1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa Remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yaitu antara usia 10-19 tahun yang merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Pada remaja terjadilah perubahan organ-organ fisik secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan mental emosional. Terjadinya perubahan besar ini umumnya membingungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal ini, bagi para ahli dalam bidang ini, memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan disekitarnya, agar dalam system perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat (WHO dalam widyastuti, 2009). Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak kemasa dewasa. Tidak ada batas yang tajam antara akhir masa kanak-kanak dan awal masa pubertas, tetapi dapat dikatakan bahwa masa pubertas diawali dengan berfungsinya ovarium. Kejadian yang penting dalam pubertas ialah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin sekunder, menarche dan perubahan psikis ( Widyasruti, 2009) Perubahan psikis ( kejiwaan ) pada masa pubertas antara lain adalah perubahan emosi yang berupa kondisi sensitif atau peka misalnya mudah menangis, cemas, frustasi dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas terutama pada remaja putri, mudah bereaksi bahkan agresif terhadap rangsangan luar. Itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian, suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir dahulu. Kemudian perkembangan intelegensia yang menyebabkan remaja cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberi kritik. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku coba-coba yang dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan hubungan seksual dan narkoba ( widyastuti, 2009 ).
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) mengatakan bahwa antara SKRRI 2002-2003 dan SKRRI 2007 terjadi peningkatan perilaku hubungan seksual. Remaja laki-laki cenderung melakukan hubungan seksual pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun. 6% remaja laki-laki mengatakan pernah melakukan hubungan seksual dan 1% remaja perempuan mengatakan pernah melakukan hubungan seksual. Proporsi remaja berpendidikan rendah yang pernah melakukan hubungan seksual lebih tinggi daripada remaja yang berpendidikan lebih tinggi (BKKBN, 2010). Hasil survei yang dilakukan WHO (organisasi kesehatan dunia) di beberapa negara memperlihatkan, adanya informasi yang baik dan benar, dapat menurunkan permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja. Menurut data Kesehatan Reproduksi yang dihimpun Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN, 2002), informasi KRR secara benar dan bertanggung jawab masih sangat kurang. Selain itu sebagian besar orang tua yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hal ini, tidak memiliki kemampuan menerangkan serta tidak memiliki informasi memadai (Suara Merdeka, 2010) Siswanto A Wilopo, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), saat ini telah terjadi pergeseran perilaku seksual di kalangan remaja. Surya, staf Seksi Evaluasi Direktorat Kesehatan Reproduksi Remaja BKKBN juga mengatakan, dari data yang dihimpunnya banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya, bahkan menyebabkan kematian. Permasalahan utama kesehatan reproduksi remaja (KRR) di Indonesia adalah kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi, masalah pergeseran perilaku seksual remaja, pelayanan
kesehatan yang buruk serta perundang-undangan yang tidak mendukung ( Suara Merdeka, 2010). Di Indonesia, jumlah remaja yang berusia 15-19 tahun sebanyak 21.098.700 ( 10% ) dari total penduduk seluruh Indonesia yang berjumlah 225.642.000 jiwa. Di Jawa Tengah, jumlah remaja yang berusia 15-19 tahun sebanyak 2.712.800 ( 9% ) dari total penduduk seluruh jawa tengah yang berjumlah 32.382.657 jiwa. Kemudian dikota Semarang jumlah remaja yang berusia 15-64 tahun sebanyak 1.117.088 ( 71,79 % ) dari total penduduk seluruh Kota Semarang yang berjumlah 1.555.984 jiwa ( BPS Jateng, 2010 ). Data pusat informasi dan layanan remaja (PILAR) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai kesehatan Reproduksi menunjukan bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual dan hamil pranikah masih tinggi. Menurut catatan PKBI, pada tahun 2010 sebanyak 379 ( 58% ) remaja dari jumlah seluruh remaja yang berkonsultasi tentang kesehatan reproduksi di PILAR PKBI, yang melakukan hubungan seksual pranikah mencapai 98 ( 26% ), hamil pranikah mencapai 85 ( 21% ), dan pada tahun 2011 sebanyak 821 (28 %) remaja dari jumlah seluruh remaja yang berkonsultasi tentang kesehatan reproduksi di PILAR PKBI, yang melakukan hubungan seksual pranikah mencapai 193 ( 20% ), hamil pranikah mencapai 79 ( 9% ). sebanyak 52% remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah berkisar usia 15-19 tahun ( PILAR PKBI Jateng, 2012 ). Dari jurnal penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti, Elisabet Setya Asih (2009) Faktor Personal dan Sosial Yang Mempengaruhi Sikap Remaja Terhadap Hubungan Seks Pranikah : Sebuah Studi Di Lokalisai Sunan Kuning dan Gambilangu Semarang, memperoleh hasil bahwa hubungan seks pranikah adalah berkisar antara 37,3 % pada setiap tingkat hubungan yang meliputi mencium, memeluk, menari
erotis, dan berhubungan seks. Kemudian jurnal penelitian yang dilakukan oleh Roviana, Arlinda Fety (2011) Perilaku Seks Bebas Pranikah dan Penggunaan Media Pornografi Atau Sexuall Explicit Material (SEM) Pada Mahasiswa Universitas Diponegoro memperoleh hasil bahwa perilaku seks pranikah mulai dilakukan sejak SMP dan meningkat ketika kuliah, dilakukan dengan pacar, tempat yang sering digunakan adalah kos dengan pengawasan yang tidak ketat, frekuensinya 1-3 kali dalam seminggu. Menurut Kusmiran, faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku seksual pada remaja adalah perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal, kurangnya peran orangtua melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja seputar masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual, pengetahuan remaja yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan dengan remaja yang berpengetahuan baik, kemudian pengaruh teman sebaya sehingga memunculkan penyimpangan perilaku seksual (Kusmiran, 2011). Penelitian tentang Seks Pranikah yang diteliti oleh Ulya Rizkiana (2009) dengan judul penelitian Studi deskiptif tingkat Pengetahuan Remaja Tentang hubungan seksual pranikah di SMA N 1 Kaliwungu dengan hasil 69 responden ( 87,3 %) dari 79 siswa dalam kategori berpengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi. Penelitian yang dilakukan oleh Nurlaila (2008) dengan judul Hubungan Antara Pengetahuan Penyakit Menular Seksual dengan Sikap Seksual Pranikah pada Mahasiswa Semester II FIKKES UNIMUS dengan hasil ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan penyakit menular seksual dengan sikap hubungan seksual pranikah pada Mahasiswa semester II FIKKES UNIMUS. Terakhir, penelitian yang dilakukan oleh Ikhniana Kharisfa ( 2008 ) dengan judul Hubungan Pengetahuan
dan Sikap Remaja Tentang HIV/AIDS dengan Perilaku Seksual Pranikah di SMU Muhammadiyah 1 Semarang dengan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dengan perilaku seksual pranikah. Juga didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara sikap remaja tentang HIV/AIDS dengan perilaku seksual pranikah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2012 di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang dengan cara memberikan kuesioner pada 10 siswa kelas XI diperoleh hasil yaitu 3 siswa mengetahui tentang seksual pranikah hanya dari pengertian dan 7 siswa tidak mengetahui tentang seksual pranikah. Pengetahuan sebagian besar remaja tentang kesehatan reproduksi masih kurang. Untuk itu, pendidikan kesehatan reproduksi perlu lebih ditingkatkan baik dilingkungan sekolah, dirumah, maupun dimasyarakat (BKKBN, 2010). Dengan pengetahuan remaja yang kurang, maka sangatlah mungkin jika membuat mereka salah dalam bersikap dan kemudian mempunyai perilaku terhadap seksualitas. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Seks Pranikah Sebelum dan Sesudah Penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah perbedaan pengetahuan dan sikap remaja terhadap seks pranikah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang? C. Tujuan
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap remaja terhadap perilaku seks pranikah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan pengetahuan remaja terhadap seks pranikah sebelum dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. b. Mendiskripsikan sikap remaja terhadap seks pranikah sebelum dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. c. Mendiskripsikan pengetahuan remaja terhadap seks pranikah sesudah dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. d. Mendiskripsikan sikap remaja terhadap seks pranikah sesudah dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. e. Menganalisis perbedaan pengetahuan remaja tentang seks pranikah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. f. Menganalisis perbedaan sikap remaja tentang seks pranikah sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan di SMA Sultan Agung 3 Semarang. D. Manfaat 1. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan sebagai data untuk penelitian selanjutnya. b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya pengetahuan dan sikap remaja mengenai seks pranikah agar dapat mengurangi atau bahkan mecegah terjadinya perilaku seks pranikah. c. Bagi Institusi Hasil dari penelitian ini, dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, dan dapat menambah referensi tentang ilmu kebidanan. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang seks pranikah dan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Nama dan Judul penelitian Wijayanti (2010) Gambar an umur dan perilak u remaja tentang seks pranika h pada pelajar SMA di Kota Semara ng Sasaran penelitian siswa SMA di kota Semarang Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Variasi yang diteliti umur dan perilaku responden terhadap seks pranikah Metode Deskriptif Kolerasi dengan pendekatan cross sectional Hasil Lebih dari 80% remaja usia 15-17 tahun telah melakukan hubungan seks pranikah. Bentuk hubungan seks yang dilakukan adalah berpelukan 42%, berciuman 46%, bahkan melakukan hubungan seksual sebanyak 12%
Ulya Rizkiana ( 2009 ) Studi deskiptif tingkat Pengetahuan Remaja Tentang hubungan seksual pranikah di SMA N 1 Kaliwungu Fatimah (2011), Gambaran Pengatahuan, Sikap, dan Praktik tentang Seksual Pranikah pada Remaja kelas XI di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang Remaja usia 15-18 tahun di SMAN 1 Kaliwungu Siswa kelas XI SMAIslam Sultan Agung 1 Semarang Tingkat pengetahuan remaja tentang hubungan seks pranikah Pengetahuan, sikap, dan praktik remaja tentang seksual pranikah Deskriptif dengan pendekatan cross sectional Deskriptif dengan pendekatan cross sectional hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan remaja tentang definisi hubungan seksual pranikah menunjukan bahwa 69 responden ( 87,3 %) dari 79 siswa dalam kategori baik Pengetahuan baik sebesanyak 55,1%, cukup sebanyak 34,6% dan kurang sebanyak 10,3%. Sikap negatif sebanyak 56,4% dan positif sebanyak 44,6%. Praktik dalam kategori pernah melakukan sebanyak 52,6% dan tidak pernah sebanyak 47,4% Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas yaitu pada metode penelitiannya. Penelitian ini menggunakan metode pre eksperimen, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan metode deskriptif.