1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Struktur masyarakat yang menganut paham patriarki pada dasarnya berasumsi bahwa kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan baik di sektor domestik maupun publik. Kedudukan tersebut mengakibatkan kaum perempuan diposisikan tidak sejajar dengan kaum pria baik di dalam keluarga maupun dalam masyarakat (Yeon, 2012: 226). Ketidakadilan ini mengakibatkan perbedaan peran yang dimiliki oleh kaum laki-laki dan perempuan. Peran-peran yang berciri berkuasa atau pemimpin dimiliki oleh laki-laki sedangkan peran yang berciri pembantu dimiliki oleh perempuan. Terlebih paham patriarki juga dianut oleh mayarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi kedudukan laki-laki yang lebih unggul daripada perempuan. Peran laki-laki di lingkup domestik sebagai kepala keluarga yang memiliki tanggung jawab penuh atas segala urusan di dalamnya. Laki-laki juga pemilik segala keputusan di dalam keluarga, ia juga mencari nafkah untuk menghidupi keluarga. Peran perempuan yaitu bertugas untuk mendidik anak, mengurus kepentingan dapur, dan merawat kebersihan rumah. Sedangkan pada lingkup publik yang berkaitan dengan dunia kerja, posisi atau jabatan sebagai pemimpin atau bos kerap dimiliki oleh kaum laki-laki dan peran perempuan ialah sebagai pembantu bos atau biasa dikenal dengan sekretaris, yang kedudukannya jelas di bawah bos. Pada lingkup kegiatan kemasyarakatan peran perempuan untuk mengatur atau mengorganisir juga masih jauh dari harapan, sebagai contoh, pada kegiatan/aktivitas masyarakat di tingkat RT, peran perempuan selalu ditempatkan sebagai seksi konsumsi atau seksi kebersihan, yang 1
2 dianggap sebagai tugas yang memang hanya pantas diberikan untuk perempuan. Sedangkan peran yang dijalankan oleh laki-laki biasanya pada tingkatan yang mengorganisir, misalnya menjadi ketua atau pemimpin dalam struktur pemerintahan di desa. Faktor yang sangat mendasar penentu peran-peran yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan adalah gender. Menurut Fakih (2010:8), gender merupakan suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Sejarah mengenai penerapan gender antara laki-laki dan perempuan memang sudah tersosialisasi melalui proses yang sangat panjang, sehingga gender tersebut akhirnya dianggap telah menjadi ketentuan Tuhan dan perbedaan-perbedaan tersebut sudah menjadi kodrat laki-laki dan kodrat perempuan. Melalui perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dapat menciptakan sebuah citra yang dimiliki oleh mereka. Citra tersebut merupakan suatu gambaran umum yang sudah melekat pada diri laki-laki maupun perempuan. Gambaran tersebut didasari pada sebuah wacana sosial yang telah tumbuh dalam masyarakat. Gambaran-gambaran citra perempuan pada masyarakat secara umum menetapkan bahwa perempuan merupakan makhluk yang dicitrakan sebagai manusia yang cantik, anggun, sopan, lemah lembut, sederhana, penyayang, menerima, pemaaf, dan sebagainya. Citra umum yang dimiliki oleh laki-laki biasanya merupakan manusia yang tegas, gagah, pemberani, disiplin, dan sebagainya. Citra-citra tersebut merupakan sebuah gambaran yang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Gambaran tersebut juga sudah umum diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika seorang manusia baik laki-laki maupun perempuan tidak mencerminkan citra yang sudah diposisikan menjadi citranya, maka dapat dikatakan bahwa manusia tersebut telah menyalahi kodrat sebagai manusia, terlebih bagi seorang perempuan.
3 Namun, seiring perkembangan zaman citra-citra yang dimiliki oleh perempuan pada faktanya dapat bergeser sesuai karakter yang dimiliki perempuan itu sendiri. Pada masyarakat sosial sudah mulai bermunculan perempuan-perempuan yang sudah memiliki citra yang dianggap sebagai citra laki-laki. Pada masyarakat ada perempuan yang dicitrakan sebagai seorang ibu yang penyayang, namun ia juga memiliki citra mandiri sebagai wanita karier karena bisa bekerja di lingkup publik bersama dengan kaum laki-laki. Pada lingkup domestik perempuan selalu dicitrakan sebagai seorang manusia yang lemah dengan suami, mentaati segala perintah yang diberikan oleh kepala keluarga. Namun, ia juga dapat memiliki citra tegas ketika harus memikirkan nasibnya sendiri untuk kebahagiaannya jika terjadi perselisihan dalam rumah tangga. Pada lingkup karya sastra tokoh yang sering dijadikan sebagai tokoh utama dalam cerita adalah seorang perempuan. Tokoh tersebut kemudian dicitrakan oleh pengarang sesuai dengan bagaimana ia akan menggambarkan pencitraan kepada tokoh yang dibuatnya itu. Terkadang ada sebuah karya sastra yang mencitrakan seorang perempuan sesuai dengan citra umum yang ada di masyarakat. Pencitraan yang dimiliki perempuan cenderung menggambarkan posisinya sebagai makhluk yang tertindas atau sengsara. Pengarang juga terkadang memberikan pencitraan yang dilakukan dengan sudut pandang yang berbeda yaitu dengan cara mencitrakan perempuan-perempuan yang maju, modern, dan mampu sejajar dengan kaum laki-laki. Pencitraan pengarang terhadap tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra juga terdapat dalam kumpulan cerpen Ayahmu Bulan, Engkau Matahari karya Lily Yulianti Farid. Cerpen ini mengisahkan banyak cerita tentang perjalanan hidup seorang perempuan beserta berbagai masalah yang dihadapi. Tokoh perempuan yang digambarkanpun memiliki citra yang berbeda-beda sesuai dengan alur permasalahan
4 yang diciptakan pengarang. Pencitraan pada tokoh perempuan yang dilakukan oleh pengarang sangat jauh dari citra yang melemahkan posisi kaum perempuan atau menindas perempuan. Citra perempuan dalam cerpen ini lebih cenderung memberi gambaran tentang perempuan-perempuan yang modern, mandiri, dan pekerja keras. Salah satu tokoh perempuan yang memiliki citra pekerja keras terdapat dalam cerpen yang berjudul Gurita, terlihat dalam kutipan berikut ini. Ibu bangkit. Ibu telah kembali! Menjual obat, menjual obat, menjual obat. Memperluas usaha, memperluas usaha, memperluas usaha. Tiga kali sehari aku bertemu mantra ini. Saat sarapan, makan siang di apotek, dan sebelum tidur. Tukang mantranya adalah ibuku, perempuan perkasa (Gurita,2012:185). Berdasarkan kutipan tersebut pengarang menggambarkan sebuah pencitraan perempuan pekerja keras terhadap tokoh ibu dilihat dari perannya sebagai ibu di dalam keluarga. Tokoh ibu sempat terpuruk karena suaminya telah meninggal dunia. Namun, tokoh ibu dapat bangkit kembali untuk melanjutkan hidup bersama anak perempuan satu-satunya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai seorang perempuan yang hidup hanya dengan anak perempuannya harus tetap memiliki semangat bekerja untuk menyejahterakan kehidupan dalam keluarga. Peran ganda yang dimiliki oleh perempuan sebagai ibu sekaligus pencari nafkah tidak menjadi masalah selama dikerjakan demi kepentingan bersama dan untuk tujuan kebaikan. Hal ini menunjukkan rasa tanggung jawab menghidupi keluarga bukan hanya dimiliki oleh laki-laki, melainkan perempuan juga mampu bertanggung jawab atas hal yang berkaitan mengenai urusan domestik. Tokoh ibu dengan kemampuan yang dimiliki digambarkan sebagai seorang perempuan yang tegar dalam menghadapi masalah yang dimiliki. Tokoh ibu digambarkan sangat semangat untuk memperjuangkan nasib keluarga setelah ditinggal
5 oleh suami. Peran ibu dalam menjalani kehidupannya menggambarkan sosok yang bertanggung jawab dalam mengatur perekonomian di dalam keluarga. Meskipun tokoh ibu merupakan perempuan yang memiliki satu anak, ia tetap memiliki semangat yang tinggi. Tokoh ibu juga digambarkan tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan anak perempuannya. Melalui penggambaran sebagai ibu yang sangat semangat dalam mengembalikna nama dan mencari uang setelah musibah menimpa di dalam keluarganya dapat menunjukkan bahwa ibu tersebut merupakan sosok perempuan yang memiliki citra sebagai ibu pekerja keras. Dengan demikian, untuk mengetahui wujud citra perempuan pada tokoh dalam kumpulan cerpen tersebut maka, penulis menyusun sebuah judul untuk diteliti dengan pendekatan feminis, yaitu Citra Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Ayahmu Bulan, Engkau Matahari karya Lily Yulianti Farid (Studi Feminisme Sastra). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu bagaimana citra perempuan dalam kumpulan cerpen Ayahmu Bulan, Engkau Matahari karya Lily Yulianti Farid? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan citra perempuan dalam kumpulan cerpen Ayahmu Bulan, Engkau Matahari karya Lily Yulianti Farid dengan menggunakan pedekatan feminis. Menganalisis dari segi perjuangan perempuan dalam mendapat hak-haknya baik di wilayah domestik maupun publik.
6 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis untuk menambah pengetahuan penulis maupun pembaca tentang suatu ilmu sastra yaitu feminis untuk mengkaji sebuah karya sastra. Penelitian yang menggunakan ilmu feminis ini dapat memberi wawasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan unsur pembangun sebuah citra perempuan di dalam sebuah karya sastra. 2. Manfaat praktis yang diharapkan setelah membaca penelitian ini yaitu dapat memberi wawasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perempuan. Hal tersebut merupakan suatu bentuk upaya kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya baik di lingkup domestik maupun publik.