TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Pepaya Tanaman pepaya diklasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Caricales, famili Caricaceae, genus Carica dan spesies Carica papaya L. (Villegas, 1997). Pepaya merupakan tanaman berbatang lunak (herbaceous), umumnya tidak bercabang (Saipulloh, 2007). Seluruh bagian tanaman terdapat getah yang mengandung enzim pemecah protein (papain). Batangnya berongga dengan ruas daun yang jelas. Daun tersusun spiral berkelompok di bagian ujung batang. Tangkai daun panjang dan berongga. Lembaran daun berbentuk bundar menjari dalam, dan berwarna hijau (Villegas, 1997). Terdapat tiga jenis bunga pepaya yaitu bunga jantan, bunga betina dan bunga hermaprodit (Villegas, 1997). Ketiga tipe bunga ini terdapat pada pohon yang berbeda. Bunga jantan tersusun pada malai dan umumnya tidak menghasilkan buah karena ovarium atau bakal buah yang rudimenter. Bunga betina memiliki ukuran yang lebih besar, umumnya soliter atau ada beberapa kuntum yang berkelompok. Bunga hermaprodit atau bunga sempurna dapat dibedakan menjadi empat yaitu hermaprodit elongata, hermaprodit petandria, hermaprodit antara, dan hermaprodit rudimenter (Ashari, 2006). Bunga hermafrodit terdiri atas, putik, bakal buah, dan benang sari dalam satu kuntum (Chan, 1995) Pepaya dapat tumbuh di dataran rendah sampai 1 000 m dpl dengan curah hujan 1 000-2 000 mm/tahun. Suhu udara yang dibutuhkan berkisar 22-26 0 C dengan kelembaban udara sekitar 40%. Angin sebaiknya tidak terlalu kencang agar penyerbukan berlangsung optimal. Pepaya menyukai tanah subur, gembur, mengandung humus, dan mampu menahan air. Derajat keasaman tanah (ph) yang ideal bagi pertumbuhan pepaya berkisar 6-7 (ph netral). Kondisi drainase yang buruk akan merusak pertanaman pepaya, karena pepaya tidak dapat tumbuh dalam keadaan tergenang (Fardilawati, 2008). Syarat tumbuh yang tidak terpenuhi dapat menyebabkan penurunan produksi secara kualitas maupun kuantitas.
5 Biji pepaya dilapisi selaput lunak berwarna bening yang disebut sarcotesta. Sarcotesta harus dihilangkan untuk mempercepat proses perkecambahan. Sari (2005) menyatakan sarcotesta yang tetap dipertahankan dalam proses pengeringan benih akan menyebabkan benih mengalami hambatan dalam berkecambah, karena adanya senyawa fenolik P-hydroxybenzoic acid yang terkandung dalam sarcotesta dan struktur testa yang menjadi masif. Menurut Sumardi (1987), benih pepaya yang tidak dikupas kulitnya tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih saat dikecambahkan ditempat gelap dan benih yang dikupas kulitnya memiliki nilai viabilitas yang tinggi dibandingkan benih yang masih memiliki kulit benih. Bewley dan Black (1982) menyatakan kulit benih menjadi penghalang cahaya, air, dan gas yang masuk menembus embrio untuk membantu proses perkecambahan. Stubsgaard dan Moestrup (1994) menyatakan bahwa pada umumnya lender yang menyelimuti benih mengandung senyawa kimia yang dapat menghambat perkecambahan benih. Lendir benih dapat dibersihkan dengan cara, yairu meremdam benih dengan air selama beberapa waktu (fermentasi), menggosok benih dengan abu gosok atau serbuk gergaji, menggosok benih dengan ayakan secara perlahan dengan dialirkan air, dan merendam benih dengan menggunakan larutan asam atau larutan kimia. Faktor Internal yang Mempengaruhi Daya Simpan Benih Faktor internal yang mempengaruhi daya simpan benih meliputi jenis dan sifat benih, viabilitas awal benih, dan kandungan air benih. Semua keterangan tentang jenis dan sifat benih ini sangat penting untuk dapat mempertahankan viabilitas benih selama penyimpanan (Sutopo, 2010). Kulit benih mempengaruhi viabilitas. Pada penelitian Rahmayani (2002), penyimpanan benih tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb. Ex. Hornem) pada kondisi AC menyebabkan kulit benih menjadi keras, sehingga kulit benih menjadi tidak permeabel terhadap gas dan air yang menyebabkan embrio sulit menembus kulit tisuk untuk berkecambah. Menurut Satriaman (2006), pada penyimpanan benih pepaya Varietas Arum Bogor di suhu AC dan kamar terjadi penurunan viabilitas yang disebabkan
6 oleh fluktuasi kadar air benih. Fluktuasi kadar air benih pepaya mengikuti perubahan RH ruang simpan. Hal ini dikarenakan sifat benih pepaya yang higroskopis. Hasil penelitian Wulandari (2009) pada pepaya Varietas Sukma dan Arum Bogor menunjukkan hasil yang berbeda. Pepaya Varietas Sukma memiliki kadar air awal yang lebih tinggi yaitu 9.44%, pada akhir penyimpanan menjadi 7.99%. Pepaya Varietas Sukma mengalami penurunan viabilitas pada awal periode simpan, namun terjadi peningkatan kembali di akhir periode simpan. Penurunan kadar air yang melewati batas kritikal akan menyebabkan benih mengalami induksi dormansi sekunder. Menurut Walters dan Towill (2000), kadar air optimum pepaya berkisar 9-11%. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Daya Simpan Benih Menurut Copeland dan McDonald (2001) faktor eksternal atau lingkungan yang mempengaruhi daya simpan benih, yaitu suhu simpan benih, kelembaban, oksigen, dan manusia. Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa suhu penyimpanan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih. Kuswanto (2003) menambahkan bahwa berdasarkan hukum Harrington, suhu ruang penyimpanan benih sangat berpengaruh terhada laju deteriorasi. Semakin rendah suhu ruang penyimpanan, semakin lambat laju deteriorasi sehingga benih dapat lebih lama disimpan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu ruang penyimpanan, semakin cepat laju deteriorasi, sehingga lama penyimpanan benih lebih pendek. Menurut Chow dan Lin (1991), konsumsi oksigen yang tinggi oleh senyawa fenolik pada kulit benih selama proses perkecambahan dapat membatasi suplai oksigen ke dalam embrio, sehingga benih akan sulit untuk berkecambah. Menurut Suwarno (1990), benih pepaya membutuhkan cahaya dalam proses perkecambahannya. Hal ini ditunjukkan pada hasil perkecambahan benih pepaya yang sedikit dibuang kulitnya memiliki daya berkecambah yang lebih rendah dibandingkan dengan benih pepaya yang banyak dibuang kulitnya. Kulit benih pepaya diduga berperan sebagi filter cahaya dalam proses perkecambahan.
7 Sifat Benih Pepaya Benih pepaya Varietas Calina dan Sukma yang disimpan pada suhu dingin (-20 o C) mengalami penurunan viabilitas pada awal periode simpan, kemudian mengalami peningkatan viabilitas pada akhir periode simpan. Hal ini menunjukkan benih masih memiliki viabilitas yang cukup baik di akhir periode simpan sehingga diduga bersifat ortodoks, sedangkan penurunan benih selama penyimpanan pada suhu dingin pada pepaya Varietas Arum Bogor menunjukkan benih tidak dapat disimpan pada suhu dingin tanpa kehilangan viabilitas, sehingga diduga memiliki sifat intermediet (Wulandari, 2009). Pada penelitian dengan menggunakan benih pepaya Varietas Arum Bogor terdapat perbedaan hasil. Hasil penelitian Nurlovi (2003), menunjukkan bahwa benih pepaya Varietas Arum Bogor rentan terhadap desikan karena terjadi penurunan viabilitas ketika benih diturunkan kadar airnya menjadi 6-8 % dan kadar optimum untuk penyimpanan adalah 11-13 %. Hal ini berbeda dengan penelitian Sari (2005) yang menyatakan benih pepaya Varietas Arum Bogor tahan dikeringkan mencapai kadar air 6-7% tanpa kehilangan viabilitas yang nyata dan cenderung lebih baik disimpan dalam kadar air rendah. Perbedaan sifat benih ortodoks dengan intermediet adalah berdasarkan respon benih terhadap lama simpan pada lingkungan yang kering. Semua benih yang tahan pada KA 5% dan dibawah 5%, maka benih tersebut digolongkan pada benih ortodoks. Hampir semua (50%) atau semua benih yang tahan pada KA 10%-12% dan kurang dari 10% maka akan menununjukkan bahwa benih bersifat intermediet. Jika hampir semua benih yang tidak tahan pada KA 15%-20%, maka benih tersebut tergolong benih rekalsitran. Jika hampir sebagian atau semua benih dapat bertahan pada proses desikan sebelum simpan, tetapi banyak yang mati setelah 12 bulan simpan maka kemungkinan benih memiliki sifat intermediet. Jika benih dapat bertahan pada proses desikan sebelum simpan, serta banyak benih hidup setelah 12 bulan simpan, maka kemungkinan bersifat ortodoks (Hong dan Ellis, 1996). Pengujian sifat benih ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Perlakuan untuk mempercepat perkecambahan benih pepaya dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Sari et al. (2005) menyatakan pembuangan aril benih atau sarkotesta menunjukkan respon positif bagi perkecambahan.
8 Penelitian Salamao dan Mudim (2000) menunjukkan benih pepaya yang dikecambahkan di atas kapas yang dibasahi dengan larutan GA 3 10-3 M dapat meningkatkan perkecambahan. Sari (2005) melakukan perendaman benih pepaya IPB 1 dalam larutan KNO 3 10% selama satu jam, hasilnya dapat mempercepat dan mengoptimalkan perkecambahan benih pepaya.