, klindamisin, dan doksisiklin. Pengobatan jerawat selain menggunakan antibiotik juga dapat menggunakan asam azelat, benzoil peroksida dan retinoid, namun obatobat tersebut memiliki efek samping dalam penggunaannya sebagai antijerawat, apabila digunakan jangka panjang, antara lain iritasi dan penggunaan antibiotik sebagai pilihan pertama dalam penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk mengurangi perkembangan resistensi antibiotik (Muhammad dan Rosen, 2013). Senyawa fenol paling banyak digunakan karena senyawa tersebut tidak hanya terdapat pada antibiotik sintetik, namun terdapat juga pada senyawa alam yang dikenal sebagai polifenol. Senyawa fenolik tanaman, seperti flavonoid menunjukkan sifat antioksidan karena potensial redoks yang tinggi, dan menunjukkan berbagai aktivitas biologis, aktivitas antimikroba, antikarsinogenik dan antiproliferasi (Thitilertdecha et al., 2008). Efek antibakteri dikarenakan adanya senyawa saponin, flavonoid, tanin, kuinon, fenol, lektin (Priosoeryanto et al., 2006). Senyawa aktif berupa tanin,

3 saponin, flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan senyawa polifenol yang berperan utama sebagai penghambat pertumbuhan bakteri patogen (Okoli et al. 2009). Saponin berfungsi sebagai zat antiseptik, sehingga memiliki kemampuan antibakteri. Zat antibakteri tersebut menghalangi pembentukan dan pengangkutan komponen-komponen dinding sel yang mengakibatkan lemahnya struktur disertai penghilangan dinding sel dan pelepasan isi sel sehingga pertumbuhan bakteri terhambat (Prasetyo. 2008). Senyawa saponin juga menyebabkan penurunan tegangan permukaan sel dan menyebabkan sel lisis. Flavonoid memiliki aktivitas antibakteri dengan mengikat asam amino nukleofilik pada protein dan inaktivasi enzim ( Matasyoh et al. 2014). Mekanisme flavonoid, seperti quercetin sebagian besar disebabkan oleh penghambatan DNA gyrase. Sophoraflavone G dan (-)-epigallocatechin gallate telah diusulkan dapat menghambat fungsi membran sitoplasma, sedangkan licochalcones A dan C dapat menghambat metabolisme energi (Chusnie & Lamb, 2005). Senyawa tanin bekerja dengan cara mengikat dinding protein sehingga pembentukan dinding sel bakteri terhambat (Matasyoh et al. 2014). Alkaloid memiliki mekanisme kerja dengan mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk utuh dan menyebabkan kematian sel (Pradana. 2013). Jerawat dapat diobati menggunakan pengobatan oral dan topikal,menggunakan mekanisme komedolitik (benzoil peroksida, tretionin, azeleic acid dan isotretinoin) dan antibiotik yang digunakan secara oral maupun

4 topikal (tetrasiklin, eritromisin). Beberapa obat sintetik dapat menyebabkan resistensi bakteri dan mempunyai efek samping dari pada bahan alam. Sehingga dengan berkembangnya zaman lebih dikembangkan formulasi obatobatan herbal (Yadav et al., 2011). Maka dari itu dengan obat herbal atau alam khususnya kulit buah rambutan dipilih sebagai bahan penelitian untuk mengatasi masalah jerawat, yaitu dikarenakan adanya kandungan polifenol yang tinggi. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Thitilertdecha et al., 2008), bahwa ekstrak kulit buah rambutan memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, yaitu dengan konsentrasi 2,0 mg/ml ekstrak dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis. Nilai ini lebih kecil dibandingan dengan bakteri lain yaitu misalnya Staphylococcus aureus, dibutuhkan ekstrak sebesar 31,2 mg/ml untuk menghambat pertumbuhanya. Bagian kulit buah rambutan pada penelitian (Thitilertdecha et al., 2008) telah diteliti perbandingan kandungan senyawa fenolik antara kulit buah rambutan dan biji buah rambutan didapatkan total fenolik pada kulit buah lebih besar dari pada biji dengan pelarut yang sama. Salah satu sediaan topical yang digunakan untuk mengatasi jerawat adalah sabun padat transparan. Sabun transparan memiliki sifat menguntungkan antara lain penampilan transparan yang menawan, mempunyai fungsi melembabkan, dan daya bersih yang efektif (Setyoningrum, 2010). Pemanfaatan sabun saat ini tidak hanya sebatas sebagai kosmetika saja, tetapi sebagai terapi lain pengganti antibiotik dalam

5 pengobatan jerawat. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak etanolik tanaman herbal kulit buah rambutan yang dibuat menjadi sediaan sabun padat transparan sebagai antibakteri Staphylococcus epidermidis yang diuji secara in vitro. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat rumusan masalah : a. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanolik kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) dalam sediaan Sabun padat transparan berpotensi dalam menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanolik kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) dalam sediaan Sabun padat transparan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 secara in vitro. 1.3.2 Tujuan Khusus Untuk mengetahui perbandingan daya hambat ekstrak etanolik kulit buah rambutan dan ekstrak etanolik kulit buah rambutan dalam sediaan sabun padat transparan dalam menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228.

6 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai sumber informasi guna pengembangan dan pemanfaatan kulit buah rambutan (Nephelium lappaceum L.) sebagai antibakteri yang berasal dari golongan tanaman obat tradisional. 1.4.2 Manfaat Praktis Bermanfaat sebagai alternatif obat baru menggunakan bahan herbal.