I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan yang cukup penting dalam pembangunan. Sektor pertanian merupakan penyedia kebutuhan pangan, penyedia bahan baku industri, penyumbang devisa, penyerap tenaga kerja, serta penunjang utama kelestarian lingkungan hidup. Upaya peningkatan sektor pertanian merupakan langkah strategis dalam pembangunan nasional mengingat peranannya yang besar dalam mendukung pertumbuhan sektor pertanian khususnya dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2011, perekonomian nasional tumbuh sebesar 6,5 persen yang didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,6 persen (Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan RI, 2011). Dilihat dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pada tahun 2011 sektor pertanian menyumbang 14,7 persen terhadap PDB nasional (Badan Pusat Statistik (BPS), 2012). Sektor pertanian berkaitan erat dengan wilayah pedesaan. Berdasarkan data BPS (2012) sekitar 46 persen masyarakat Indonesia terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan pertanian seperti pertanian tanaman pangan, non-pangan, peternakan, dan perikanan air tawar sebagai pekerjaan utama. Selain sebagai penghasil produk pertanian, sektor pertanian juga memberikan produk sampingan (multifungsi) antara lain: perlindungan terhadap lingkungan (penanggulangan erosi, pengendalian banjir, pendaurulangan air, penambatan karbon, penyangga kenaikan suhu udara, pembersih udara), penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, penyangga gejolak ekonomi (economic buffer), serta pelestarian nilai budaya pedesaan. Berbagai fungsi (multifungsi) dari 1
pertanian memberikan manfaat tidak saja untuk petani sebagai penyedia jasa, tetapi juga masyarakat luas yang berada di sekitarnya (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Lahan pertanian Indonesia terdiri atas lahan sawah dan lahan kering. Lahan Kering mendominasi luas lahan di Indonesia. Pada tahun 2007, hampir 82 persen dari luas lahan keseluruhan merupakan lahan kering dan hampir semua pulau didominasi oleh lahan kering (Lampiran 1). Dengan demikian lahan kering merupakan salah satu sumberdaya lahan yang mempunyai potensi besar untuk mendukung pembangunan pertanian di Indonesia, baik ditinjau dari luas areal maupun peluang produksi komoditas yang diusahakan. Peluang produksi tersebut tidak hanya untuk tanaman pangan tetapi juga untuk tanaman hortikultura, tanaman industri, dan tanaman perkebunan.pada usahatani berbasis lahan kering, usahatani yang paling berkembang adalah pada usahatani tanaman perkebunan, usahatani komoditas sayuran bernilai ekonomi tinggi dan peternakan khususnya unggas. Berbagai usahatani yang dilakukan pada lahan kering dataran tinggi adalah tanaman semusim dan tahunan seperti teh, kina, kopi, kayu manis dan lainnya. Tanaman semusim yang dominan ditanam adalah jagung, kentang, ubi jalar, kubis, tomat, buncis, wortel, tembakau dan berbagai jenis bunga. Beberapa jenis tanaman seperti kentang, kubis, tomat, cabe, buncis, wortel, dan lainnya hanya dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik pada ketinggian tempat tertentu, sehinga terdapat sentra-sentra produksi untuk tanaman-tanaman tersebut. Selain itu, kemajuan cenderung spesifik lokal dalam arti perkembangan yang cukup nyata adalah di sentra-sentra produksi sedangkan di wilayah non sentra produksi 2
kurang berkembang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil komoditas sayuran terbesar di Indonesia (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010). Jenis sayuran unggulan di Jawa Barat meliputi bawang merah, cabe merah, kentang, kubis, dan tomat. Diantara komoditas hortikultura lainnya, kentang merupakan tanaman yang banyak diusahakan petani. Kentang dipilih karena nilai ekonomis kentang yang tinggi dan harga yang cenderung stabil. Selain itu, kentang merupakan komoditas yang memiliki daya tahan simpan cukup lama, yaitu sampai 5 tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2003) Berdasarkan luas tanam per tahun, Kabupaten Bandung dan Garut merupakan sentra penghasil kentang terbesar di Provinsi Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 2010). Kontribusi kentang di Kabupaten Bandung dan Garut masing-masing adalah sebanyak 56,52 persen dan 36,53 persen dari total produksi Jawa Barat. Dari kedua sentra produksi kentang tersebut, pada tahun 2010 Kabupaten Garut memiliki produktivitas yang lebih tinggi yaitu 21,74 ton/ha dibandingkan dengan Kabupaten Bandung yang hanya memiliki produktivitas sebesar 20,48 ton/ha. Namun berdasarkan data luas panen, produksi dan produktivitas, Kabupaten Garut mengalami perkembangan yang negatif, bahkan pada tahun 2009 dan 2010, persentase penurunan produksi kentang lebih besar dibandingkan dengan persentase penurunan luas lahan (Tabel 1). 3
Tabel 1. Perkembangan Produktivitas Kentang di Kabupaten Bandung dan Garut Tahun 2006-2010 Kabupaten Produktivitas (Ton/Ha) No /Kota 2006 2007 (%)* 2008 (%)* 2009 (%)* 2010 (%)* 1 Bandung 19,55 19,60 0,03 20,21 0,03 20,34 0,01 20,48 0.01 2 Garut 22,67 22,95 0,01 23,30 0,02 23,25-0,00 21,74-0.07 Keterangan : * perkembangan Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat (2006-2010) Luas area panen di Kabupaten Garut cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2009 yang mengalami penurunan sebanyak 12,86 persen. Selain itu, produksi kentang dari tahun ke tahun pun mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2009 yang mengalami penurunan sebanyak 13,05 persen. Penurunan produksi kentang yang lebih tinggi daripada penurunan luas area tanam berimbas pada menurunnya produktivitas kentang sejak tahun 2009 hingga tahun 2010 (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Garut Tahun 2006-2010 Tahun Luas panen Produksi Produktivitas (%)* (%)* (Ha) (Ton) (Ton/Ha) (%)* 2006 4.427 100.378 22,67 2007 5.139 16,08 117.942 17,50 22,95 1,22 2008 5.833 13,50 135.910 15,23 23,30 1,52 2009 5.083-12,86 118.175-13,05 23,25-0,22 2010 6.442 26,74 140.029 18,49 21,74-6,50 Keterangan : * perkembangan Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat (2006-2010) Penyebab penurunan produktivitas kentang ini diduga adanya dipengaruhi beberapa faktor seperti cuaca, perubahan iklim, dan tingkat efisiensi faktor produksi yang masih kurang efisien, serta degradasi lingkungan. Selain itu, faktor lain yang diduga sangat berpengaruh adalah karena terjadinya erosi. Erosi menyebabkan banyak unsur hara dan bahan organik tanah hilang melalui sedimen yang terangkut aliran permukaan, pencemaran tanah, air, dan lingkungan. 4
Sehingga untuk mengatasinya petani memberikan pupuk dan pestisida dalam dosis tinggi (Haryati dan Erfandi, 2011). Oleh karena itu, untuk melestarikan sumber daya lahan didaerah-daerah sentra produksi ini perlu dilakukan pengelolaan lahan yang tepat dengan menerapkan tindakan konservasi tanah (Katharina, 2007a). 1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Garut merupakan salah satu tempat yang memanfaatkan lahan pegunungan untuk pertanian. Jenis tanah andisol yang mendominasi bagian utara Kabupaten Garut memberikan peluang terhadap potensi usaha sayur mayur. 1 Sifat-sifat tanah tersebut cukup baik, namun karena terletak pada lereng yang curam, disertai curah hujan yang tinggi (>2000 mm th -1 ) dan pengusahaan yang intensif, maka kepekaan tanahnya terhadap erosi sangat tinggi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Sehingga walaupun menguntungkan, namun usahatani tanaman semusim pada lahan pegunungan, memiliki dampak negatif. Menurut Abdurrachman dan Sutono dalam Katharina (2007a), di areal pertanian, proses erosi banyak terjadi pada lahan berlereng yang dikelola untuk budidaya tanaman semusim yang tidak dilengkapi dengan tindakan-tindakan konservasi tanah. Hal ini terjadi karena pengelolaan tanah dilakukan pada waktu sebelum tanam, dan setelah panen, sehingga tanah menjadi terbuka terhadap pukulan air hujan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005). Akibat langsung dari besarnya erosi adalah produktivitas lahan yang cenderung turun (Arsyad, 2000), hal ini ditunjukkan oleh produksi yang 1 http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/details/sekilas_geografi_kondisi_tanah 5
cenderung terus menurun dari tahun ke tahun, seperti ditunjukkan pada pertanaman kentang di Kabupaten Garut. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi yang dapat menahan laju erosi dan memperbaiki produktivitas tanaman kentang. Menurut Dewi dan Hendayana (2002) keberhasilan penerapan konservasi di lahan kering mampu menciptakan kondisi lahan yang kondusif untuk menghasilkan produksi secara lestari dan terpeliharanya produktivitas lahan sehingga pada akhirnya berpengaruh positif pada peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada tahun 2006 menteri pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 47/Permentan/Ot.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan (Departemen Pertanian, 2006). Namun pada praktiknya, di Kabupaten Garut, sebagian besar petani belum menerapkan praktek konservasi tanah. Tidak diterapkannya kaidah-kaidah konservasi oleh petani sangat dipengaruhi oleh kondisi finansial petani (Sabarman, 2006) dan faktor sosio-kultural, meliputi kurangnya sumberdaya yang layak, tenaga kerja, kematangan perencanaan, dan peralatan (Joseph et al, 2012). Selain itu, rendahnya penerapan teknik konservasi tanah pada usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan berbagai alasan seperti tingginya biaya pembuatan dan pemeliharaan (Lapar et al, 1999), kekhawatiran akan menurunnya produksi tanaman sayuran akibat terjadinya peningkatan kelembaban tanah dan berkurangnya populasi tanaman (Haryati dan Erfandi, 2011). Petani mengggap bahwa penerapan teknik konservasi hanya memberikan tambahan kerja, tetapi tidak memberikan tambahan pendapatan (Ladamay, 2010). 6
Selain erosi, saat ini pertanian sayuran di lahan pegunungan dihadapkan kepada masalah besarnya pemberian pupuk dan pestisida yang berlebihan sehingga menyebabkan usahatani relatif tidak efisien. Praktek pemupukan di tingkat petani sangat bervariasi, mulai dari input rendah, sampai sangat tinggi. Sering kali suatu jenis unsur diberikan secara berlebihan sedangkan unsur lain diberikan kurang dari yang semestinya sehingga efisiensi penggunaan pupuk menjadi rendah. Pemberian satu atau dua unsur yang berlebihan sering disebabkan oleh pemberian pupuk yang hanya berdasarkan kebiasaan atau berdasarkan rekomendasi dari produsen pupuk (Haryati dan Erfandi, 2011). Pemberian pupuk dan pestisida yang berlebihan ini akan menyebabkan produktivitas lahan menurun dan menambah biaya yang harus dikeluarkan. Hal lainnya adalah kecilnya kepemilikan lahan usahatani, status kepemilikan, sehingga sayuran yang dihasilkan menjadi tidak optimal dan efisien. Selain lahan, faktor sumber daya manusia khususnya dikaitkan dengan kapabilitas manajerial petani juga menyebabkan inefisiensi produksi. Kapabilitas manajerial petani ini akan menentukan rasionalitas petani dalam mengambil keputusan dalam pengelolaan usahataninya (Nahraeni, 2012). Dari penjabaran di atas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan petani kentang dataran tinggi untuk mengadopsi konservasi? 2. Bagaimana nilai ekonomi konservasi dari usahatani kentang dataran tinggi? 7
1.3 Tujuan Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani kentang dataran tinggi untuk mengadopsi konservasi 2. Menghitung nilai ekonomi konservasi dari usahatani kentang dataran tinggi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaaat akademik yang memperkaya penelitian ekonomi pertanian. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi para pengambil kebijakan dan pemerhati pertanian dalam pengembangan pertanian di lahan kering, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan petani kentang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi pola konservasi dengan komoditas kentang sebagai obyek penelitian. Analisis hanya dilakukan untuk satu musim tanam kentang dalam rentang waktu antara Juli 2010 Juni 2011. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pasirwangi sebagai salah satu sentra produksi kentang terbesar di Kabupaten Garut. 8