ALFI RAMDHANI LATAR SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Metode pengumpulan data Pengolahan data

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari s/d Juli 2007 di Kabupaten Jayapura dan Merauke Provinsi Papua.

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Wilayah Spawing Ground dan Migrasi Tuna Sirip Biru (Anthony Cox, Matthew Stubbs and Luke Davies, 1999)

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

JURNAL UPAYA NEGARA INDONESIA DALAM MENANGANI MASALAH ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

POLITIK HUKUM PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA DI LAUT LEPAS OLEH RFMO

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

Fishing vessel controlling development strategy of marine and fisheries resources monitoring center in Kema Districts, North Minahasa, Indonesia

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak semua negara bisa memilikinya, melainkan hanya dimiliki oleh negaranegara

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

Potensi penangkapan ikan dari tahun ke tahun cenderung mengalami

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

- l~ r C.r C. ~,J:: ')!; "f ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DYAH HARINI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA YANG TERJADI DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

D. Bambang Setiono Adi, Alfan Jauhari. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. atas sekitar pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu terbentang dari timur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

BAB I PENDAHULUAN. keindahan panorama yang membuat seluruh dunia kagum akan negeri ini. Dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA)

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kerjasama internasional tentunya bukan hal yang asing lagi.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG-

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

PENDAHULUAN. maka perlu dilengkapi dengan berbagai sarana penunjang sebagai sarana pokok, melalui suatu perencanaan pengembangan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H

BAB 1. A. Latar Belakang. Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PERAN KADASTER LAUT DALAM PEMECAHAN KONFLIK DI PERAIRAN STUDI KASUS: KABUPATEN REMBANG, Arief widiansyah

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA

2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Manfaat politik, secara umum manfaat politik yang diperoleh suatu negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OPTIMALISASI DAN STRATEGI PEMANFAATAN SOUTHERN BLUEFIN TUNA DI SAMUDERA HINDIA SELATAN INDONESIA MUHAMMAD RAMLI C

Undang Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang : Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penangkapan Ikan yang Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hukum Laut Indonesia

pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

KEIKUTSERTAAN INDONESIA DALAM INDIAN OCEAN TUNA COMMISSION (IOTC) (Indonesian s Participation in Indian Ocean Tuna Commission (IOTC)) Abstract

Transkripsi:

STRATEGI KEBIJAKAN UNTUK PENANGGULANGAN KEGIATAN ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED (IUU) FISHING DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE) INDONESIA UTARA PAPUA ALFI RAMDHANI LATAR SKRIPSI PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004

STRATEGI KEBIJAKAN UNTUK PENANGGULANGAN KEGIATAN ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED (IUU) FISHING DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE) INDONESIA UTARA PAPUA Oleh : ALFI RAMDHANI LATAR C05400013 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfataan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004

ALFI RAMDHANI LATAR. C05400013. Strategi Kebijakan untuk Penanggulangan Kegiatan Illegal, Uizreported, U~zregulated (IUU) Fklziitg di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia Utara Papua. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan DANIEL R. MONINTJA Konvensi Hukum Laut 1982 telah memberikan hak-hak tertentu yang bersifat eksklusif kepada negara-negara pantai untuk mengelola sumber-sumber perikanan yang terdapat di bagian-bagian lautan yang berbatasan dengan pantainya. Rezim Zona Ekonomi Ekslusif dengan batas wilayah tidak lebih dari 200 mil diukur dari garis pangkal laut teritorial, meinberikan tambahan perairan yurisdiksi bagi negara-negara pantai untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang terkandung didalamnya secara bertanggung jawab. Indonesia telah mengklaim hak akan rezim Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) berdasarkan konvensi tersebut yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS. Potensi sumberdaya ikan dari 2,7 juta kilometer perairan ZEE Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta ton per tahunnya. Potensi sumberdaya ikan di ZEE tersebut bar- 27 persen dimanfaatkan oleh Indonesia. Berkaitan dengan ha1 diatas bahwa negara Indonesia belum mampu untuk mengelola perairan ZEE, terbuka peluang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di bagi negara lain (pasal62 UNCLOS 1982). Pennasalahan IUU Jishing yang kini marak terjadi terutama di perairan ZEE Indonesia merupakan implikasi dari kurang mantapnya manajemen pengelolaan perikanan dan kelautan negara Indonesia. IUU Jishing akhir-akhir ini menjadi sorotan dunia terutama diberbagai forum seperti FAO, CCSBT (The Comission on Conservation of Southern Bluefin Tuna), IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) dan lain sebagainya. Indonesia sangat dirugikan dari adanya kegiatan IUU ini, baik dilihat dari kerugian negara yang diperkirakan 1,3-4 milyar USD per tahun, citra di mata dunia maupun kemungkinan terkena embargo dari negara importir produk ikan Indonesia.

Perairan ZEE Indonesia Utara Papua merupakan salah satu perairan yang mengalaini ancaman kemerosotan stok sumberdaya ikan pelagis, yakni terjadinya gap estimasi stok dengan potensi sebenamya beberapa jenis ikan. Hal ini terjadi karena pendekatan perhitungan stok ikan tersebut berdasarkan tangkapan per unit (CPUE= catch per unit effort) hanya dari kapal-kapal yang berijin. Indikasi ini menunjukkan bahwa telah marak terjadi praktek IUUfishing di perairan tersebut. Selain itu menurut informasi nelayan-nelayan lokal yang beroperasi di sekitar perairan ini bahwa telah banyak terjadi aktifitas eksploitasi masal terhadap sumberdaya ikan oleh kapal-kapal asing secara IUU. Untuk itu sangat perlu dilakukan pengkajian mengenai strategi kebijakan yang terbaik untuk lnenanggulangi permasalahan IUU fishing di Indonesia, khususnya di perairan ZEE Indonesia Utara Papua. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk 1. mengkaji faktor-faktor penting yang mempengaruhi upaya penanggulangan kegiatan IUU fishing di perairan ZEE Indonesia Utara Papua; dan 2. menyusun strategi yang tepat untuk penanggulangan IUU fishing di perairan ZEE Indonesia Utara Papua. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2003 dan Mei 2004. Metode yang digunakan dalarn penelitian ini adalah studi kasus (case study). Data yang diperoleh dianalisis mengunakan analisi; sbength, weakness, opportunities, threats (SWOT). Dalam analisis SWOT ini, faktorfaktor internal didekati menggunakan metode pendekatan sistem dan faktor-faktor ekstemal didekati menggunakan 5 faktor kunci ektemal menurut David (2002). Faktor-faktor penting yang mempengaruhi upaya penanggulangan IUUfishing di Perairan ZEEI Utara Papua ini, antara lain 1. Undang-undang No. 9 tahun 1985 tentang perikanan; 2. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 3. hukum adat; 4. peran aparat penegak hukum TNI AL; 5. dukungan lembaga perikanan nasional; 6) koordinasi antar intansi terkait belum terpadu; 7) kurangnya sumberdaya manusia, sarana prasarana dan teknologi MCS yang memadai; 8. implementasi hukum lemah; 9. armada penangkapan lokal belum memadai; 10. kewenangan dalam pengawasan dan penyidikan belum jelas; dan 11. penanganan masih melibatkan banyak instansi.

Hasil matriks IFAS diperoleh nilai 2,l (5 2,5), ini berarti bahwa faktor-faktor internal pada sistem penanggulangan IUU,fishing ini berada pada posisi yang lemah. Hasil matriks EFAS diperoleh nilai 2,2 (52,5) yang berarti sistem belum mampu merespon situasi eksternal yang ada. Secara keseluruhan, lingkungan sistem membutuhkan ke rja keras untuk merealisasikan strategi yang dibuat. Beberapa strategi berdasarakan urutan prioritas untuk menanggulangi kegiatan penangkapan ilegal di perairan ZEEI Utara Papua yang dirumuskan melalui analisis (SWOT) dan matriks quantitative shategic planning management (QSPM), antara lain 1. penguatan armada penangkapan lokal di wilayah di perairan ZEE Indonesia Utara Papua; 2. peningkatan kegiatan pengawasan; 3. memaksimalkan peran TNI AL dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan kegiatan pengawasan sumberdaya perikanan.; 4. pemberian sanksi yang tegas guna memberikan efek jera kepada oknum pelanggaran bidang perikanan.; 5. meningkatkan upaya pengimplementasian Undang-undang tentang pengelolaan sumberdaya perikanan secara menyelumh dan kontinu; 6. pembangunan prasarana pelabuhan yang memadai di sekitar perairan ZEE Indonesia Utara Papua; dan 7. meningkatkan kerjasama regional dan internasional