BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 90 ml/menit. Urutan etiologi terbanyak penyakit ginjal kronik adalah glomerulonetritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). Di lndonesia pertumbuhan penderita penyakit ginjal kronik sekitar l0% per tahun. Berdasarkan data dari pusat nefrologi lndonesia insiden dan prevalensi 100-150/1 juta penduduk tiap tahun. Penatalaksanaan PGK mengacu pada terapi konservatif (diet, kebutuhan kalori, kebutuhan cairan dan elektrolit), terapi simptomatik, dan terapi pengganti ginjal (hemodialisis, dialysis peritoneal, dan transplantasi ginjal di anjurkan untuk meningkatkan kesehatan pasien tersebut (Husna, 2010). Di Indonesia pada tahun 2011 terdapat 15.353 pasienyang menjalani terapi hemodialisis dan jumlah penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis meningkat sebanyak 4.268 orang pada tahun 2012. Sampai akhir 2012 terdapat 244 unit hemodialisis di Indonesia. Penyakit ginjal kronik menyebabkan lembaga komplikasi diantaranya anemia akibat gangguan produksi eritropoetin di ginjal, kemudian terjadi gangguan produksi sel darah merah (Dini, 2014). Anemia adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan Hb atau sel darah merah sehingga kapasitas oksigen di dalam darahberkurang. Produksi RBC,
peningkatan kerusakan RBC,atau kehilangan darah merupakan manifestasi dari sejumlah gangguan sistemik, seperti infeksi, penyakit ginjal kronik, atau keganasan. (Dipiro, 2008). Anemia yang terjadi pada penderita PGK akibat adanya gangguan pembentukan eritropoetin di ginjal. Gejala anemia ditandai dengan penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit (Price et.al, 2005). Berdasarkan World Health Organization (WHO) anemia adalah keadaan dimana dengan konsentrasi hemoglobin <13,0 gr/dl pada laki-laki dan wanita, postmenopause <12,0 gr/dl pada wanita lainnya. The European Best Practice Guidelines untuk penatalaksanaan anemia pada penderita PGK mengatakan batas bawah hemoglobin normal adalah 11,5 gr/dl pada wanita,13,5 gr/dlpada laki-laki 70 tahun, dan 12,0 gr/dl pada laki-laki >70 tahun. The National Kidney Foundation s Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengatakanpenderita anemia pada pasien PGK jika kadar hemoglobin <11,0 gr/dl (hematokrit<33%) pada wanita premenopause dan pasien prepubertas,<12,0 gr/dl(hematokrit<37%)padalaki-laki dewasadan wanita postmenopause (Suwitra, 2006). Saat pasien menjalani suatu pengobatan beberapa memperoleh hasil yang tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga mengakibatkan biaya pengobatan semakin mahal sehingga berujung pada kematian. Penyimpanganpenyimpangan dalam terapi tersebut disebut sebagai drug related problems (Cipolle, et al., 2012).
Drug Related Problems (DRPs) pada dasarnya berbeda dengan kekeliruan dalam pengobatan. Sebuah kekeliruan dalam pengobatan jauh lebih berorientasi kepada suatu proses pengobatan dari pada dampak dari pengobatan itu sendiri. Jika terdapat kesalahan dalam suatu peresepan obat atau proses penyerahan obat, maka dianggap sebagai sebuah kesalahan dalam pengobatan tanpa memikirkan dampak yang terjadi pada pasien tersebut. Selain itu, suatu kesalahan dalam penggunaan obat yang dilakukan oleh pasien tidak dianggap menjadi suatu kesalahan dalam pengobatan itu sendiri, tetapi kesalahan dalam penggunaan obat itu sendiri dapat menjadi penyebab terjadinya DRPs (Foppe van Mill, 2005). Akibat semakin banyaknya kasus DRPs maka berkembanglahpharmaceutical Care. Minesota Pharmaceutical Care Project melakukan penelitian terhadap 9399 pasien selama 3 tahun dan didokumentasikan oleh komunitas farmasi. Dari pasien tersebut 5544 orang mengalami DRPs, 235 (4,2%) membutuhkan terapi obat tambahan, 15% menerima obat yang salah, 8% mendapatkan obat tanpa indikasi, 6% dosis terlalu tinggi dan 16% dosis terlalu rendah. Sedangkan penyebab umum lainnya adalah reaksi obat merugikan sebanyak 21% (Strand, et al,. 1990). Lokasi penelitian di RSUP H.Adam Malik Medan karena rumah sakit ini merupakan rumahsakit kelas A. Rumah sakit ini merupakan rumah sakitpusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Riau. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian secara prospektif tentang identifikasidrpsdi instalasi rawat inap RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak rumah sakit,
khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. 1.2 Kerangka pikir penelitian Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi DRPspada penderitaanemia dengan PGK di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan. Dalam Metode Strand, et al terdapat 8 kategori yaitu: indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, interaksi obat, dan kepatuhan pasien menggunakan obat. Namun dalam penelitian yang dilakukan hanya menggunakan 7 kategori, karena dalam penelitian ini diidentifikasi rekam medisnya saja dan tidak bertemu langsung dengan pasien. Sehingga kepatuhan pasien menggunakan obat tidak diidentifikasi. Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 Variabel Bebas Obat-obat yang diberikan kepada masing-masing pasien Identifikasi Variabel Terikat DRPs Kategori 1. Indikasi tanpa obat 2. Obat tanpa indkasi 3. Obat salah 4. Dosis obat kurang 5. Dosis obat berlebih 6. Reaksi obat merugikan 7. Interaksi obat (Strand, et al., 1990) 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: berapa banyak jumlah kasus DRPs pada penderita PGK, apakah
kategori DRPs yang paling banyak seperti kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat terjadi pada penderita PGK rawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan. 1.4 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah terjadi DRPs kategori indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, reaksi obat merugikan, dan interaksi obat pada penderita PGK rawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui jumlah kasusdrpspada penyakit ginjal kronik dengan penderita anemia di ruang interna wanita dan pria RSUPH.Adam Malik Medan periode Desember 2015-Februari 2016. b. Mengetahui kategoridrps yang paling banyakterjadi pada penyakit ginjal kronik dengan penderita anemia di ruanginterna wanita dan pria RSUP H.Adam Malik Medan periode Desember 2015-Februari 2016. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi RSUP H. Adam Malik Medan mengenai pelaksanaan pengobatan PGK dalam praktik di rumah sakit tersebut.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan bahan referensi bagi perpustakaan Farmasi USU Medan.