BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung Menurut Rukmana (2010), jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious), bunga jantan (staminate) terbentuk pada malai dan bunga betina (tepistila) terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi masih dalam satu tanaman. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Graminae : Graminaceae : Zea Spesies : Zea mays L. Berdasarkan klasifikasi jagung di atas, maka secara morfologi tanaman jagung dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Akar Akar tanaman jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada konsisi tanah yang subur dan gembur, jumlah akar tanaman jagung cukup banyak. Sementara pada tanah yang kurang baik (jelek) akar yang tumbuh jumlahnya 1
terbatas (sedikit). Perakaran tanaman jagung diawali dengan proses perkecambahan biji. Pertumbuhan kecambah biji jagung dimulai dengan akar kecambah (radicle), kemudian diikuti calon batang (coleoptile). Bersamaan dengan tumbuhnya radicle akan tumbuh pula akar primer (seminal root) yang muncul dari buku (nodia) terbawah. Selanjutnya, sekitar 10 hari setelah berkecambah akan tumbuh akar adventif (fibrious root system, akar serabut) yang muncul dari nodia (buku) di atasnya. Akar kecambah (radicle) dan akar primer (seminal root) tumbuhnya bersifat sementara, sedangkan akar adventif (fibrious root system) terus tumbuh selama tanaman jagung tetap hidup (Rukmana, 2010). b. Batang Batang tanaman jagung bulat silindris, tidak berlubang, dan beruas-ruas (berbuku-buku) sebanyak 8 20 ruas. Jumlah ruas tersebut bergantung pada varietas jagung yang ditanam dan umur tanaman. Pertumbuhan batangnya tidak hanya memanjang, tetapi juga terjadi pertumbuhan ke samping atau membesar, bahkan batang tanaman jagung dapat tumbuh membesar dengan diameter sekitar 3 4 cm. Tanaman jagung tingginya sangat bervariasi, bergantung pada jenis atau varietas yang ditanam dan kesuburan tanah. Tinggi tanaman jagung berkisar antara 1 3 meter dari atas tanah (Rukmana, 2010). c. Daun Pada tanaman jagung menempel daun yang jumlahnya antara 8 sampai 48 helai, tetapi biasanya berkisar 12 18 helai. Hal ini tergantung varietas dan umur tanaman jagung. Jagung berumur genjah biasanya memiliki jumlah daun sedikit, sedangkan yang berumur dalam berdaun lebih banyak. Tipe daun digolongkan ke 2
dalam linier. Panjang daun bervariasi biasanya antara 30 cm sampai 50 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 15 cm. Adapun tangkai daun/pelepah daun normal biasanya antara 3 cm sampai 6 cm (AAK, 1996 dalam Harahap, 2007). d. Bunga Tanaman jagung menghasilkan bunga dalam bentuk spikelets. Bunga jantan terbentuk dalam bentuk malai pada tangkai bunga utama. Sedangkan spikelets betina dihasilkan dari suatu cabang yang dimodifikasi dari tunas sisi. Bunga bentina menghasilkan suatu poros yang menebal yang disebut dengan tongkol dan ditutupi oleh sejumlah kelobot yang telah dimodifikasi (Singh 1987, dalam Simamora, 2006). Bagian yang terpenting dari bunga jantan adalah tepung sari, sekam kelompok (gulame), sekam tajuk atas (palea), sekam tajuk bawah (lemma) dan kantong sari yang panjangnya ± 6 cm (Rukmana 1997, dalam Simamora, 2006). Pada bunga betina terdapat sejumlah rambut yang ujungnya membelah dua dan jumlahnya cukup banyak (sesuai dengan jumlah biji yang ada dalam tongkol (Warisno 1998, dalam Simamora, 2006). e. Buah dan Biji Buah biji jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8 20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji (sead coat), endosperm dan embrio (Rukmana 1997, dalam Harahap, 2007). 3
2.2 Syarat Tumbuh 2.2.1 Keadaan Iklim Tanaman jagung mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan tumbuh. Di daerah tropis Indonesia, jagung tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai daerah yang mempunyai ketinggian 1.300 meter dari permukaan laut (dpl). Meskipun demikian, tanaman jagung akan tumbuh dan berproduksi secara optimal pada daerah dataran rendah sampai ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Beberapa varietas jagung unggul yang baru dirilis dapat berproduksi optimal di daerah yang mempunyai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung, antara lain penyinaran matahari, suhu udara dan curah hujan. Intensitas sinar matahari yang baik mencapai 100% (tempat terbuka), curah hujan antara 100 200 mm/bulan, suhu udara antara 24 0 C 30 0 C, dengan tipe iklim A-E (Oldeman). Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih jagung antara 30 0 C 32 0 C dengan kapasitas air tanah antara 25 60%. Selama pertumbuhan tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23 0 C 27 0 C dengan curah hujan optimum antara 100 125 mm/bulan dan merata sepanjang musim tanam (Rukmana, 2010). Menurut Kartasapoetra (2003), suhu yang dikehendaki tanaman jagung berkisar antara 21 0 C 30 0 C. Akan tetapi untuk pertumbuhan yang baik tanaman jagung khususnya jagung hibrida suhu yang optimal adalah 23 0 C 27 0 C, suhu sekitar 25 0 C akan mengakibatkan perkecambahan biji jagung lebih cepat dan suhu tinggi lebih dari 40 0 C akan mengakibatkan kerusakan embrio. 4
2.2.2 Keadaan Tanah Tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus (bahan organik), bertekstur lempung atau lempung berdebu sampai lempung berpasir, struktur gembur. Tanah yang baik mempunyai derajat keasaman tanah (ph) 5,0 7,5 serta kemiringan tanah kurang 8%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanah yang umum digunakan untuk budidaya tanaman jagung antara lain tanah latosol, andosol, podoslik merah kuning (PMK), grumosol dan gambut (Rukmana, 2010). Tanah latosol mempunyai karakteristik solum tanah dalam (1,5 10 meter), berwarna merah atau cokelat hingga kuning, bertekstur liat, strukturnya remah dengan konsistensi gembur, reaksi tanah masam sampai agak masam (ph 4,5 6,5), kandungan hara rendah sampai sedang, dan produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Tanah andosol ditandai dengan solum tanah agak tebal (1 2 meter), berwarna hitam atau kelabu sampai cokelat tua, bertekstur debu atau lempung berpasir sampai lempung, struktur tanah remah dengan konsistensi gembur, kandungan unsur hara sedang sampai tinggi, reaksi tanah masam sampai netral (ph 5 7) dan produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Tanah podsolik merah kuning mempunyai solum tanah agak tebal (1 2 meter), berwarna merah sampai kuning, tekstur lempung berpasir sampai lempung berliat dengan reaksi tanah sangat masam sampai masam (ph 3,5 5,0), dan produktivitas tanah rendah sampai sedang. Sementara tanah grumosol dan gambut perlu diikuti dengan pengelolaan tanah yang baik (Rukmana, 2010). 5
2.3 Pertumbuhan Tanaman Jagung Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis (Subekti et al., 2000). Perbedaan penampilan (fenotipe) dari berbagai varietas hibrida (perbedaan pada beberapa komponen pengamatan) diakibatkan oleh pengaruh genetik dan lingkungan. Gen-gen yang beragam dari masing-masing varietas mempunyai karakter yang beragam. Lingkungan memberikan peranan dalam rangka penampakan karakter yang sebenarnya terkandung dalam gen tersebut. Setiap hibrida menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang beragam sebagai akibat dari pengaruh genetik dan faktor lingkungan, dimana pengaruh genetik merupakan pengaruh keturunan yang dimiliki oleh setiap galur sedangkan pengaruh lingkungan adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh habitat dan kondisi lingkungan. 6
2.4 Jagung Varietas Hibrida Bisi-2 Benih hibrida merupakan benih dari varietas hibrida yang berasal dari keturunan pertama (F1) hasil persilangan varietas bersari bebas dan bersari bebas, varietas bersari bebas dengan galur, atau galur dan galur atau dapat dikatakan bahwa varietas hibrida merupakan keturunan pertama (F1) hasil persilangan dari dua sampai tiga galur atau varietas (Moentono, M. D. 1988). Varietas hibrida merupakan varietas yang mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi, karena merupakan hasil penggabungan gen-gen dominan karakter yang diinginkan dari galur penyusunnya, dimana varietas hibrida akan memberikan keuntungan yang tinggi (Moentono, M. D. 1988). Tanaman ini memiliki karakteristik morfologis yang sama dengan varietas-variaetas yang lain, yakni memiliki sistem perakaran serabut, bentuk daun memanjang dan warna daun hijau. Tanaman jagung Bisi-2 memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak daun. Tanaman jagung varietas hibrida Bisi-2 merupakan tanaman khas yang terdapat di Gorontalo. Dikatakan jagung varietas hibrida Bisi-2 karena pertumbuhan tanaman tegak, seragam dan tahan roboh. Dapat menghasilkan dua tongkol pertanaman yang sama besar. Rendemen sangat tinggi yaitu 83%, karena memiliki ukuran janggel kecil, dengan tongkol besar dan silindris. Tongkol tertutup rapat sehingga serangan busuk buah berkurang. Populasi tanaman sekitar 62.000 per ha. Kebutuhan benih sekitar 15 kg/ha. Dapat dipanen umur 103 hari setelah tanam. Potensi hasil 13 ton/ha pipilan kering (Adnan, 2010). 7
2.5 Jarak Tanam dan Populasi Tanaman Jagung Jarak tanaman merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Produksi maksimal dicapai bila menggunakan jarak tanam yang sesuai semakin tinggi tingkat kerapatan suatu pertanaman mengakibatkan semakin tinggi tingkat persaingan antar tanaman dalam hal mendapatkan unsur hara dan cahaya. Sebagai akibat dari kompetisi tersebut maka terjadilah penguasaan fakto-faktor tumbuh yang tidak merata antara tanaman. Hal ini mengakibatkan ukuran dan tinggi tanaman serta jumlah daun bervariasi. Selanjutnya di kemukakan bahwa walaupun telah ada perbedaan ukuran sebelum kompetisi terjadi, namun setelah kompetisi berlangsung biasanya cenderung memperbesar perbedaan ukuran tersebut. Untuk mendapatkan jarak tanam yang tepat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu kesuburan tanah dan jenis jagung (Anonimus 2006, dalam Simamora, 2006). Kerapatan tanam harus diatur dengan jarak tanam sehingga tidak terjadi persaingan antar tanaman, mudah memeliharanya dan mengurangi biaya persaingan. Menurut Harjadi (2002), jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan koefisien penggunaan cahaya, mempengaruhi kompetisi antar tanaman dalam menggunakan air dan zat hara, dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Untuk meningkatkan hasil biji tanaman jagung salah satunya adalah dapat dilakukan dengan penambahan tingkat kerapatan tanaman persatuan luas. Penambahan jumlah tanaman akan menurunkan hasil karena terjadi kompetisi hara, air, radiasi matahari dan ruang tumbuh. Kerapatan tanaman per 8
satuan luas juga akan mengakibatkan perubahan iklim mikro yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), populasi tanaman dapat di tentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang digunakan. Populasi tanaman yang di anjurkan adalah 66.600 tanaman per hektar. Luas lahan yang digunakan pada uji multilokasi 540 m 2. Jumlah populasi keseluruhan 3.600 populasi dan tingkat pertumbuhannya 80%. Jumlah tanaman per lubang 1 biji. Sitompul dan Guritno (1995) menambahkan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang ditetapkan berdasarkan kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan suatu ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat, sebagai parameter pengukur lingkungan tertentu seperti cahaya. Jarak tanam normal biasa merupakan benih di tanam dengan jarak 70 cm x 20 cm satu biji perlubang dengan jarak barisan tanaman 20 cm, untuk jarak diantara barisan tanaman adalah 70 cm sedangkan jarak tanam normal ganda adalah di tanam dengan jarak 75 cm x 40 cm dua biji perlubang dengan jarak barisan tanaman 40 cm, untuk jarak diantara barisan tanaman adalah 75 cm. Dalam budidaya jagung tidak diperkenankan melakukan penyulaman tanaman, bunga betina dari tanaman sulaman biasanya tidak tersebuki secara sempurna oleh tepung sari, bungga jantan tanaman yang lebih dahulu berbunga dan peluang terjadinya penyerbukan sendiri hanya sekitar 5%. Hal ini menyebabkan tongkol tanaman sulaman tidak terisi penuh oleh biji (Kartasapoetra, 2003). 9