BAB 1 PENDAHULUAN. katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia lanjut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penduduk usia kerja di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 160

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG MATA TERHADAP KETAJAMAN PENGLIHATAN PEGAWAI BENGKEL LAS DI WILAYAH TERMINAL BUS WISATA NGABEAN KOTA YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. besar (Priatna,1997 dalam Carissa, 2012). Bengkel pengelasan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization penyebab kebutaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah di bidang kesehatan dan keselamatan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, oleh karena itu. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proses industrialisasi telah mendorong tumbuhnya industri diberbagai sektor dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1.1 Latar Belakang. Kecelakaan kerja dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

WHO : Prevalensi Kebutaan : 1. < 0.5 % Clinical Problem % % PH Problem 3. > 1 %

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pelaku pembangunan dapat merasakan dan menikmati hasil dari pembangunan

SITUASI GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. tempo kerja pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga dan pikiran

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja yang baik

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari resiko yang relatif sangat kecil dibawah tingkatan tertentu, dan hal

SABRINA /IKM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional secara utuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

PROGRAM INOVASI RS INDERA

BAB 1 PENDAHULUAN. bersangkutan.secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang. yang dapat mengakibatkan kecelakaan(simanjuntak,2000).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KATARAK PADA PASIEN YANG BEROBAT DI BALAI KESEHATAN MATA MASYARAKAT, KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG RUMAH SAKIT MATA KOTA SEMARANG 1

BAB 1 PENDAHULUAN. pekerja seperti yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 86 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan Teknologi

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

KECELAKAAN KERJA DAN CEDERA YANG DIALAMI OLEH PEKERJA INDUSTRI DI KAWASAN INDUSTRI PULO GADUNG JAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 : PENDAHULUAN. perusahaan.undang-undang No. 1 Tahun 1970 menjelaskan bahwa setiap tenaga kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 23/MEN/XII/2008 TENTANG ASURANSI TENAGA KERJA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. penderita kebutaan dari 285 juta penderita gangguan penglihatan di dunia. Sepertiga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nekrosis, dan terganggunya keseimbangan normal serabut-serabut lensa. uveitis, retinitis pigmentosa, dan kebutaan (Ilyas, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 12 Tahun 2018 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Menurut data National Fire Protection Association (NFPA) di U.S Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

UPAYA KESEHATAN KERJA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 73 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pekerjaan baik di perusahaan maupun di bengkel-bengkel kecil,

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%).

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

Keywords: PPE; knowledge; attitude; comfort

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh tenaga kerja di bengkel las (Widharto, 2007). Industri pengelasan merupakan industri informal yaitu industri yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECELAKAAN KERJA PADA KARYAWAN PT KUNANGGO JANTAN KOTA PADANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jasmani merupakan hal yang penting, karena saat keadaan

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan wajib disyukuri oleh umat Nya seperti yang tercantum

BAB 1 PENDAHULUAN. selamat sehingga tidak terjadi kecelakaan. Untuk itu harus diketahui risiko-risiko

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ketenagakerjaan, antara lain masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga Kerja

BAB 1 : PENDAHULUAN. adanya peningkatan kulitas tenaga kerja yang maksimal dan didasari oleh perlindungan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. standar kualitas pasar internasional. Hal tersebut semakin mendorong banyak

BAB I PENDAHULUAN. Mata merupakan bagian pancaindera yang sangat penting dibanding

BAB I PENDAHULUAN. industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutaan di masyarakat di negara-negara berkembang. Data tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja juga tinggi (Ramli, 2013). terjadi kecelakaan kasus kecelakaan kerja, 9 pekerja meninggal

BAB I PENDAHULUAN. International Laboir Organization (ILO) tahun 2010, diseluruh dunia terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 LATAR BELAKANG. signifikan bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2006, luas lahan areal kelapa

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan kondisi yang menunjukkan Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA KELAS XII SMA NEGERI 7 MANADO TENTANG KATARAK.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah gangguan penglihatan dan kebutaan. Katarak merupakan penyebab utama (50%) kebutaan di Indonesia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan juga akan cenderung semakin meningkat karena katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia lanjut (Depkes RI, 2012). Beberapa pekerjaan tertentu, misalnya pekerja las tanpa memakai alat pelindung diri, dapat mengakibatkan kekeruhan pada lensa. Demikian pula sesorang yang sering terpajan sinar inframerah maupun sinar ultra violet matahari, karena terpajan sinar matahari tanpa alat pelindung, berpotensi menimbulkan kekerungan pada lensa mata. Masih banyak pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari yang memungkinkan sesorang mengalami katarak. Cedera mata mengakibat katarak pada semua usia. Pukulan keras, tembus, menyayat, panas tinggi serta bahan kimia, dapat mengakibatkan kekeruhan lensa mata, yang disebut dengan Katarak Traumatik (Anies, 2006). Untuk menanggulangi kebutaan, Kemenkes telah mengembangkan strategistrategi yang dituangkan dalam Kepmenkes RI, nomor 1473/MENKES/SK/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan

Kebutaan (Renstranas PGPK) untuk mencapai Vision 2020. Salah satu strategi dalam Renstranas PGPK adalah penguatan advokasi, komunikasi dan sosialisasi pada semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan. Upaya sosialisasi ini dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan penglihatan. Upaya advokasi dilaksanakan untuk mendapatkan dukungan dari semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan penglihatan. Kegiatan Workshop Kesehatan Indera Penglihatan mengenai Mata Sehat di Segala Usia untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia, merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan dengan Departemen Mata FKUI/RSCM dan PP Perdami ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Penglihatan Sedunia atau World Sight Day (WSD) 2012 yang diperingati setiap hari Kamis minggu kedua di bulan Oktober setiap tahun. Tahun ini, peringatan WSD 2012 jatuh pada Kamis, 11 Oktober 2012. WHO tidak menetapkan tema khusus WSD 2012. Masing-masing negara dibebaskan untuk memilih tema sendiri-sendiri sesuai dengan permasalahan utama tentang kesehatan mata yang ingin diangkat oleh negara tersebut. Karena itu, disepakati tema WSD 2012 adalah Working Together to Eliminate Avoidable Blindness (Depkes RI, 2012). Tujuan diperingatinya WSD 2012 di setiap negara di dunia, diantaranya untuk: Meningkatkan pengetahuan masyarakat bahwa masalah kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia; Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa

gangguan penglihatan dan kebutaan ini dapat dicegah, diobati dan direhabilitasi; Mengadvokasi para pemangku kebijakan mulai dari pusat sampai ke daerah agar masalah kebutaan masyarakat mendapat perhatian sehinggga ada alokasi dana untuk program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan (Depkes RI, 2012). Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Ratna Rosita, MPHM mengatakan, sejak tahun 2000 pemerintah Indonesia bersama-sama WHO telah mencanangkan Vision 2020, the Right to Sight. Program ini bertujuan menghilangkan kebutaan pada tahun 2020 sehingga tercapai penglihatan sempurna di masyarakat. Di Indonesia program ini dikenal sebagai Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di masyarakat. Hal ini merupakan hak bagi setiap warga Indonesia untuk mendapatkan penglihatan optimal. Angka kebutaan dan kesakitan mata masih tinggi dibandingkan dengan jumlah tenaga profesional yang masih terbatas dan belum tersebar secara merata. WHO memperkirakan tiap menit terdapat 12 orang menderita gangguan penglihatan di dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap menit terdapat 1 orang menderita gangguan penglihatan (Depkes RI, 2012). Tingkat kecelakaan kerja dan berbagai ancaman keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai kecelakaan kerja masih sering terjadi dalam proses produksi terutama di sektor jasa konstruksi. Berdasarkan laporan International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 6.000 kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal. Sementara di Indonesia setiap 100 ribu tenaga kerja terdapat 20 korban yang fatal akibat kecelakaan kerja (Metrotvnews, 2013).

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan seluruh pihak harus mulai melakukan upaya dan kerja keras di tahun 2013 agar penerapan sistem manajemen K3 (SMK3) di setiap jenis kegiatan usaha dan berbagai kegiatan masyarakat dapat menekan angka kecelakaan kerja. Klaim pada PT Jamsostek 2010 mencatat telah terjadi 98.711 kasus kecelakaan kerja. Dari angka tersebut 2.191 orang tenaga kerja meninggal dunia. Dan menimbulkan cacat permanen sebanyak 6.667 orang. Hasil penelitian Riyadina (2007) tentang kecelakaan kerja dan cedera yang dialami oleh pekerja industri di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta, diperoleh hasil kecelakaan kerja sering terjadi pada jenis industri baja yaitu mata kemasukan benda (gram), industri spare part yaitu tertusuk dan industri garmen yaitu tertusuk. faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja pada pekerja industri adalah pekerja laki-laki, aktifitas kerja sedang, status distres, keluhan nyeri, dan pemakaian APD. untuk faktor risiko fisik tempat kerja yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja meliputi kebisingan, ruangan terlalu panas, ruang pengapor, bau menyengat, ruang berdebu dan ruang berasap. Hasil penelitian Sari (2009) tentang prevalensi kebutaan akibat trauma mata di Kabupaten Langkat, menunjukkan hasil faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mata umumnya dan trauma mata pada khususnya merupakan faktor penyebab tingginya prevalensi kebutaan akibat trauma mata. Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar penduduk setempat.

Hasil penelitian Aldy (2009) tentang prevalensi kebutaan akibat trauma mata di Kabupaten Tapanuli Selatan, didapatkan hasil faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mata pada umumnya dan trauma mata pada khususnya merupakan faktor penyebab terjadinya trauma mata. Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar penduduk setempat. Serta faktor budaya tentang pemeliharaan kesehatan mata dengan cara melakukan pengobatan secara tradisional pada kasus trauma mata. Menurut penelitian Saharuddin (2011) tentang ketajaman penglihatan ditinjau dari penggunaan kacamata pelindung pada operator las bagian LGPK di UPT Balai Yasa Yogyakarta, menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna antara yang selalu memakai kacamata pelindung terhadap ketajaman penglihatan. Sinaga (2013), menyatakan tingkat kecelakaan kerja di Indonesia memang masih tinggi. Menurut data tahun 2006, terjadi 95.624 kasus atau dalam sehari terjadi sekitar 398 kecelakaan kerja dan tujuh di antaranya meninggal dunia. Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Survey Kesehatan Indera tahun 1993 1996 menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), glaukoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%) dan penyakit mata lain (Purwadianto, 2010). Indonesia telah mencanangkan tentang pekerja informal diikutsetrakan dalam keanggotaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mulai efektif berlaku pada 1 Januari 2014. Pekerja informal yang berada di golongan miskin akan

mendapat PBI (Penerimaan Bantuan Iuran) dari pemerintah perorang setiap bulan diperkirakan mencapai Rp. 15.500 (Hidayat, 2013). Instruksi Walikota Medan Nomor 560/613.K/III/2013 tanggal 21 Maret 2013, ditegaskan, para tenaga kerja honorium daerah termasuk tenaga keamanan maupun kebersihan, wajib mengikutsertakannya dalam program jamsostek. Sebab, selain perusahaan tenaga kerja formal, para pekerja berstatus informal seperti harian lepas, borongan, musiman, perjanjian kerja waktu tertentu dan outsorcing juga tidak lepas dari ketentuan wajib jamsostek (Naibaho, 2013). Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek, Achmad Anshori, menambahkan kasus kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat. Dari data PT Jamsostek selama enam tahun, terjadi sekitar 604.000 kecelakaan kerja dan menyebabkan 10.894 pekerja meninggal dunia. Untuk itu, PT Jamsostek membayar klaim sebesar Rp1,11 triliun untuk santunan kecelakaan kerja selama enam tahun terakhir, ungkapannya. Tingginya angka kecelakaan kerja ini di sisi lain menunjukkan masih rendahnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Karena itu Muhaimin meminta semua pihak termasuk pemerintah daerah untuk meningkatkan penerapan K3. Karena saat ini sistem otonomi daerah memberikan kewenangan dalam menetapkan kebijakan ketenagakerjaan termasuk didalamnya bidang K3 (Rachman, 2013). Berdasarkan data dari Klinik Mata Yose yang beralamat di Jalan Sisingamangaraja Kecamatan Medan Kota periode Januari sampai Desember 2012,

peneliti telah melakukan wawancara kepada pihak klinik dalam hal menanyakan berapa banyak orang yang berobat mata khususnya trauma pada mata akibat dari kecelakaan kerja pada tukang las, dan melakukan observasi beberapa hari dari jam 5 sampai jam 8 malam untuk mengetahui pekerja tukang las yang menderita trauma pada mata. Disamping itu peneliti memohon untuk pengambilan data berobat ke klinik tersebut terhadap penyakit trauma pada mata akibat kecelakaan kerja, maka petugas memberikan dan menanyakan maka terdapat sebanyak 142 kasus trauma mata pada pekerja las karbit. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan determinan yang mempengaruhi perilaku pekerja las dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap (APD) di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan determinan yang mempengaruhi perilaku pekerja las dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap (APD) di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan. 1.4 Hipotesis Ada hubungan determinan yang mempengaruhi perilaku pekerja las dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap (APD) di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagian Hiperkes Kota Medan Sebagai masukan bagi unit Hiperkes Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Medan, dalam upaya menurunkan angka kejadian trauma pada mata melalui penggunaan alat pelindung diri (APD) 1.5.2 Pemilik Bengkel Las Sebagai informasi kepada pemilik bengkel las agar lebih mengutamakan kesehatan mata pekerja las, dalam upaya menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk pencegahan trauma mata. 1.5.3 Bagi Pekerja Las Sebagai informasi kepada pekerja las karbit agar lebih mengutamakan kesehatan mata, dalam upaya melakukan pencegahan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD).