BAB I PENDAHULUAN. Syndrome (HIV/AIDS) pertama kali mulai ditemukan di kawasan Asia. meluas hingga menyebabkan lebih dari 6 juta orang di kawasan Asia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

Oleh: Logan Cochrane

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 88 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) pertama kali mulai ditemukan di kawasan Asia sekitar tahun 1980-an. Perkembangan HIV/AIDS sejak saat itu terus meluas hingga menyebabkan lebih dari 6 juta orang di kawasan Asia menjadi korban. Bali merupakan wilayah ditemukannya kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987. Di Jawa Tengah sendiri, pada tahun 2014 didapat data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) sebanyak 1.399 kasus HIV dan 1.081 kasus AIDS (Dinkes Jateng, 2015). Tentunya angka tersebut semakin hari akan semakin besar bila tidak ditangani secara komprehensif, sebab dalam penangannya terdapat beberapa hal yang perlu ditangani secara mendesak. Kota Semarang sendiri merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah yang menjadi gerbang utama memasuki wilayah Jawa Tengah. Letak yang stategis inilah dijadikan sebagai jalur pedagangan serta kota transit. Semarang sebagai kota transit, tak heran bila banyak bermunculan fasilitas-fasilitas yang ditujukan untuk para pendatang, seperti hotel berbintang, hotel melati, restoran serta café, panti pijat hingga terdapat pula sebuah lokalisasi. Tak dipungkiri, dengan adanya 1

2 fasilitas-fasilitas yang tersedia sangat memungkinkan adanya transaksi seksual bagi para pendatang yang dapat menjadi salah satu faktor meluasnya penyebaran penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS (Dinkes Jateng, 2015). Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa di Kota Semarang terdapat sebuah lokalisasi. Lokalisasi tersebut berada di kawasan Semarang Barat, tepatnya di Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat. Masyarakat sekitar menyebut lokalisasi tersebut dengan sebutan Sunan Kuning, karena di dalamnya terdapat sebuah petilasan tokoh penyebar agama. Di lokalisasi Sunan Kuning sendiri terdapat kurang lebih sebanyak 550 orang wanita pekerja seks. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi HIV/AIDS pada wanita pekerja seks sebesar 10% di 23 Kabupaten / Kota di 11 Provinsi se-indonesia. Jika dikaitkan dengan indikator keberhasilan program pengendalian HIV/AIDS di Indonesia, maka hasil STPB tahun 2011 tersebut menunjukan bahwa presentase penggunaan kondom pada wanita pekerja seks sebesar 35% serta pada laki-laki yang dalam hal ini memiliki resiko besar tertular HIV/AIDS yaitu sebesar 14% (Kemenkes RI, 2011). Dapat dikatakan bahwa pencapaian indikator penggunaan kondom pada tahun 2011 masih sangat rendah.

3 Meskipun saat ini kondom telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk mencegah IMS termasuk HIV/AIDS pada hubungan seksual beresiko, namun pengunaan kondom pada wanita pekerja seks di Indonesia disinyalir masih rendah. Pada tahun 2011 penggunaan kondom pada hubungan seksual beresiko tinggi di Indonesia hanya 10,3% (Kemenkes RI, 2011). Hal tersebut juga ditunjukan pada penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan hanya 62,9% wanita pekerja seks yang menyatakan selalu menggunakan kondom ketika bekerja. Hal ini tentunya dapat menjelaskan bahwa terdapat 37,1% wanita pekerja seks memiliki resiko untuk menularkan IMS serta HIV/AIDS pada pelanggannya. Resiko ini akan bertambah menjadi berkali lipat bila pelanggan yang sudah terinfeksi IMS dan HIV/AIDS dapat menularkan pada pasangan seksual lain, termasuk pula istrinya. Pada dasarnya seseorang yang sadar memproteksi diri dengan menggunakan kondom dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Green (dalam Anitasari, 2016), faktor-faktor tersebut ialah seperti tingkat pengetahuan, sikap terhadap kondom, mudahnya mengakses ketersediaan kondom, dukungan dari lingkungan. Untuk kasus penggunaan kondom di lokalisasi maka dukungan lingkungan yang dapat memberikan pengaruh yang cukup besar yaitu berasal dari sesama wanita pekerja seks, mucikari, serta dukungan yang berasal dari lembaga-lembaga terkait. Selain itu, penggunaan kondom juga

4 dapat dipengaruhi oleh self efficacy. Self efficacy sendiri merupakan keyakinan pada seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan (Bandura, 2006). Penilaian seseorang pada kemampuan diri tersebut memiliki peran yang cukup penting dalam proses perkembangan diri individu, khususnya terkait dengan proses penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Self efficacy yang tinggi pada seseorang ditunjukkan saat seseorang mampu menghadapi situasi yang tidak menentu. Tidak menentu yang dimaksud ialah saat sesuatu yang disertai dengan kekaburan, tidak dapat diramalkan dan penuh dengan tekanan. Sedangkan seseorang yang memiliki self efficacy rendah cenderung kurang memiliki keyakinan dalam diri, sehingga akan memilih untuk menghindari hal-hal yang menjadi sumber tekanan (Sarwono, 2011). Demikian pula dengan wanita pekerja seks. Seorang wanita pekerja seks yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung yakin dengan kemampuannya untuk mengajak pelanggan untuk menggunakan kondom, sedangkan wanita pekerja seks yang memiliki self efficacy yang rendah akan berlaku sebaliknya yaitu selalu mengikuti apa yang diinginkan pelanggannya dengan berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Tingkat self efficacy penggunaan kondom yang tinggi pada wanita pekerja seks sangat berperan penting dalam mengurangi resiko penyakit pada hubungan

5 seksual yang beresiko. Senada yang diungkapkan oleh Bertens (2008) bahwa, wanita pekerja seks yang memiliki self efficacy yang tinggi dalam mengajak pelanggan menggunakan kondom dilaporkan lebih sering melakukan hubungan seksual yang aman. Pada kenyataannya, masih ditemui adanya keengganan diantara para wanita pekerja seks untuk memakai kondom pada saat berhubungan seksual. Kekhawatiran ditinggal oleh pelanggan, keyakinan terhadap obat-obatan antibiotik, kurangnya informasi tentang HIV/AIDS, ketidaksukaan laki-laki terhadap pemakaian kondom, subordinasi perempuan terhadap dominasi laki-laki, serta kurangnya dukungan pihak berpengaruh merupakan situasi kompleks yang terjadi di lokalisasi. Seperti yang ditemukan oleh peneliti saat melakukan wawancara awal dengan lima orang wanita pekerja seks pada bulan Juli 2017. Tiga dari lima orang wanita pekerja seks yang peneliti wawancara mengatakan jarang menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Ketiga wanita pekerja seks tersebut masih enggan menggunakan kondom secara konsisten karena takut bila ditinggal pelangan sehingga akan mengurangi pemasukan. Mereka mengetahui tentang bahaya HIV/AIDS jika berhubungan seks tanpa kondom, namun mereka masih takut tidak memiliki pemasukan untuk biaya menyambung hidup. Banyak wanita yang tidak berdaya saat menawarkan penggunaan kondom pada pelanggan karena beberapa hal.

6 Berdasarkan riset yang dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya tentang pengalaman pemakaian kondom wanita muda yang aktif secara seksual ditemukan tidak ada satu pun partisipan yang berniat menawarkan terlebih dahulu. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor, yaitu pengetahuan, sikap terhadap kondom, konsistensi, persepsi terhadap kesehatannya, sifat tempramental pasangan, keberanian dan rasa percaya diri, adanya resistensi pasangan, serta kompetisi dengan sebaya dan ekonomi. Masih rendahnya tingkat penggunaan kondom pada wanita pekerja seks diteliti oleh Arifianti (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa wanita pekerja seks yang berada di lokalisasi masih berada pada posisi daya tawar penggunaan kondom yang lemah dengan pelanggan. Mayoritas wanita pekerja seks sudah mampu menyediakan kondom untuk setiap pelanggannya, namun wanita pekerja seks belum mampu untuk menolak bayaran yang mahal dari pelanggan demi safe sex. Selain itu wanita pekerja seks juga belum mampu jika harus tidak mengikuti kemauan mucikari yang tetap menyuruh melayani pelanggan meskipun tidak aman. Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa dukungan sosial yang rendah cukup mempengaruhi perilaku wanita pekerja seks dalam penggunaan kondom. Dukungan sosial merupakan kebutuhan setiap orang, sebab dukungan sosial mengacu bagaimana seseorang dapat merasa

7 nyaman, diperhatikan dan dihargai dari orang disekitar. Dukungan sosial dapat bersumber dari mana saja, baik dari orang terdekat, keluarga, teman, tetangga, dokter, hingga lembaga masyarakat. Indvidu yang mendapatkan dukungan sosial akan merasa bahwa mereka merupakan bagian dari masyarakat sendiri yang dapat saling membanti satu sama lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuhriyyah (2010) pada wanita pekerja seks di Kab. Kendal menunjukan bahwa terdapat peningkatan penggunaan kondom yang sebelumnya hanya sebesar 32,17% naik menjadi 80,52%. Adanya peningkatan penggunaan kondom pada wanita pekerja seks berdasarkan penelitian merupakan dampak positif dari adanya dukungan penghargaan yang diberikan oleh teman sebaya. Selain dukungan penghargaan, dukungan sosial lain yaitu berupa dukungan informasi. Penjangkauan informasi yang diberikan oleh pertugas kesehatan terkait seks aman sangat berpengaruh pada tingkat penggunaan kondom wanita pekerja seks. Hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Budiman (2008) pada lima orang wanita pekerja seks jalanan didapatkan bahwa sebagian besar berumur 20 35 tahun, sangat rentan terkena IMS karena salah satu faktornya adalah tingkat pengetahuan seks aman yang masih rendah. Pemahaman terhadap pengetahuan, penularan penyakit seksual, HIV/AIDS, dan cara pencegahan maupun pengobatannya sangat terbatas. Dengan rendahnya pengetahuan wanita pekerja seks tentang HIV/AIDS serta

8 dampak yang ditimbulkan juga berpengaruh pada cara pandang terhadap pencegahan HIV/AIDS itu sendiri. Menurut Atwarter (dalam Anurmalasari, 2009), tidak hanya dukungan sosial saja yang berpengaruh pada tingkat self efficacy seseorang dalam pemakaian kondom. Atwater mengungkapkan bahwa tingkat self efficacy seseorang juga dipengaruhi oleh kecemasan tertular suatu penyakit. Penyakit merupakan suatu bentuk ancaman yang dapat menjadi sumber stress bagi seseorang, seperti penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang menyerang kekebalan tubuh sehingga tubuh rentan terserang penyakit yang dapat menyebabkan kematian, seperti penyakit TB patu, diare berkepanjangan, dan penyakit lain yang penyembuhannya membutuhkan waktu yang lebih lama. belum ada obatnya serta dapat menyebabkan kematian. Seseorang wanita pekerja seks yang cemas terhadap penularan HIV/AIDS merupakan suatu bentuk gejala yang berupa kekhawatiran, sehingga membuat wanita pekerja seks menjadi lebih waspada dengan melindungi diri menggunakan kondom. Seorang yang sudah terinfeksi virus HIV/AIDS kemungkinan besar tidak bisa disembuhkan dan selama seumur hidup akan terinfeksi. Dampak dari terinfeksi HIV/AIDS selain akan mengalami beberapa gangguan dalam kesehatan, dampak lainnya ialah stigma negatif yang akan selalu melekat. Tak bisa dipungkiri bahwa stigma

9 negatif terkait HIV/AIDS di Indonesia masih sangat tinggi. Sejak terjadi epidemi HIV/AIDS pada tahun 1981, penyakit ini telah disertai dengan wabah ketakutan, penolakan, serta dipersepsikan sebagai penyakit mematikan. Oleh karena itu seseorang yang mengalami diskriminasi karena status Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) besar kemungkinan akan mengalami pengucilan, terisolasi dan mengalami penolakan dari masyarakat. Arifianti (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara persepsi tertular IMS maupun HIV/AIDS terhadap perilaku seks aman. Dari penelitian memperlihatkan bahwa masih terdapat wanita pekerja seks yang menolak berhubungan badan tanpa menggunakan kondom. Penolakan tersebut dikarenakan adanya perasaan cemas tertular IMS maupun HIV/AIDS. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Anurmalasari (2009), menyebutkan bahwa kecemasan tertular HIV/AIDS juga terjadi pada wanita pekerja seks di lokalisasi Cilacap. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya permintaan kondom gratis. Tingginya permintaan kondom tersebut dapat menjadi sebuah prediktor bahwa wanita pekerja seks masih memiliki keyakinan diri pada kemampuanya dalam bernegosiasi dengan pelanggan untuk menggunakan kondom. Dari kedua penelitian tersebut sebenarnya sudah memperlihatkan bahwa kecemasan dapat memunculkan suatu intensi, dimana instensi tersebut dijadikan sebagai prediktor suatu

10 perilaku. Kecemasan menjadi sebuah sinyal alarm yang membuat seseorang menyadari tentang bahaya yang segera terjadi serta akan menjadi daya penggerak melakukan berbagai upaya untuk mencegah kemalangan atau tertularnya penyakit seperti IMS serta HIV/AIDS yang mengintai wanita pekerja seks. Dari data-data yang sudah disebutkan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang bermaksud untuk melengkapi penelitianpenelitian yang sudah ada, yaitu dengan melakukan penelitian di lokalisi yang berbeda yaitu di Lokalisasi Sunan Kuning Semarang. Selain itu penelitian terkait kecemasan tertular HIV/AIDS terhadap peningkatan penggunaan kondom masih belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang self efficacy penggunaan kondom pada wanita pekerja seks yang ditinjau dengan dukungan sosial dan kecemasan tertular HIV/AIDS. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis self efficacy penggunaan kondom pada wanita pekerja seks ditinjau dari dukungan sosial dan kecemasan tertular HIV/AIDS. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

11 Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan disiplin ilmu psikologi, khususnya psikologi kesehatan yang berkaitan dengan pencegahan HIV/AIDS. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk pihak-pihak terkait seperti wanita pekerja seks serta pihak Lokalisasi Sunan Kuning dalam upaya meningkatkan self efficacy penggunaan kondom pada wanita pekerja seks.