BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam rongga mulut. Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (2006) menunjukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kondisi ini dapat tercapai dengan melakukan perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalangan masyarakat. Kebutuhan akan perawatan ortodonti saat ini meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Plak gigi memegang peranan penting dalam proses karies gigi dan inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. periodontitis. Terdapat 2 faktor utama penyakit periodontal, yaitu plaque-induced

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mampu membentuk polisakarida ekstrasel dari genus Streptococcus. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Plak merupakan deposit lunak berwarna putih keabu-abuan atau kuning yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan perawatan, penyakit ini dapat berlanjut dan terjadi pembentukan poket

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuntutan dan kebutuhan akan perawatan ortodonti pada masa kini semakin

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. American Association of Orthodontists menyatakan bahwa Ortodonsia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan mulut diderita 90% dari penduduk Indonesia. Berdasarkan Survey Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia menjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Rongga mulut manusia tidak pernah terlepas dari bakteri. Dalam rongga mulut

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan

PERBEDAAN EFEKTIFITAS OBAT KUMUR HERBAL DAN NON HERBAL TERHADAP AKUMULASI PLAK DI DALAM RONGGA MULUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 1978, plak dental dapat didefinisikan sebagai hasil dari kolonisasi dan pertumbuhan mikroorganisme di permukaan gigi yang terdiri dari berbagai macam spesies mikoba dan bahan lainnya yang terdapat dalam matriks ekstra selular. Plak dental adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menempel pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat. 16 2.1.1 Struktur dan komposisi plak dental Plak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu plak supragingiva dan plak subgingiva. Plak supragingiva berada pada dan di atas dento-gingiva junction dan terdapat juga pada sepertiga gingiva dari mahkota gigi, daerah interpoksimal, pit dan fissur dan pada permukaan kasar lainnya. Plak subgingiva berada dibawah dentogingiva junction. 17 Komposisi utama plak dental adalah mikroorganisme. Sekitar 2 x 10 8 bakteri terdapat dalam 1 mg plak dental. Lebih dari 500 spesies bakteri yang berbeda dijumpai di dalam plak. Mikroorganisme non bakteri yang dijumpai didalam plak adalah spesies mikoplasma, ragi, protozoa, dan virus. Mikroorganisme tersebut terdapat diantara matriks interseluler, yang juga mengandung sedikit sel jaringan seperti sel-sel epitel, makrofag, dan leukosit. Matriks interseluler diperkirakan sekitar 25% dari massa plak terdiri dari bahan organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkular dan produk bakteri. 16 2.1.2 Mekanisme terbentuknya plak dental Proses pembentukan plak dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu: 4,16

1. Pembentukan pelikel Pelikel adalah selapis tipis protein saliva yang melekat pada permukaan gigi setelah beberapa menit menyikat gigi. Pelikel terdiri dari berbagai glikoprotein saliva yang berasal dari saliva, cairan sulkular, bakteri, dan jaringan sel induk. Pelikel meningkatkan efesiensi perlekatan bakteri pada permukaan gigi. 2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram-positif, seperti Actinomyces viscosus dan Streptoccus sanguis. Pengkolonian awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri. Adhesin akan berinteraksi dengan reseptor pada pelikel dental. Massa plak kemudian mengalami pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri yang telah melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesies lainnya. Pada perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dan lingkungan awal yang aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram-positif menjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen dimana yang dominan adalah mikroorganisme anaerob gram-negatif. 3. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak Pada kolonisasi sekunder dan pematangan plak, interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri pengkoloni sekunder ke pengkoloni awal terjadi antara Fusobacterium nucleatum dengan Streptococcus sanguis, Prevotella loeschei dengan Actinomyces viscosus, dan Capnocytophaga ochacea dengan Actinomyces viscosus. Pada stadium akhir pembentukan plak yang dominan adalah koagregasi diantara spesies gram-negatif, misalnya koagregasi Fusobacterium nucleatum dengan Porphyromonas gingivalis. 2.1.3 Kontrol plak Kontrol plak adalah menghilangkan dan mencegah akumulasi plak dan deposit lunak (materi alba dan debris makanan) pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 4 Kontrol plak juga menghambat terbentuknya kalkulus, dapat menyembuhkan peradangan gingiva dan bila kontrol plak dihentikan akan

menyebabkan kekambuhan peradangan. Jadi kontrol plak adalah cara efektif untuk perawatan dan pencegahan gingivitis dan merupakan bagian yang penting dari semua prosedur dalam perawatan dan pencegahan periodontitis. 5 Pada saat ini kontrol plak yang paling banyak dilakukan adalah secara mekanik, yaitu dengan menggunakan sikat gigi, obat kumur dan alat bantu yang lain seperti sikat gigi interdental dan alat irigasi oral yang dilakukan sendiri oleh pasien di rumah, maupun skeling dan penyerutan akar yang dilakukan dokter gigi. Selain itu kontrol plak juga dilakukan secara kimiawi, antara lain dengan bahan antimikroba. 5 2.2 Obat Kumur Berkumur merupakan salah satu metode dalam cara membersihkan gigi dan mulut dan sering dilakukan setelah menyikat gigi. 3 Asadoorian melaporkan bahwa penggunaan obat kumur disukai oleh masyarakat karena penggunaannya yang mudah dan dapat menyegarkan nafas. 18 Obat kumur merupakan larutan yang mengandung bahan antimikroba dan beberapa diantaranya dapat membantu menghambat pertumbuhan plak supra gingiva dan gingivitis. 19 Sebagian besar individu, memiliki keadaan rongga mulut yang berbeda-beda, sehingga kontrol plak tidak bekerja optimal dalam menjaga kesehatan gingival 15 Obat kumur sangat bermanfaat untuk pasien yang cacat fisik atau kurang termotivasi sehingga sulit atau tidak optimal dalam menghilangkan plak dengan baik. Berdasarkan bahan aktifnya, obat kumur dapat di kelompok atas : (1).Bisguanida, (2) Campuran fenol (3) Ammonia kuarternari (4) Germisida (5) Bahan Oksigenase (6) Ekstrak Herbal dan (7) Halogen. 5,18. Pada penelitian ini, obat kumur ekstrak kulit buah kakao termasuk dalam kelompok obat kumur ekstrak herbal. 2.3 Kakao (Theobroma cacao L) Kakao (Theobroma cacao L.) adalah anggota dari bromeliaceae yang berasal dari hutan di Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Dua subspesies yang ditanam adalah calabacillo (T. Cacao L. subsp. Sphaerocarpum) yang berasal dari Amerika Selatan dan criollo (T. Cacao L. subsp. Cacao) dari Meksiko. 20 Buah kakao terdiri

dari kulit buah, pulp, keping biji dan plasenta. Buah kakao terdiri dari 75% kulit buah, 3% plasenta, 22% biji. 21 Kakao merupakan tanaman pangan diketahui kaya akan senyawa-senyawa bioaktif, terutama polifenol, yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik. 8 Kakao juga mempunyai kapasitas antioksidan lebih tinggi dibanding teh dan anggur merah. 9 Gambar 1. Theobroma cacao L 22 2.3.1 Taksonomi kakao Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial. Sistematik tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo adalah sebagai berikut : 22 Devisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceace Jenis : Theobroma cacao L 2.3.2 Struktur kulit buah kakao Kulit buah kakao merupakan bagian terbesar dari buah kakao. 21 Warna kulit buah kakao beraneka ragam, namun pada dasarnya hanya ada dua macam yaitu : buah muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi berwarna kuning dan buah muda

yang berwarna merah setelah masak menjadi oranye. Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. 22 Gambar 2. Kulit buah kakao 23 2.3.3 Kandungan kulit buah kakao Berat kulit buah kakao kurang lebih 75% dari berat buah masak secara keseluruhan. 21,24 Kulit buah kakao merupakan limbah dalam industri cokelat yang diketahui mengandung sejumlah besar polifenol dan serat makanan, seperti selulosa, pektin dan lignin. 20 Kulit buah kakao mempunyai komposisi kimia yang cukup kompleks. Salah satu senyawa kimia yang bersifat antimikroba yang dikandungnya adalah polifenol, kadar total polifenol kulit buah kakao 12,6%. 21,25 Termasuk dalam senyawa polifenol yaitu tanin, pektin, flavonoid dan epikatekin 8,15 Kandungan senyawa aktif polifenol yang terdapat pada kulit kakao memiliki peran sebagai antimikroba, antivirus dan antioksidan. 24 Kulit buah kakao diketahui juga mengandung senyawa aktif alkaloid yang juga memiliki sifat antimikroba yaitu theobromin (3,7-dimethylxantine ) sebesar 0,4%. 25 Komposisi kimia lainnya yaitu air 12,98%, total N 32,52%, protein 9,65%, lemak 0,15% dan serat kasar 33,9%. 21 Kulit buah kakao diketahui juga mengandung unsur Kalsium, Fosfor dan Kalium. 26 2.3.4 Peranan ekstrak kulit buah kakao sebagai antibakteri Daya hambat ekstrak kulit buah kakao terhadap bakteri dapat disebabkan oleh kandungan antibakteri dalam ekstrak kulit kakao serta karakteristik bakteri itu sendiri. 15 Penelitian Verikates B dkk, menyatakan bahwa terjadi penurunan bakteri Streptoccus mutans pada saliva anak-anak setelah berkumur dengan ektrak kulit buah

kakao. 11 Pada ekstrak kulit buah kakao terkandung senyawa bioaktif yang bersifat antibakteri, yaitu alkaloid dan polifenol yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. 15 Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik yang memiliki atom atom nitrogen dan bersifat basa ( alkali ) dan dapat menyebabkan koogulasi protein sel bakteri, sehingga menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri. Koagulasi protein akan mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri yang menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, sehingga menyebabkan kematian sel bakteri. 26 Flavonoid pada ekstrak kulit buah kakao termasuk golongan senyawa fenolik yang mempunyai ikatan glikosida. 26 Flavonoid dalam aktivitas antibakteri, memiliki berbagai mekanisme diantaranya menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi bakteri. Pada proses penghambatan sintesis asam nukleat, cincin β flavonoid berperan pada ikatan hidrogen dengan beberapa basis asam nukleat dan ikatan ini nantinya mampu menghambat sintesis DNA (deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid). Aktivitas antibakteri dengan menghambat fungsi membran sitoplasma dapat dilakukan dengan menurunkan permeabilitas membran dinding sel bakteri, namun flavonoid dengan variasi yang lain dapat menghambat fungsi membran sitoplasma hingga mengakibatkan kematian bakteri. Aktivitas perusakan membran dapat diawali dengan mengganggu lipid bilayer dengan menembus secara langsung ke lapisannya dan merusak fungsi barrier. Hal ini menyebabkan fusi membran yang menyebabkan kebocoran material intramembaran dan agregasi. Penghambatan energi metabolisme bakteri dilakukan dengan penghambatan sintesis makromolekul. Penghambatan energi metabolisme terkait dengan aktivitas DNA, RNA, dinding sel dan sintesis protein. 15,22,24 Penelitian Azila mengatakan bahwa tanin pada kakao adalah salah satu bahan aktif yang mengganggu dinding sel bakteri dan dapat menghambat pembentukan plak. Tanin pada kakao juga dapat menghambat bakteri Streptococcus mutans. 27 Tanin bersifat antibakteri dengan adanya gugus pirogalol dan gugus galoil yang merupakan gugus fenol, kedua gugus tersebut bereaksi dengan protein dari membran

sel bakteri dan mengkoagulasinya. Senyawa fenol dapat menurunkan tegangan permukaan yang menyebabkan kenaikan dari permeabilitas membran sel, sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang menyebabkan sel pecah dan mengalami kematian. Tanin yang terkondensasi akan berikatan dengan dinding sel bakteri memiliki efek toksik dan mencegah pertumbuhan serta melakukan aktivitas protease kepada bakteri. 15 Selain mengandung tanin ekstrak kulit buah kakao juga mengandung pektin. Aktivitas antibakteri pektin dilakukan dalam tingkat selular, molekul, dan ikatan kimia. Pektin mampu menurunkan proses proteolisis dari bakteri. Proses proteolisis merupakan proses pemecahan asam amino yang dapat menghasilkan energi bagi bakteri. Namun dengan adanya pektin, pektin mampu menurunkan proses proteolisis dari bakteri, sehingga bakteri kekurangan energi dan proses metabolisme bakteri tidak berjalan dengan lancar. Bahkan jika hal ini terjadi terus menerus akan menonaktifkan sel bakteri, menganggu proses pertumbuhan, bahkan dapat mematikan bakteri. 15 Penelitian Srikanth dkk, menunjukkan bahwa kulit buah kakao dapat mengurangi jumlah bakteri Streptococcus mutans dan deposisi plak. Hal ini dikarenakan kulit buah kakao mempunyai komponen aktif yang bersifat antibakteri yaitu epikatekin yang merupakan subgrup dari polifenol berfungsi menghambat GTF (Glikosiltransferase) dan berfungsi sebagai bakterisidal. Efek polifenol terhadap kesehatan rongga mulut dapat menurunkan karies dan menguatkan jaringan keras gigi. Kandungan fenol yang terkandung dapat merusak dinding bakteri sedangkan kandungan epikatekin dapat menghambat pembentukan glikan dari sukrosa dan menghambat perlekatan Streptococcus mutans pada pelikel gigi. 14 Banyaknya kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kulit buah kakao menyebabkan senyawa aktif akan lebih mudah dalam menghambat bakteri. 26

2.5 Kerangka Teori Kulit buah kakao (Theobroma cacao) Senyawa zat aktif alkaloid Polifenol Koogulasi protein sel bakteri lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh Tanin Pektin Flavonoid Menganggu permeabilitas membran sel bakteri Proses proteolisis bakteri menurun metabolisme bakteri terganggu Menghambat sintesis asam nukleat, fungsi membran sitoplasma, dan metabolisme energi bakteri Epikatekin Menghambat GTF (Glukosiltrans ferase) pada sel bakteri Kematian sel bakteri Pertumbuhan bakteri terhambat Pembentukan plak

2.6 Kerangka Konsep Variabel Bebas : Obat kumur ekstrak kulit buah kakao 3 % Variabel Terikat : Indeks plak Loe dan Silness Variabel Terkendali : 1. Volume obat kumur 2. Lama penggunaan obat kumur 3. Waktu dan frekuensi menyikat gigi 4. Jenis sikat gigi dan pasta gigi Variabel tak terkendali : 1. Metode menyikat gigi 2. Diet