Ringkasan Laporan Skripsi Dengan Judul: DISTRIBUSI IGG4 ANTIFILARIA PADA IBU HAMIL YANG TINGGAL DI DAERAH ENDEMIK KECACINGAN DI KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT Wulan Ayu Lestari*, Heri Wibowo** * Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ** Staf Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui transmisi nyamuk, umumnya adalah Brugia malayi, Brugia Timori, dan Wuchereria bancrofti. Lebih dari seratus dua puluh juta orang terinfeksi oleh filaria, dengan empat puluh juta orang menderita cacat dan lumpuh dikarenakan penyakit ini. Berdasarkan hasil pemetaan yang telah dilakukan, didapatkan prevalensi mikrofilaria di Indonesia adalah 19%, yang artinya terdapat empat puluh juta orang yang di dalam tubuhnya mengandung mikrofilaria. Dengan jumlah kasus yang banyak serta penyebaran yang cukup luas, dibutuhka pencegahan kejadian filariasis. Untuk itu, perlu diketahui faktor risiko dominan yang secara signifikan memberikan pengaruh terhadap kejadian filariasis. Penelitian dilakukan menggunakan desain penelitian case-control dengan subjek penelitian adalah ibu hamil yang tinggal di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara multivariate dengan metode odd ratio. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kejadian filariasis pada ibu hamil di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya. Kata kunci: ibu hamil, filaria, IgG4, faktor risiko PENDAHULUAN Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkan cacing filaria yang ditransmisikan oleh nyamuk. Cacing filaria yang paling banyak menyebabkan filariasis di Indonesia adalah Brugia malayi, Brugia timori dan Wucheria brancofti. Vektor dari W. bancrofti bergantung pada distribusi geografis, di antaranya: Culex, Anopheles, Aedes, Mansonia, Coquillettidia. 8 Parasit ini berkembang menjadi cacing dewasa di pembuluh limfatik manusia, menyebabkan kerusakan dan pembengkakan (lymphoedema). Elephantiasis
pembengkakan pada kaki dan organ genital adalah tanda klasik dari penyakit stadium lanjut. 1,2 Lebih dari 120 juta orang sedang terinfeksi, dengan sekitar 40 juta cacat dan lumpuh karena penyakit ini. Sedangkan sebanyak 316 dari 471 kabupaten/kota telah terpetakan secara epidemiologi sebagai daerah endemis filariasis. Berdasarkan hasil pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria di Indonesia adalah 19%, berarti terdapat 40 juta orang yang didalam tubuhnya mengandung mikrofilaria. Menurut Menkes, sampai Oktober 2009 penderita kronis filariasis yang tercatat berjumlah 11.699 orang tersebar di 386 kabupaten/kota di Indonesia. 1,3,4 Berdasarkan sifat penyakitnya, telah banyak penduduk yang terinfeksi penyakit ini, tanpa menunjukkan gejala. Untuk diagnosis Filariasis, dapat digunakan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan antigen filaria (circulating filarial antigen/ CFA) dan identifikasi antibodi spesifik terhadap filarial (IgG4). 1,3,4 Dengan jumlah kasus yang banyak serta daya sebar yang cukup luas, dibutuhkan pencegahan kasus filariasis. Oleh sebab itu, perlu diketahui faktor risiko dominan yang berperan penting dalam penyebaran filariasis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya dan dapat menambah pengetahuan masyarakat luas untuk dapat bekerjasama memberantas terjadinya filariasis di Indonesia. METODE Penelitian ini menggunakan metode casecontrol berbasis data sekunder, yang diperoleh dari data penelitian utama yang dikerjakan menggunakan metode crosssctional. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis multivariate dan uji proporsi kelompok tidak berpasangan Chisquare. Data yang digunakan adalah faktor risiko status kependudukan, pendidikan, lama tinggal, dan ekonomi. Selain itu juga digunakan data status IgG4 antifilaria. Analisis data menggunakan SPSS 16.0 for windows. HASIL Data penelitian diperoleh dari warga yang bertempat tinggal di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya yang keduanya termasuk dalam kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Subyek penelitian ini adalah wanita yang telah mengandung lebih dari 3 bulan. Jumlah subyek penelitian adalah 291 orang dengan sebanyak 8 orang diantaranya merupakan subjek penelitian yang hilang. Sehingga data yang dimiliki oleh peneliti adalah sebanyak 283 orang, dengan rata rata
umur subjek 24 tahun, umur terendah 15 tahun dan yang tertinggi 45 tahun. Penetapan status infeksi filaria didasarkan pada pemeriksaan, dan didapatkan adanya mikrofilaria pada sediaan darah malam yang diperiksa secara miroskopis; terdapat antigen filaria yang diperiksa dengan metode Immunochormatography test (ICT); dan terdapat kadar IgG4 antifilariasis di dalam darah subjek. Hasil pengukuran kadar IgG4 antifilariasis diperoleh skor berupa data numerik. Status filariasis yang positif diklasifikasikan berdasarkan nilai batas (cut off point) yang ditentukan menggunakan metode ROC pada program SPSS sehingga diperoleh nilai batas 503,4. Kadar IgG4 anti fialria > 503.4 dikategorikan sebagai Tinggi (Positif) dan kadar IgG4 anti filaria < 503,4 dikategorikan Rendah (Negatif). Penelitian yang dilakukan ini ditujukan untuk melihat pengaruh dari berbagai faktor risiko terjadinya kejadian filariasis. Dalam penelitian ini faktor resiko yang diukur adalah pendidikan, ekonomi, lama, serta daerah tempat tinggal, terhadap insidensi filariasis yang terjadi pada ibu hamil yang berada di daerah kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya. Hasil penelitian pengaruh berbagai faktor risiko yang telah diteliti oleh kelompok peneliti tertera dalam tabel di bawah. Penelitian yang peneliti lakukan menggunakan metode odd ratio, yang digunakan untuk melihat pengaruh dari berbagai faktor risiko dan dilihat manakah dari semua faktor risiko tersebut yang paling dominan terlihat pada kejadian filaria yang terjadi di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya. Pada hasil SPSS didapatkan bahwa diantara keempat faktor risiko yang diteliti oleh peneliti, dua diantaranya memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kejadian filariasis yang didasarkan pada status IgG4 anti filaria di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya ini yaitu, pendidikan ibu dan juga taraf ekonomi ibu. Diantara kedua faktor risiko yang memberikan pengaruh signifikan tersebut, yang paling paling besar pengaruhnya terhadap kejadian filariasis didasarkan status IgG4 anti filaria di kelurahan Jati Sampurna dan Jati karya ini adalah faktor ekonomi ibu hamil. Hal
ini disebabkan oleh karena faktor risiko filaria berhubungan satu dengan yang lain untuk memberikan pengaruh yang dapat memperbesar atau memperingan faktor risiko yang lainnya. Dari hasil riset yang diperlihatkan dalam bentuk tabel di atas, terlihat bahwa faktor risiko ekonomi secara tunggal memberikan pengaruh yang terbesar terhadap kejadian filariasis di kelurahan Jati Karya dan Jati Sampurna. Menggunakan metode odd ratio, seluruh faktor risiko yang diteliti dihubungkan satu dengan yang lainnya, tidak hanya melihat pengaruh tunggal dari suatu faktor risiko. DISKUSI Dengan menggunakan metode odd ratio ini, hasil penelitan memperlihatkan bahwa pendidikan memberikan pengaruh yang terbesar terhadap kejadian filariasis dikelurahan Jati Karya dan Jati Sampurna ini. Ibu hamil dengan pendidikan menengah ke atas memiliki peluang 0.4 kali lebih rendah untuk mengalami kejadian filariasis dibandingkan ibu hamil dengan pendidikan yang rendah di kedua daerah kelurahan tersebut. Hal ini dimungkinkan karena pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dapat dipergunakan dan diaplikasikan untuk mencegah terjadinya penularan mikrofilaria dari vektor ke manusia yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian filaria. Dan hal ini didukung oleh faktor risiko ekonomi yang dimiliki oleh pada ibu hamil yang menjadi subjek penelitian. Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit kadangkala berbeda dengan konsepsi menurut ilmu kesehatan, boleh jadi karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan ditunjang dengan kurangnya akses untuk mendapatkan informasi tentang penyakit yang berada di masyarakat [5]. Selain itu, persepsi masyarakat yang keliru terhadap penyakit biasanya diperoleh berdasarkan ilmu turun temurun yang kadang kala tidak rasional secara medis [5]. Faktor ekonomi menjadi faktor yang memberikan peranan terhadap kejadian filariasis karena tingkat pendidikan yang dimiliki oleh ibu hamil yang menjadi subjek penelitian dipengaruhi oleh kesanggupan pembiayaan subjek penelitian untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, ekonomi juga mempengaruhi kesanggupan subjek penelitian untuk menyediakan pencegahan bagi faktor risiko lain yang mempengaruhi kejadian filariasis di daerah
endemis filariasis di kelurahan Jati Karya dan Jati Sampurna ini. Beberapa faktor risiko lingkungan yang dapat menyebabkan seseorang dapat mengalami kejadian filariasis diantaranya adalah kepadatan vektor penular, perubahan iklim, dan keberadaan hospes reservoar [6]. Pada riset ini, didapatkan hasil yang menunjukan bahwa kependudukan dan lama tinggal tidak memiliki peranan kuat dalam menimbulkan kejadian filariasis. Hal ini dikarenakan dari faktor risiko lingkungan, yang sangat berbeda diantara kedua desa tersebut hanyalah sistem sanitasi air yang dimiliki. Kelurahan Jati Sampurna memiliki sistem sanitasi air yang lebih baik dibandingkan dengan Jati Karya. Banyaknya tempat penampungan air, kubangan, dan saluran air yang terbuka dapat menjadi tempat yang kondusif bagi kehidupan jentik pada siklus kehidupan nyamuk. Faktor risiko yang diteliti pada penelitian ini dilihat dari sisi host, sedangkan dari sisi vektor dan lingkungan tidak dibahas dalam penelitian ini. KESIMPULAN Kejadian filariasis di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya ditentukan oleh interaksi bebagai variabel faktor risiko Dari aspek host, faktor risiko yang memberikan pengaruh signifikan terhadap kejadian filariasis di daerah kelurahan Jati Karya dan Jati Sampurna adalah faktor pendidikan dan ekonomi SARAN Pengujian faktor risiko pendidikan dan ekonomi perlu diperluas seperti menggunakan kuisioner untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan subjek penelitian tentang filariasis dan pencegahannya, juga taraf ekonomi yang seperti apa yang dimiliki oleh subjek penelitian. Sehingga dapat diketahui dengan lebih mendetail apa yang mempengaruhi faktor risiko pendidikan untuk dapat memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor risiko ekonomi. DAFTAR PUSTAKA 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Investigasi Kejadian Ikutan Paska Pengobatan Massal Filariasis Di Kabupaten Bandung. 2011. Diakses di http://www.depkes.go.id/index.php/ber ita/press-release/73-hasil-investigasikejadian-ikutan-paska-pengobatanmassal-filariasis-di-kabupatenbandung.html. Diakses pada tanggal 1 Februari 2011 2. World Health Organization. Filariasis. 2011. Diakses di : http://www.who.int/topics/filariasis/en/. Diakses pada tanggal: 17 September 2011
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menkes Canangkan Pengobatan Filariasis di Jawa Barat. 2011. Diakses di http://www.depkes.go.id/index.php/ber ita/press-release/409-menkescanangkan-pengobatan-filariasis-dijawa-barat.html. Diakses pada tanggal 1 Februari 2011 4. World Health Organization. Lymphatic Filariasis. Updated: March 2011. Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factsh eets/fs102/en/. Diakses pada tanggal 17 September 2011 5. Tarigan SUBR. Skripsi: pengaruh karakteristik kepala keluarga terhadap tindakan pencegahan penyakit filariasis di desa Kemingking dalam kecamatan Maro Sebo kabupaten Muaro Jambi. 2007. Medan: fakultas kesehatan masyarakat universitas Sumatera Utara. 6. Buletin jendela epidemiologi. Volume I, juli 2010. ISSN 2087 1546. Filariasis di Indonesia. Pusat data surveilans epidemiologi kementrian kesehatan RI.