PENGARUH GUIDE IMAGERY TERHADAP TINGKAT NYERI PADA ANAK USIA TODLER POST OPERASI DI RSUD GUNUNGDJATI CIREBON Fischa Awalin Dosen Akper Muhammadiyah Cirebon ABSTRAK Pembedahan merupakan suatu proses dalam penyembuhan penyakit. Salah satu gejala yang sering dirasakan oleh pasien yang melakukan pembedahan adalah nyeri. Agar pasien merasa nyaman, diperlukan penanganan untuk mengurangi intensitas nyeri. Guide imagery merupakan salah satu penanganan nyeri nonfarmakologis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknik guide imagery dalam penanganan nyeri post operasi anak usia todler. Jenis penelitian adalah quasi experimental dengan one group pretest and posttest design. Sampel diambil dengan teknik accidental sampling dan kriteria yang telah ditentukan berjumlah 12 orang. Responden yang mengalami nyeri post operasi diukur dengan menggunakan faces pain rating scale kemudian diberikan guide imagery setelah itu intensitas nyeri diukur kembali. Analisa dengan menggunaakn uji statistic wilcoxon untuk menunjukan pengaruh dari tindakan guide imagery. Hasil penelitan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan intensitas nyeri yang dirasakan dengan intensitas rata-rata sebelum dilakukan guide imagery 3,91dan sesudah dilakukan guide imagery 2,08. Dari hasil uji wilcoxon nilai Sig. sebesar 0,002 < α = 0,05 yang berarti H 0 ditolak. Dari uji tersebut didapatkan kesimpulan bahwa guide imagery dapat berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh anak post operasi usia todler dan dapat digunakan oleh perawat dan rumah sakit sebagai metode penanganan nyeri pembedahan secara nonfarmakologis. Kata kunci : Guide imagery, nyeri 1. PENDAHULUAN Tindakan pembedahan pada dasarnya adalah suatu trauma yang sengaja dilakukan untuk maksud tertentu dan respon pasien yang paling menonjol terhadap tindakan pembedahan adalah nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensasi dan emosi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial. Pengalaman nyeri merupakan gabungan dari fisiologis serta psikologis dan bukan merupakan kerusakan jaringan menetap (Schecter&Yaster N, 2003). Nyeri pembedahan berlangsung selama 24 sampai 48 jam, namun bisa juga berlangsung lebih lama, tergantung dari pemahaman nyeri yang dimiliki pasien serta
respon terhadap nyeri. Terdapatnya nyeri bisa memperpanjang proses penyembuhan karena mengganggu aktivitas Perasaan nyeri pada pasien pembedahan itu tidak bisa dihindari, akan tetapi perawat bisa berusaha untuk meminimalkan atau mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien sehingga pasien relatif merasa nyaman. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan manejemen nyeri post operasi secara tepat untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkannya (Kozier, 2000). Ada beberapa cara dalam penatalaksanaan nyeri. Tindakan untuk mengatasi nyeri dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu tindakan farmakologis (pengobatan) dan tindakan nonfarmakologis (tanpa pengobatan). Tindakan farmakologis nyeri akut dan kronis berat adalah obat opoid sistemik. Obat analgesik lain yang diberikan secara sistemik atau lokal (anastesi lokal) (Whaley&Wong, 2003). Penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif. Penanganan fisik meliputi stimulasi kulit, stimulasi elektrik saraf kulit transkutan (TENS, Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation), akupuntur, dan pemberian placebo. Intervensi perilaku kognitif meliputi tindakan distraksi, teknik relaksasi, umpan balik biologis, hypnosis, sentuhan terapeutik dan guide imagery (Potter&Perry, 2005). Terapi guide imagery dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam mengurangi nyeri yang dirasakan anak post operasi. Terapi guide imagery dapat membantu anak mempercepat kesembuhan, anak menjadi rileks, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mengatasi stress (ICBS, 2002). Guide imagery adalah suatu cara dimana pasien dibimbing oleh perawat untuk mengalihkan perasaan dan perhatiannya terhadap rasa nyerinya dengan memusatkan pikiran, perasaan dan perhatiannya kepada sesuatu yang menyenangkan atau menjadi kesukaan lainnya (Lewis,dkk,2000). Penanganan nyeri nonfarmakologis dengan cara guide imagery dapat dilakukan pada anak usia sekolah. Pada usia sekolah respon terhadap intervensi, persiapan dalam hal penjelasan dan distraksi lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang lebih kecil. Anak sekolah dapat menunjukkan letak nyeri mereka dan dapat menggunakan skala nyeri dengan tepat (Wong, 2003). Pada studi pendahuluan yang dilakukan di ruang perawatan bedah anak di rsud Gunung Djati Cirebon, berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan perawat, diketahui 2
bahwa belum dilakukannya upaya penanganan nyeri dengan metode guide imagery. Hasi observasi yang dilakukan pada beberapa anak pasca pembedahan, anak-anak menampilkan respon nyeri seperti meringis, merengek, mengatakan sakit, gelisah dan menangis. Dari hasil wawancara dengan orangtua klien mengatakan bahwa merasa cemas atas kondisi anaknya. Selain itu, orangtua juga belum mengetahui dan melakukan metode guide imagey dalam mengatasi nyeri secara nonfarmakologis sebagai upaya menangani nyeri yang dirasakan oleh anaknya, 2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah pre eksperimen dengan quasi eksperiment pretest dan posttest one group design. Didalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu observasi sebelum eksperimen (O1) disebut pretest dan observasi sesudah eksperimen (O2) disebut posttest. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian yaitu intensitas nyeri yang dirasakan oleh anak post operasi usia todler dan diukur dengan menggunakan faces pain rating scale Wong-Baker. Sampel dalam penelitian ini yaitu anak usia todler yang telah melakukan operasi di RSUD Gunung Djati Cirebon. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 12 orang diambil secra accidental sampling. Adapun kriteria anak yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu (1) Anak toddler yang telah melakukan operasi. (2) Anak yang dapat diajak berkomunikasi dan tidak menderita gangguan mental yang dapat mengganggu pelaksanaan penelitian. (3) Bersedia menjadi responden. (4) Belum pernah mendapat terapi guide imagery. (5) Pada saat diberikan terapi guide imagery anak didampingi oleh orang tua. Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pada pengukuran pretest yaitu pengukuran tingkat nyeri post opeasi yang dirasakan anak todler sebelum dilakukan guide imagery dengan menggunakan faces pain rating scale Wong-Baker dan pengukuran posttest yaitu pengukuran tingkat nyeri post operasi yang dirasakan anak sekolah usia todler setelah dilakukan guide imagery dengan menggunakan faces pain rating scale Wong-Baker. Perbadaan intensitas nyeri yang dirasakan anak post operasi usia toddler sebelum dan sesudah diberi tindakan guide imagery di uji dengan menggunakan uji wilxocon. Uji wilcoxon digunakan sesuai dengan skala ordinal. Taraf kesalahan hipotesis ditetapkan sebesar 0,05 dengan tipe uji satu pihak. Uji beda dilakukan untuk rata-rata ranking selisih post test-pre test intensitas nyeri yang dirasakan. 3
3. HASIL PENELITIAN Untuk mengetahui pengaruh dari pemberian tindakan guide imagery terhadap intensitas nyeri yang dirasakan responden dengan data ordinal, maka dilakukan uji ranking bertanda wilcoxon (wilcoxon signed ranks test) dengan menggunakan software SPSS 15.0 for Windows Dari uji tersebut diketahui bahwa hasil uji intensitas nyeri yang dirasakan sebelum dan sesudah dilakukan guide imagery pada anak post operasi usia todler di RSUD Gunung Jati adalah menolak Ho. Hal ini terlihat dari nilai Sig. sebesar 0,002 < α = 0,05. Artinya bahwa terdapat pengaruh dari tindakan guide imagery terhadap tingkat nyeri yang dirasakan anak post operasi usia todler. 4. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dilihat dari intensitas nyeri yang dirasakan anak post operasi usia toddler sebelum dan sesudah dilakukan guide imagery di RSUD Gunung Djati Cirebon, diperoleh nilai intensitas nyeri sebelum dilakukan guide imagery berada pada skala nyeri faces pain rating scale Wong-Baker antara 2-5. Nyeri yang terjadi setelah operasi karena jaringan pembedahan akan mengeluarkan prostaglandin dan leukotrien yang merangsang reseptor nyeri kemudian ke susunan saraf pusat diteruskan ke spinal cord untuk mengeluarkan impuls. Plasma darah akan mengeluarkan plasma ekstravasation sehingga terjadi edema dan mengeluarkan bradikinin yang merangsang susunan saraf pusat. Setelah dilakukan guide imagery yang dilakukan pada 48 jam setelah operasi dan dilakukan sebelum diberikan analgesik, intensirtas nyeri yang dirasakan oleh anak usia toddler yang diukur dengan faces pain rating scale Wong-Baker ini ada pada skala 0-3. Hal ini berarti ada penurunan intensitas nyeri yang dirasakan oleh anak post operasi usia toddler. Penurunan skor intensitas nyeri pada responden ini terjadi karena responden dapat melakukan teknik guide imagery yang dilakukan ketika anak post operasi merasakan nyeri. Guide imagery merupakan suatu metode nonfarmakologis yang nerupakan gabungan dari teknik relaksasi dan distraksi. Guide imagery termasuk relaksasi proses dimana anak melepaskan dari setiap ketegangan otot dan organ bagian tubuh. Selama proses relaksasi darah akan mengalir lebih bebas keseluruh sistem tubuh. Hasil-hasil sisa metabolism akan dibuang lebih lancar. 4
Beberapa bentuk tertentu dari hasil relaksasi menurunkan tekanan darah dan semua jenis relaksasi menghasilkan perasaan tenang dan sejahtera. Dan juga yang terpenting untuk penderita nyeri adalah bahwa zat kimia endofrin yang bertanggung jawab untuk menutup gerbang pintu terhadap nyeri akan lebih banyak dihasilkan selama relaksasi (Tamsuri, 2007) Guide imagery juga merupakan suatu teknik distraksi. Mekanisme dari distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Teknik distraksi dapat mengatasi nyeri, karena berdasarkan teori bahwa aktivitas reticular menghambat stimulus nyeri, jika seseorang menerima input sensoris yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya implus nyeri ke otak. Ketika anak dilakukan guide imagery, yaitu mengimajinasikan hal-hal yang disukainya. Berarti imajinasi yang terbentuk tersebut akan diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra, kemudian rangsangan tersebut akan dijalankan ke batang otak menuju sensor thalamus. Di Talamus rangsangan diformat sesuai dengan bahasa otak dan ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus sekitarnya dan dikirim ke korteks serebri, dikorteks serebri terjadi proses asosiasi pengindraan dimana rangsangan dianalisis, dipahami dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak mengenali objek dan arti kehadiran tersebut. Hipokampus berperan sebagai penentu sinyal sensorik yang dianggap penting atau tidak sehingga jika hipokampus memutuskan sinyal yang masuk adalah penting maka sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan. Hal hal yang disukai dianggap sebagai sinyal penting oleh hipokampus sehingga diproses menjadi memori. Ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal hal yang disukai tersebut, memori yang telah tersimpan akan muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi dari pengalaman sensasi yang sebenarnya, Selain tersebut diatas, pemberian guide imagery juga merupakan suatu metode yang sesuai dengan teori gate control. Teori ini lebih komprehensif dalam menjelaskan transmisi dan persepsi nyeri. Dalam teori ini dijelaskan bahwa substansi gelatinosa, yaitu area dari sel-sel khusus dari bagian ujung dorsal serabut saraf sumsum tulang belakang (spinal cord) mempunyai peran sebagai mekanisme pintu gerbang (gating mechanism). Mekanisme pintu gerbang ini dapat dimodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai ke korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri, sehingga anak tidak merasakan nyeri. 5
5. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Guide Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak Post Operasi Usia Todler Di RSUD Gunung Djati Cirebon dapat disimpulkan bahwa ketika anak post operasi usia todler mengalami nyeri pembedahan dan dilakukan guide imagery maka dapat menurunkan intensitas nyerinya hingga skala antara 3-0 dari skala antata 5-2. Hal ini karena guide imagery merupakan penanganan nyeri nonfarmakologis yang merupakan gabungan dari teknik relaksasi dan distraksi yang dapat mengalihkan fokus anak terhadap rasa nyeri yang sedang dirasakannya. Data ini juga dapat ditunjang dari uji statistic wilxocom yang diperoleh nilai Sig sebesar 0,002 < α = 0,05 yang berarti Ho ditolak dalam artian ada pengaruh dari tindakan guide imagery yang dilakukan dalam menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan anak post operasi usia 6-9 tahun. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi V. Jakarta: Rineka Cipta.. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi VI. Jakarta: Rineka Cipta. Berman, A; Snyder,S; Kozier,B dan Glenora,E. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Alih Bahasa: Eny Meyliya, Esty Wahyuningsih, Devi Yuliyanti. Jakarta:EGC Hegner, B.R; Caldwell.E. 2003. Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 6. Alih Bahasa: Jane F Budhi, Allinedekania. Jakarta : EGC Hidayat, A.A.A. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.. 2008. Pengantar Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika Hull, D; Johnston. D.I. 2008. Dasar-Dasar Pediatrik. Edisi 3. Alih Bahasa: Hartono Gunadi. Jakarta ; EGC Kartono, K. 2007. Psikologi Anak :Psikologi Perkembangan.Bandung : Mandar Maju McCaffery, M; Beebe, A. 1997. Pain;clinical manual for nursing practice. Baltimore: V.V. Mosby Company. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC Smeltzer, S.C; Bare, B.G 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih Bahasa: I Made Karyasa. Jakarta : EGC Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV. Alfabeta. Tamsuri, A.2007. Konsep Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC 6
Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 2. Alih Bahasa: Martly Hockenbery Eaton,dkk. Jakarta :EGC. 2008. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Alih Bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:Remaja Rosda Karya 7