I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pangan berprotein yang digemari oleh masyarakat dan menjadi kesukaan masyarakat di berbagai lapisan usia saat ini adalah telur ayam. Salah satu penyumbang telur ayam yang mengandung protein hewani yang cukup tinggi adalah ayam layer. Ayam layer mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyumbang ketersediaan telur yang murah bagi masyarakat dari semua kalangan. Ayam layer (ayam petelur) merupakan jenis ternak yang banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Faktor penentu keberhasilan beternak ayam selain pakan dan faktor genetik, adalah faktor tatalaksana pemeliharaan, merupakan faktor terpenting dalam keberhasilan dalam ternak layer. Produksi telur pada awal fase layer ayam belum memproduksi banyak telur karena ayam masih belajar bertelur hingga sampai pada kondisi puncak dimana produksi telur tinggi dan kembali menurun produksinya saat memasuki fase akhir produksi. Sesuai dengan pola siklus bertelur ayam yang berada pada fase produksi membutuhkan energi yang lebih tinggi karena meetabolisme tubuh meningkat, hal tersebut artinya kebutuhan dari glukosa harus lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dalam sel. Peranan glukosa dan trigliserida yang sangat penting dalam metabolisme sel sebagai agen pemasok energi untuk itu harus diperhatikan jumlahnya, harus selalu dalam kisaran normal agar metabolisme dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Ilmu pengetahuan yang sudah berkembang seperti sekarang ini, banyak sekali ilmu baru yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Serangkaian penelitian pada pegagan yang telah dilakukan sebelumnya, dapat mengulik khasiat pegagan yang mampu memperbaiki sel yang rusak serta khasiat lain yang bagus bagi manusia maupun ternak yang tidak dimiliki oleh tanaman herbal lainnya. Kandungan zat aktif saponin dan flavonoid yang ada didalam pegagan diduga mampu mempertahankan kadar glukosa dan trigliserida ayam petelur fase akhir produksi. Berdasarkan hal di atas, penulis tergugah untuk melakukan penelitian yang dapat mempengaruhi dari kadar glukosa dan trigliserida pada ayam petelur fase akhir produksi menggunakan tepung daun pegagan yang dicampur dalam pakan ayam tersebut. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh dari tepung daun pegagan dalam ransum terhadap kadar glukosa dan trigliserida ayam petelur fase akhir produksi. 2. Berapa dosis tepung daun pegagan dalam ransum yang dapat mempertahankan kadar glukosa dan trigliserida ayam petelur fase akhir produksi. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Mengetahui adakah pengaruh tingkat persentase tepung daun pegagan atas kadar glukosa dan trigliserida ayam petelur fase akhir produksi.
2. Mengetahui berapa dosis tepung daun pegagan dalam ransum yang dapat mempertahankan kadar glukosa dan trigliserida ayam petelur fase akhir produksi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan ilmiah dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi dunia peternakan. Khususnya untuk peneliti agar mengetahui pengaruh pemberian tepung daun pegagan terhadap profil glukosa dan trigliserida ayam petelur fase akhir produksi. 1.5 Kerangka Pemikiran Ayam petelur adalah ayam dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras (Sudaryani dan Santosa, 2000). Lohman brown adalah ayam tipe petelur yang populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam yang selektif dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis rhode island red yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman bernama Lohmann Tierzuch. Strain ini cukup cepat mencapai dewasa kelamin, yaitu pada umur 18 minggu sehingga 50% produksi dapat dicapai pada umur 140-150 hari. Penurunan produksi telur terjadi dengan perlahan sampai menjelang akhir produksi pada saat ayam berumur 82 minggu dengan rata-rata, produksi 55% (Wahyu, 1997). Perubahan fisiologis ini menimbulkan konsekuensi dengan terjadinya perubahan profil status fisiologis dan biokimiawi tubuh ternak unggas. Glukosa adalah senyawa terpenting dalam nutrisi hewan. Glukosa merupakan sumber dasar dari energi pada hewan. Sejumlah kecil dari cadangan karbohidrat
dalam tubuh hewan terdapat dalam hati dan urat daging dalam bentuk glikogen yang mempunyai pati dalam sifat-sifat tertentu maupun dalam fungsinya. Glukosa dalam peredaran darah umumnya secara terus menerus dikeluarkan untuk memberi makan jaringan tubuh. Glikogen secara bertahap diubah kembali menjadi glukosa, untuk mengisi persendian glukosa dalam darah. Zat tersebut kemudian dialirkan ke dalam darah untuk menjaga agar kadar glukosa tetap (Anggorodi, 1980). Trigliserida adalah senyawa lipida netral yang paling banyak dalam tubuh dan merupakan cadangan bahan bakar utama hampir pada semua organisme. Trigliserida yang berasal dari makanan akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol dan kemudian diserap kedalam enterosit mukosa usus halus (Linder,2006). Setelah melewati mukosa usus halus, asam lemak bebas akan kembali disintesis menjadi trigliserida. Bersamaan dengan fosfolipid dan apolipoprotein trigliserida akan membentuk lipoprotein yang disebut dengan kilomikron. Biosintesis trigiserida dalam sel sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya ialah umur. Khususnya pada umur dewasa, biosintesis trigliserida dapat dipicu oleh kelebihan konsumsi karbohidrat dan lipid. Mekanisme lipid di dalam hati berkaitan erat dengan karbohidrat dan asam amino, ketika asupan karbohidrat berlebih maka kelebihan tersebut akan diubah menjadi lemak (Guyton dan Hall, 2007). Pegagan (Centella asiatica L) merupakan tanaman liar yang mempunyai prospek cukup baik sebagai tanaman obat. Pegagan tidak terlalu menyebabkan efek samping karena dapat dicerna oleh tubuh dan toksisitasnya rendah (Rusmiati, 2007). Pegagan mengandung senyawa bioaktif yang banyak digunakan dalam penelitian
yang dapat membantu tanpa harus menimbulkan efek samping pada ternak maupun manusia. Kandungan senyawa aktif dalam pegagan (Centella asiatica L) diantaranya minyak atsiri, pektin, tanin, flavonoid dan saponin diyakini mampu mempertahankan kadar glukosa dan trigliserida dalam taraf normal atau bahkan bekerja antagonis terhadap kadar glukosa dan trigliserida. Pektin yang terkandung dalam pegagan (Centella asiatica L) dapat bersifat seperti koloid yaitu dapat mengikat zat-zat makanan termasuk kolesterol dan trigliserida yang pada akhirnya menurunkan absorpsi lemak dalam usus (Dutta dan Hlasko, 1985). Zat aktif berupa flavonid dan saponin dapat menghambat penyerapan gula darah dari usus dan mempercepat proses pencernaan yang terjadi dalam sistem digestivus sehingga bahan karbohidrat yang ada dalam bahan makan tercerna tidak akan banyak terserap oleh usus (Verdayanti 2009). Flavonoid juga dapat berperan dalam menekan konsentrasi trigliserida dengan mengaktifasi sintesis camp. camp meningkatkan protein kinase sehingga terjadi peningkatan hidrolisa trigliserida yang berakibat terjadinya penurunan trigliserida dalam darah dan hati (Olivera dkk., 2007., Rusell, 2009). Minyak atsiri yang terdapat dalam pegagan (Centella asiatica L) berperan dalam menurunkan glycerol-3-phosphate dehydrogenase (GPHD), yaitu enzim yang berperan dalam sintesis trigliserida (He dkk., 2009) Tannin dapat melapisi membran usus dan berikatan dengan protein sehingga menghambat penyerapan zat makanan yaitu karbohidrat, protein, lipid (Oluremi dkk., 2007). Terhambatnya penyerapan zat makanan berupa lipid dapat diartikan dapat menurunkan kadar trigliserida dalam darah namun kemampuan tannin yang dapat
mengambat penyerapan karbohidrat juga justru akan menurunkan kadar glukosa dalam darah. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pemberian 50 mg cekokan ekstrak pegagan peroral menunjukkan hasil yang berbeda nyata karena dapat menaikkan kadar glukosa darah tikus (Nuraiza, 2005). Penelitian lain, pemberian ekstrak terpurifikasi herba pegagan sebanyak 1000 mg/kg BB selama 7 hari mampu menurunkan kadar trigiserida tikus putih (Novena dkk.,2014). Penelitian tentang pengaruh pemberian pegagan (Centella asiatica L) terhadap kadar glukosa dan trigliserida pada ayam petelur fase akhir produksi belum pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan uraian kerangka berpikir dapat ditarik hipotesis bahwa jumlah eritrosit dan hematokrit ayam petelur fase akhir produksi yang diberi dosis sampai 7,5% tepung daun pegagan (Centella asiatica L) akan memiliki kadar glukosa dan trigliserida dalam jumlah normal. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu Desember 2016 sampai dengan 19 Januari 2017. Proses pemeliharaan Ayam Petelur dilakukan di kandang milik Bapak Iwan Hadiana yang berlokasi di Desa Cileles, Kecamatan Jatinangor, Sumedang. Analisis pengujian darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.