72 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kebijakan untuk menempatkan Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja sebagai sentra utama pengembangan kopi arabika pada kebijakan pewilayahan komoditas di Sulawesi Selatan, sangat didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam, manusia dan peranan tanaman komoditas itu sendiri dalam perekonomian wilayah setempat. Ditinjau dari sudut sumberdaya alam, kondisi lahan dan iklim di dua kabupaten tersebut sangat menunjang untuk pengembangan tanaman kopi, baik ditinjau dari persayaratan lahan maupun iklim. Sebagaimana diketahui, tanaman kopi arabika menghendaki curah hujan minimum 1 300 mm/tahun, suhu udara 15 24 o C, keasaman tanah ph 5.2 6.2 ketinggian tempat 500 1 800 m dpl dan sifat fisik tanah yang memiliki penambatan air yang tinggi sebagai persayatan agronomis. Kondisi ini secara umum dapat dipenuhi pada hampir semua wilayah yang ada di Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja. Secara tradisional, petani di dua wilayah tersebut sudah sangat terbiasa dengan komoditas tersebut karena tanaman kopi arabika sudah dikembangkan sejak era penjajahan Belanda. Dapat dikatakan bahwa tanaman ini sudah dikenal secara turun temurun oleh sebagian besar petani setempat, sehingga pengembangannya tidak memerlukan proses adopsi yang relatif rumit bagi petani. Sedangkan peranan kopi arabika dalam perekonomian setempat cukup dominan hampir sepanjang tahun. Secara rinci hal ini dapat dilihat lebih lanjut pada uraian berikut ini. 5.1. Letak Geografis, Topografi dan Iklim Kabupaten Enrekang secara geografis terletak antara 3 0 14 36 Lintang Selatan dan 119 0 40 53 Bujur Timur, di sebelah utara berbatasan dengan
73 Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan dengan kabupaten Sidrap, sebelah timur dengan dengan kabupaten Luwu dan sebelah barat dengan kabupaten Pinrang. Sedangkan kabupaten Tana Toraja secara geografis terletak antara 2 0-3 0 Lintang Selatan dan 119 0-120 0 Bujur Timur, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Mamuju, sebelah selatan dengan kabupaten Enrekang dan Pinrang, sebelah timur dengan dengan kabupaten Luwu dan sebelah barat dengan kabupaten Polmas. Luas wilayah kabupaten Enrekang dan Tator masing-masing adalah 1 786.01 km 2 dan 3 205.77 km 2 atau 2.86 persen dan 7.2 persen dari seluruh wiiayah daerah Sulawesi Selatan. Secara administratif Kabupaten Enrekang terdiri atas 8 kecamatan yang meliputi 105 desa sedangkan Tator terdiri atas 13 kecamatan yang meliputi 192 desa (BPS Makassar, 2001). Kondisi iklim di dua wilayah ini dapat diketahui dari pola penyebaran curah hujan (CH) dan hari hujan (HH) yang cukup bervariasi. Hari hujan terendah di Kabupaten Enrekang sebanyak 99 mm per tahun dan curah hujan sebanyak 4 383 mm per tahun. Curah hujan di Kabupaten Tator sebanyak 2 008 mm dan hari hujan 2 207 mm per tahun. Topografi kabupaten Enrekang bergelombang hingga bergunung dengan kemiringan lereng bervariasi dari 0 sampai 2 persen, 2 sampai 15 persen, 15 sampai 40 persen dan di atas 40 persen. Berdasarkan peta kemiringan tanah, maka Kabupaten Enrekang mempunyai kemiringan 40 persen ke atas merupakan daerah yang terluas yaitu 75 980 Ha atau 42.51% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang disusul oleh kemiringan 15 sampai 50 persen seluas 75 801 Ha, 0 sampai 2 persen seluas 14 073 ha; dan kemiringan 2 sampai 15 persen seluas 12 788 Ha. Kabupaten Enrekang memiliki jenis tanah Alluvial, Hidromorf, Mediteran Coklat, Mediteran Coklat Kelabu, Podsolik Merah Kekuningan dan Podsolik Violet. Berbagai jenis tanah tersebut menyebar di
74 wilayah kecamatan Enrekang, untuk jenis tanah Alluvial dan Mediteran hanya berada di kecamatan Maiwa, Enrekang, Anggeraja dan Anggeraja Timur. sedangkan jenis tanah untuk wilayah kecamatan Enrekang adalah Brown Forest. Kondisi topografi ini telah mengakibatkan perbedaan tinggi tempat sangat bervariasi. Ketinggian tempat dari muka laut yang terluas adalah 47 meter sampai 500 meter dari permukaan laut seluas 60 725 Ha. Penyebaran ketinggian tempat makin ke arah utara kabupaten semakin tinggi dari permukaan laut. Sedangkan topografi Kabupaten Tana Toraja bergunung dengan ketinggian berkisar antara 300 meter sampai dengan 2 889 meter di atas permukaan laut yang terdiri atas pegunungan 40 persen, dataran tinggi 20 persen, dataran rendah 38 persen, rawa-rawa dan sungai 2 persen. Berdasarkan peta yang bersumber dari Kantor Dinas Perkebunan, Tana Toraja memiliki jenis tanah yang terdiri dari Alluvial Kelabu, Brown Forest, Mediteran, Podsolik Merah Kekuningan. Berbagai jenis tanah tersebut menyebar di seluruh kecamatan Tana Toraja, untuk tanah Alluvial Kelabu hanya berada di wilayah kecamatan Rantepao, Sanggalang dan Sesean, sedangkan jenis tanah Brown Forest berada di kecamatan Bongkaradeng. Dua wilayah ini memiliki potensi sumberdaya lahan yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi lahan perkebunan. Berdasarkan komposisinya, penggunaan lahan di kabupaten Enrekang dan Tana Toraja dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan data pada Tabel 9 terlihat bahwa hampir 50 persen dari luas lahan di dua kabupaten tersebut digunakan untuk hutan negara dan hutan rakyat. Kemudian diikuti oleh tanah yang belum diolah untuk Enrekang 8.21 persen dan Tator 30.26 persen, perkebunan di Enrekang 9.23 persen dan Tator 14.83 persen, persawahan di Enrekang 6.83 persen dan Tator 5.95 persen. Sedangkan padang rumput untuk Enrekang 12.34 persen dan Tator 3.43 persen, tegalan/kebun untuk Enrekang 3.96 persen dan Tator 16.96 persen, pekarangan
75 Tabel 9. Pola Penggunaan Lahan di Kabupaten Enrekang dan Tator,Tahun 2005 Enrekang Tator No Penggunaan Lahan Luas (Ha) % Luas (Ha) % 1 Tanah sawah 12 206 6.83 21 005 5.95 2 Pekarangan 2 730 1.53 12 331.50 3.49 3 Tegalan 7 065 3.96 59 894.50 16.96 4 Padang rumput 22 046 12.34 12 118.50 3.43 5 Kolam/tambak - - 7.50 0.002 6 Perkebunan 26 483 14.83 32 609.80 9.23 7 Hutan (negara dan 90 150 50.48 108 345.00 30.68 rakyat) 8 Tanah belum diolah 14 660 8.21 106 882.50 30.25 9 Lain-lain 3 261 1.83 - - Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Enrekang dan Tator, Tahun 2005 dan pemukiman untuk Enrekang 1.53 persen, Tator 3.49 persen, Kolam/tambak untuk Enrekang tidak ada dan Tator hanya 0.002 persen. 5.2. Penduduk dan Mata Pencaharian Keadaan penduduk di wilayah MADUTORA dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jumlah penduduk terbesar dari dua kabupaten tersebut adalah kabupaten Tator sebanyak 394 141 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 2.1 persen dan kabupaten Enrekang sebesar 16 327 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 1.58 persen. Bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun telah mengakibatkan jumlah angkatan kerja juga meningkat secara proporsional. Jumlah angkatan kerja berumur sepuluh tahun ke atas di kabupaten Tator mencapai 44.35 persen dari jumlah angkatan kerja (tertinggi untuk wilayah MADUTORA); yang sudah bekerja dan mencari pekerjaan 45.35 persen; sedangkan di kabupaten Enrekang angkatan kerja sebanyak 42 persen sudah
76 bekerja dan mencari pekerjaan sebanyak 24 persen (BPS Makassar, 2003). Pola mata pencaharian masyarakat di dua kabupaten ini dominan sebagai petani, masing-masing mencapai 74.40 persen untuk kabupaten Enrekang dan 65.11 persen di kabupaten Tator. Disamping itu, khusus untuk kabupaten Tator, sektor industri kecil berupa kerajinan rakyat yang berbentuk ukiran dan tenunan tradisional, dapat dikembangkan sebagai komoditi ekspor non migas karena keunikan dan ciri khasnya. Dari berbagai jenis mata pencaharian penduduk di dua wilayah ini, angkatan kerja berusia 10 tahun ke atas masih dominan bekerja pada sektor pertanian. Komposisi mata pencaharian penduduk menurut sektor usaha disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Menurut Sektor di Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja,Tahun 2005 Enrekang Tator No Mata Pencaharian Jumlah Jumlah % % (jiwa) (jiwa) 1 Pertanian 61 312 74.40 79 907 65.11 2 Pertambangan dan 728 0.88 915 0.75 galian 3 Industri kecil dan 2 664 3.20 3 152 2.57 pengolahan 4 Listrik, gas dan air 168 0.20 - - 5 Bangunan 992 1.20 53 0.04 6 Perdagangan 10 904 13.20 31 774 25.89 besar dan eceran 7 Rumah makan dan - - 6 926 5.64 hotel 8 Angkutan dan 888 1.07 - - komunikasi 9 Lembaga - - - - keuangan 10 Jasa 4 952 5.95 - - kemasyarakatan Total 82 608 100.00 122 727 100.00 Sumber : Badan Pusat Statistik. Sulawesi Selatan dalam Angka, 2005
77 Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa 65 sampai 74 persen dari seluruh penduduk di dua wilayah ini memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Ini menunjukkan bahwa perekonomian di wilayah tersebut masih bersifat agraris. Kemudian disusul oleh perdagangan sebesar 13.20 persen (Enrekang) dan 25.89 persen (Tator); bermata pencaharian perdagangan besar dan industri, dan jasa kemasyarakatan 5,95 persen (Enrekang), rumah makan dan hotel serta industri kecil dan pengolahan masing-masing sebesar 5.64 dan 2,57 persen (Tator). 5.3. Perkembangan PDRB Wilayah Kondisi perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada potensi dan sumberdaya yang dimiiiki serta kemampuan daerah yang bersangkutan untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki tersebut. Untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dua kabupaten tersebut selalu mengembangkan potensi yang dimiliki dengan berbagai kebijakan, langkah dan upaya konkrit yang dilakukan di semua sektor. Perkembangan PDRB dua kabupaten tersebut dan propinsi Sulawesi Selatan selanjutnya disajikan pada Table 11 dan 12. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Enrekang dari tahun ke tahun terus meningkat, dan pada tahun 2004 total PDRB Kabupaten Enrekang telah mencapai 725 067.00 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan PDRB tahun 1999 maka terlihat bahwa terjadi kenaikan sekitar 108.16 persen, dengan rata-rata perkembangan sekitar 39.14 persen per tahun untuk waktu 1996-2004.
78 Tabel 11. Perkembangan PDRB Propinsi Sulawesi Selatan dan PDRB Kabupaten Enrekang,Tahun1996-2004 Tahun PDRB Propinsi Sulawesi Selatan (Milyar Rupiah) PDRB Kabupaten Enrekang (Juta Rupiah) Persentase PDRB Enrekang terhadap PDRB Sulsel (%) 1996 11 833 097.67 160 311.89 1.36 1997 13 538 032.09 199 218.09 1.47 1998 21 950 763.91 348 787.86 1.59 1999 24 064 892.99 348 322.65 1.47 2000 27 772 137.13 394 527.35 1.42 2001 34 770 983.00 513 582.00 1.48 2002 38 522 674.00 582 387.00 1.51 2003 42 885 870.00 647 920.00 1.51 2004 48 509 525.00 725 067.00 1.50 Sumber: BPS. Kabupaten Enrekang dalam Angka, 2005 Terhadap pembentukan PDRB Sulawesi Selatan, sumbangan PDRB Kabupaten Enrekang masih relatif kecil, pada tahun 2004 hanya sekitar 1.50 persen. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan dengan keadaan tahun 1999 yang menyumbang sekitar 1.47 persen terhadap total PDRB Sulawesi Selatan. Walaupun dalam situasi perekonomian yang kurang menguntungkan, perkembangan PDRB Tana Toraja menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2000 total PDRB di Tana Toraja atas dasar harga berlaku telah mencapai angka 803 966.60 juta rupiah. Bila dibandingkan dengan PDRB tahun 1999 maka terjadi kenaikan sekitar 8.27 persen, dengan rata.rata perkembangan sebesar 23.20 persen per tahun dalam lima tahun terakhir.
79 Tabel 12. Perkembangan PDRB Sulawesi Selatan dan PDRB Kabupaten Tana Toraja,Tahun 1999-2004 Tahun PDRB Propinsi Sulawesi Selatan (Milyar Rupiah) PDRB Kabupaten Tana Toraja (Juta Rupiah) Persentase PDRB Tana Toraja terhadap PDRB Sulsel (%) 1996 11 833 097.67 355 659.41 3.01 1997 13 538 002.09 433 123.91 3.20 1998 21 950 763.91 705 666.59 3.21 1999 24 064 892.99 742 589.98 3.09 2000 27 772 137.13 803 966.60 2.89 2001 34 770 983.00 973 805.31 2.80 2002 38 522 674.00 986 172.93 2.56 2003 42 885 870.00 1 074 831.24 2.50 2004 48 509 525.00 1 251 367.91 2.58 Sumber : BPS. Kabupaten Tana Toraja dalam Angka, 2005 Dilihat dari besarnya kontribusi terhadap pembentukan PDRB Sulawesi Selatan nampak bahwa nilai PDRB Tana Toraja terus mengalami peningkatan, akan tetapi persentasenya cenderung mengalami penurunan. Kontribusi PDRB Tana Toraja terhadap PDRB Sulawesi Selatan pada tahun 2004 hanya mencapai 2.58 persen dari total PDRB Sulawesi Selatan. Bila dibandingkan dengan kontribusi PDRB Tana Toraja terhadap PDRB Sulawesi Selatan pada tahun 1999 maka terjadi penurunan sekitar -0.51 persen. Dalam kurun waktu 1996-2004 rata-rata kontribusi terhadap pembentukan PDRB Sulawesi Selatan adalah 3.08 persen per tahun.
80 Tabel 13. Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha di Enrekang dan Tator, Tahun 2004 Pertumbuhan (%) No Sektor Enrekang Tator 1 Pertanian 10,37 4,39 2 Pertambangan dan pengolahan 2,84 2,63 3 Industri pengolahan 27,45 14,15 4 Listrik, gas dan air minum 0,33 5,75 5 Bangunan 4,37-0,16 6 Perdagangan 3,81 0,11 7 Angkutan 1,63 9,54 8 Keuangan -42,52-5,46 9 Jasa-jasa 0,76 1,92 PDRB 4,79 2,87 Sumber: BPS Kabupaten Enrekang dan Tator, 2005 Pertumbuhan riil sektor-sektor ekonomi pada tahun 2004 di dua kabupaten ini cukup beragam. Sektor yang mengalami pertumbuhan paling besar yaitu sektor industri pengolahan sebesar 27.45 persen kemudian disusul sektor pertanian sebesar 10.37 persen serta sektor angkutan sebesar 9.54 persen. Sedangkan sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan dalam jumlah kecil yaitu sektor perdagangan hanya 0.11 persen dan sektor listrik, gas dan air minum sebesar 0.33 persen, seperti dapat dilihat pada Tabel 13. Rendahnya pertumbuhan ekonomi di hampir semua sektor disebabkan oleh multi krisis yang melanda negara kita dan krisis tersebut berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah MADUTORA, khususnya kabupaten Enrekang dan Tator.
81 Struktur perekonomian menurut lapangan usaha di wilayah MADUTORA sampai saat ini masih didominasi oleh sektor industri pengolahan dan pertanian. Peranan sektor pertanian dalam pembentukan PDRB di wilayah MADUTORA telah mengalami penurunan karena makin besarnya peran sektor-sektor lain. Dari sembilan sektor lapangan usaha, di Kabupaten Tator hanya dua sektor yang mengalami penurunan yaitu sektor bangunan dan keuangan masing-masing - 5.46 persen, -0.16 persen. Sedangkan sektor-sektor Iainnya mengalami peningkatan. Untuk kabupaten Enrekang, kontribusi tertinggi berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 27.45 persen; kedua adalah sektor pertanian sebesar 10.37 persen. Lalu berturut-turut diikuti oleh sektor bangunan sebesar 4.37 persen; perdagangan sebesar 3.81 persen, pertambangan dan pengolahan sebesar 2.84 persen. Struktur perekonomian Sulawesi Selatan juga masih didominasi oleh sektor pertanian. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah atau wilayah adalah Pendapatan Perkapita Penduduk. Untuk wilayah MADUTORA, khususnya di Kabupaten Enrekang dan Tator pendapatan perkapita penduduk terus mengalami kenaikan. Untuk Kabupaten Enrekang, pada tahun 2000 dari sebesar Rp 2 711 500.00 dan menjadi Rp 4 068 953.58 pada tahun 2004. Pendapatan perkapita kabupaten Tator pada tahun 2000 sebesar Rp 2 152 375.00 dan pada tahun 2004 menjadi Rp 2 855 028.00.