6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Puyuh Coturnix coturnix japonica Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diperlihara di Indonesia. Pada awalnya puyuh ini disebut burung Jepang liar yang di temukan pada abad ke-delapan di Jepang. Puyuh ini mulai dikembangkan dan diternakkan di Indonesia sejak akhir 1979 (Saputro, 2011). Jenis kelamin puyuh dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, suara dan berat badannya. Puyuh betina dewasa memiliki bulu dengan bintik-bintik gelap, sedangkan puyuh jantan dewasa memiliki bulu warna coklat kekuning-kuningan dan seragam pada bagian dada (Vali, 2008). Puyuh jantan mengeluarkan suara sejak berumur 6 minggu, suara puyuh betina lebih kecil dibandingkan jantan. Puyuh betina memiliki bentuk tubuh lebih besar dan berbentuk bulat dengan ekor dan paruh pendek. Coturnix cotunix japonica mempunyai beberapa manfaat yaitu (1) dari segi ekonomi puyuh dijadikan sebagai penghasil telur dan daging dengan cita rasa yang unik. Di Jepang dan Asia Tenggara puyuh ini digunakan sebagai penghasil telur, sedangkan di Eropa digunakan sebagai penghasil daging, (2) biaya pemeliharaan rendah (3) memiliki selang generasi yang pendek (3-4 generasi per tahun), (4) resisten terhadap penyakit, (5) memiliki produksi telur yang tinggi, (6) dapat digunakan sebagai hewan percobaan, dan (7) Coturnix coturnix japonica merupakan unggas dengan ukuran terkecil yang diternakkan untuk menghasilkan telur dan daging (Vali, 2008). 6
7 2.2. Potensi Puyuh Pedaging Coturnix coturnix japonica merupakan puyuh yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai penghasil protein hewani. Hasil budidaya puyuh tidak hanya telur, tetapi juga daging. Puyuh jantan biasanya dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Bobot badan Coturnix coturnix japonica jantan dewasa terseleksi adalah 240,80 ±17,42 (Sujana dkk., 2017). Tingginya protein yang terdapat pada daging puyuh menyebabkan daging puyuh dapat dijadikan pilihan untuk kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Harga daging puyuh dipasaran dapat mencapai Rp 50.000/kg. Manajemen pemeliharaan burung puyuh pedaging tidak jauh berbeda dengan pemeliharaan puyuh petelur. Pemeliharaan puyuh pedaging lebih difokuskan pada pemberian pakan yang tepat dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan sehingga menghasilkan produksi daging yang maksimal. Potensi permintaan daging puyuh semakin tinggi setiap tahunnya. Rasa yang khas dari daging puyuh memiliki penggemar tersendiri, meskipun tidak banyak dari masyarakat yang terbiasa mengonsumsi daging puyuh. Kandungan lemak dan kolestrol yang terdapat pada daging puyuh rendah sehingga daging puyuh dapat dikonsumsi semua kalangan usia. 2.3. Bobot Potong Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan menimbang ternak sesaat sebelum dipotong setelah dipuasakan selama kurang lebih 10 jam (Syadiah, 2006). Fungsi dari ternak dipuasakan adalah untuk mendapatkan saluran pencernaan yang lebih bersih sehingga tidak akan banyak mengkontaminasi karkas. Semakin tinggi bobot akhir, maka bobot potong akan semakin meningkat. Bobot potong tinggi 7
8 mempunyai pengaruh besar terhadap produksi karkas, meskipun tergantung pada bangsa, jenis kelamin dan pakan (Hardjasworo, 1987). Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk dan komponen tubuh. Komponen tubuh meliputi otot, lemak, tulang, daging dan organ. Pola pertumbuhan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan cepat, terjadi sebelum ternak mencapai dewasa kelamin dan berat hidup terus menerus bertambah dengan cepat. Tahap kedua kecepatan pertumbuhan semakin menurun sampai dengan ternak mencapai dewasa kelamin (Garnida, 1998). Puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (layer). Pertumbuhan pada puyuh terdiri dari fase percepatan pertumbuhan (accelerating phase) yaitu umur 0-56 hari dan fase penghambatan pertumbuhan (retarding phase), kemudian pada fase percepatan pertumbuhan (accelerating phase) puyuh dibagi atas tiga bagian yaitu umur 0-12 hari, 12-40 hari dan 40-56 hari (Garnida, 1998). Kecepatan pertumbuhan tergantung pada kualitas dan kuantitas pakan karena ternak yang kekurangan nutrient akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan daging untuk mempertahankan kerangka yang normal (Wahyu, 1997). Energi yang masuk kedalam tubuh ternak akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi semua aktivitas dan metabolisme. Ternak mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat makanan bagi tubuh. Jumlah konsumsi ransum pada unggas tidak tergantung pada rasa tetapi pada tingkat energi yang tegantung dalam ransum (Wahyu, 1997). Ransum yang dapat diberikan untuk puyuh berbentuk mash dan crumble. 8
9 Konsumsi ransum akan meningkat bila diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah dan akan menurun bila diberi ransum dengan kandungan energi yang tinggi. Ternak yang sedang mengalami masa pertumbuhan membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan energi aktifitas mekanik yang akan digunakan untuk gerak otot dan sintesis jaringan-jaringan baru (Tillman dkk., 1989). Konsumsi ransum burung puyuh dipengaruhi oleh faktor umur, palatabilitas, kesehatan, aktivitas, energi ransum dan tingkat produksi. Ransum yang diberikan pada ternak harus sesuai dengan umur kebutuhan ternak untuk mengefisiensikan penggunaan pakan (Anggorodi, 1994). Konversi ransum adalah banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertumbuhan bobot badan. Nilai konversi pakan mencerminkan efisiensi dalam penggunaan pakan. Hasil penelitian yang dilakukan Hardian (2017) menyatakan bahwa nilai konversi ransum rata-rata Puyuh Malon jantan selama 7 minggu sebesar 6,44. Nilai konversi ransum Puyuh Malon jantan terus meningkat dari minggu pertama sampai minggu ke lima dan mengalami peningkatan secara drastis pada minggu ke 6 dan 7. Protein terkandung dalam bahan pakan asal nabati dan hewani antara lain bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung hati, tepung cacing dan berbagai macam butiran-butiran (Listyowati dan Roospitasari, 2001). Ternak yang masih muda membutuhkan protein untuk pertumbuhan, sedangkan ternak dewasa membutuhkan protein untuk mengganti jaringan tubuh yang rusak dan untuk keperluan produksi. Jika protein yang diberikan tidak cukup, maka pertumbuhan menjadi tidak normal dan apabila keadaan tersebut dibiarkan akan menyebabkan kematian (Listyowati dan Roospitasari, 2001). 9
10 Pada Fase starter (0-3 minggu) puyuh membutuhkan ransum dengan kandungan protein sekitar 25% dan fase grower (3-5 minggu) yang membutuhkan ransum dengan kandungan protein sekitar 20%. Jumlah ransum yang dikonsumsi puyuh fase layer berkisar antara 20-25g per ekor per hari (Kusumoastuti, 1992). 2.4. Bobot Karkas Karkas adalah bagian tubuh dari ternak tanpa bulu, darah, leher, kepala, kaki dan jeroan. Karkas puyuh adalah hasil pemotongan yang terdiri dari daging bersama tulang hasil pemotongan, tanpa darah, setelah dipisahkan dari kepala sampai leher dan kaki sampai batas lutut serta tanpa jeroan. Karkas terdiri dari atas tiga jaringan yaitu daging, tulang dan lemak (Soeparno, 1992). Puyuh dengan bobot badan tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Bobot karkas berkolerasi dengan bobot badan puyuh. Bobot karkas puyuh pejantan muda yang dijual dipasaran memiliki bobot karkas diatas 102 gram/ekor dan untuk puyuh afkir bobot karkas 90-120 gram/ekor. Bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, bobot potong, besar dan konformasi tubuh, perlemakan, kualitas dan kuantitas ransum (Resnawati, 2004). 2.5. Persentase Karkas Persentase karkas diperoleh dengan cara menimbang bobot karkas dibagi bobot potong dikalikan seratus persen. Faktor yang mempengaruhi persentase karkas yaitu bangsa, jenis kelamin, umur, makanan, kondisi fisiknya dan lemak abdominal (Williamson dan Payne, 1993). 10
11 Produksi karkas kaitannya dengan bobot badan, bobot badan yang besar akan diikuti oleh bobot karkas yang tinggi dan sebaliknya. Tingginya bobot karkas ditunjang dari bobot hidup akhir sebagai akibat pertambahan bobot hidup ternak bersangkutan (Wahju, 1992). Bobot badan puyuh Malon jantan umur 7 minggu mencapai 264,67 gram (Hardian, 2017). 2.6. Persentase Lemak Abdominal Lemak abdominal merupakan lemak yang terletak pada rongga tubuh. Lemak abdominal adalah lemak yang berada di sekitar gizzard, organ reproduksi, otot abdominal, usus dan sekitar kloaka. Lemak merupakan penyusun jaringan yang berfungsi untuk menyimpan energi didalam tubuh. Laju penimbunan lemak pada puyuh jantan terjadi pada umur 6-8 minggu (Rasyaf, 1983). Penimbunan lemak abdominal dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu lingkungan, tingkat energi dalam ransum, umur dan jenis kelamin. Bertambahnya umur puyuh dan meningkatnya energi dalam ransum akan meningkatkan lemak abdominal. Puyuh yang berumur muda memiliki bobot lemak abdominal lebih kecil bila dibandingkan dengan puyuh dewasa (Pratiwi, 1984). Kelebihan energi didalam tubuh akan akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak yang tinggi merupakan akibat dari pemberian ransum yang berenergi tinggi. Perlemakan di dalam tubuh yang berlebih akan disimpan pada jaringan tubuh yaitu instramuscular, subkutan dan abdominal. Kualitas karkas yang baik adalah yang mengandung kadar lemak sedikit karena lemak abdominal pada karkas menentukan kualitas daging yang dihasilkan. 11