BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci utama bagi kemajuan suatu bangsa. manusia melalui peningkatan kualitas pendidikan. Undang-Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih baik. Sebuah proses perubahan yang dilakukan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. Pendidikan menurut Undang-undang tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan masih berjalan terus. (Ihsan, 2008:7) mengemukakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya.

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Dalam Undang-undang. tentang pengertian pendidikan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan proses pembelajaran yang optimal. Dalam menghadapi era

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

I. PENDAHULUAN. berbudi pekerti, dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. penentu kebijakan. Upaya peningkatan mutu pendidikan ini ditujukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Langeveld pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

2015 PENERAPAN PEND EKATAN KONTEKSTUAL D ALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SEKOLAH D ASAR D I KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa untuk menghadapi tantangan hidup dimasa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku siswa pada saat proses

BAB I PENDAHULUAN. kepribadiannya dengan jalan membina potensi potensi yang ada, yaitu rohani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. hanya berlaku di dalam masyarakat saja, namun dalam suatu negara juga akan

BAB I PENDAHULUAN. tentang sistem pendidikan nasional (2009:69) pasal 1 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia mulai mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Terbukti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. yang tangguh, mandiri, berkarakter dan berdaya saing. Sebagai fondasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah, yang diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif. Melalui proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat suatu bangsa. Pendidikan diharapkan mampu

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu usaha masyarakat untuk memajukan peradaban dan pengetahuan. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan. formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk merubah suatu bangsa ke arah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia karena melalui pendidikanlah manusia dapat berdaya guna dan. mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi teknologi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia guna

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya generasi muda, yang nantinya akan mengambil alih

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem pada prinsipnya bukan hanya bertujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan belajar yang nyaman dan penggunaan pendekatan yang relevan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

I. PENDAHULUAN. dan terkontrol (khususnya datang dari sekolah), sehingga dia dapat. memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan memegang peranan yang penting.

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk. nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Suardi, 2012:71). bangsa. Hal ini sebagaiman tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikannya. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006:7) Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. didik sebagai manusia yang berkepribadian luhur dan berakhlak mulia. mendengarkan ketika proses pembelajaran berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dicapai apabila semua terlibat secara aktif baik fisik, mental, maupun

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus sebagai tujuan. Dalam Undang-Undang RI No. 20 pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia, mengharuskan manusia tidak bisa lepas dari pendidikan, pendidikan yang akan mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai makhluk yang berpendidikan. Pendidikan yang tidak hanya saat menjadi anak-anak tetapi pendidikan yang terus berlanjut hingga dewasa bahkan sampai kita meninggal dunia. Proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat itu menjadikan kita untuk terus mengembangkan pengetahuan tanpa dibatasi usia. Pendidikan yang menjadi bekal hidup manusia dalam menjalankan hidupnya melalui keterampilan menyiapkan fungsi hidup manusia baik secara jasmaniah ataupun rohaniah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 dalam Kesuma dan Hendriyani (2011, hlm. 218) : Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang mempersiapkan generasi penerus untuk mengembangkan potensi yang telah dimilikinya untuk kehidupannya baik di masa sekarang maupun masa depan. Salah satu tingkat pendidikan yang wajib yaitu jenjang sekolah dasar. Di sekolah dasar, siswa harus menempuh pendidikan dari kelas satu sampai ke kelas enam. Siswa harus mengikuti semua pelajaran yang wajib di SD, salah satunya yaitu ilmu pengetahuan alam. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar, ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang 1

2 alam sekitar. Ilmu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya. Conant dalam Samatowa (2010, hlm. 14) sains sebagai suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Berdasarkan pengertian tersebut sehingga IPA harus dipandang sebagai cara penemuan konsep yang saling berhubungan melalui kegiatan pengamatan ataupun percobaan. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang didalamnya terdapat fakta, konsep, prinsip, teori yang merupakan produk dari IPA dan harus teruji kebenarannya melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Untuk mendapatkan produk tersebut harus adanya proses yang menerapkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Di dalam IPA pengetahuan yang memuat fakta, konsep, prinsip dan teori yang kebenarannya harus diuji. Fakta, konsep, prinsip merupakan produk dari IPA. Untuk mendapatkan produk tersebut harus adanya proses dalam pembelajaran IPA karena belajar IPA bukan sekedar bagaimana seorang anak dapat menemukan konsep-konsep dari pembelajaran kemudian anak tersebut menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, tanpa melalui proses pembentukkan konsep tersebut. Untuk membentuk pemahaman konsep dalam pembelajaran IPA, harus melalui proses yang di dalamnya menerapkan sikapsikap ilmiah. Dalam pembelajaran IPA seharusnya siswa harus berperan aktif, siswa melakukan kegiatan pembelajaran dengan pengamatan ataupun percobaan untuk menguji atau membuktikan teori. Dari pengujian atau pengamatan tersebut siswa bisa menemukan konsep sehingga dalam menerapkan konsep yang diperolehnya siswapun tidak merasa sulit. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan motivator yang membimbing dan mengarahkan proses pembelajaran sehingga tercapainya tujuan pembelajaran. Pembelajaran IPA yang seharusnya memenuhi harapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu pembelajaran hendaknya bersifat mendidik,

3 mencerdaskan, membangkitkan aktivitas dan kreativitas anak, efektif, demokratis, menantang, menyenangkan, dan mengasyikkan. Bukan pembelajaran yang membosankan yang kurang menggali keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA bisa dirangsang dengan membuat pembelajaran IPA yang menyenangkan, pembelajaran IPA yang mengembangkan kemampuan berpikir siswa dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip IPA. Hasil belajar yang diperoleh siswa pada pembelajaran IPA ini masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Hal ini dikarenakan siswa belum menguasai konsep mengenai pengungkit. Siswa cenderung sulit membedakan pengungkit jenis pertama, pengungkit jenis kedua dan pengungkit jenis ketiga. Siswa harusnya terlebih dahulu memahami letak titik tumpu, titik beban dan kuasa. Dari mengetahui letak titik tumpu, kuasa dan beban siswa akan dapat membedakan pengungkit golongan pertama, pengungkit golongan kedua atau pengungkit golongan ketiga. Dalam proses pembelajaran pada materi pengungkit siswa banyak mendengar guru yang ceramah, tanpa siswa yang mengalami secara langsung pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran hanya sebagai pendengar informasi dari guru, sehingga siswa tidak mendapat pengalaman mengenai konsep yang akan didapatkannya, siswa hanya penerima konsep dari guru. Sehingga penguasaan konsep siswa sangat rendah dan berpengaruh kepada hasil belajar siswa. Hasil observasi awal peneliti pada pra siklus di SDN Ciburial, yang diketahui bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah, hal tersebut bisa dilihat dari hasil belajar siswa yang masih banyak dibawah KKM yaitu rata-rata 65,4 sedangkan KKM dari mata pelajaran IPA yaitu 75. Hampir sekitar 77,14% siswa atau 27 siswa dari 35 siswa mengalami kesulitan dalam menjawab dan mengerjakan soal-soal yang diberikan guru. Hasil ini dilihat dari latihan soal yang diberikan guru, wawancara kepada guru dan hasil tanya jawab langsung kepada siswa. Tabel 1.1 Daftar Nilai Pra Siklus No Nama Prasiklus 1 AA 60 belum tuntas

4 2 AWT 45 belum tuntas 3 ANE 80 Tuntas 4 AS 60 belum tuntas No Nama Prasiklus 5 BN 80 Tuntas 6 DDN 60 belum tuntas 7 DN 70 belum tuntas 8 DHP 80 Tuntas 9 DR 60 belum tuntas 10 DA 80 Tuntas 11 DAB 60 belum tuntas 12 EJ 60 belum tuntas 13 IA 70 belum tuntas 14 IS 65 belum tuntas 15 YR 60 belum tuntas 16 MA 80 Tuntas 17 MDA 60 belum tuntas 18 MVP 60 belum tuntas 19 NY 80 Tuntas 20 PM 65 belum tuntas 21 RKM 60 belum tuntas 22 RN 65 belum tuntas 23 AS 65 belum tuntas 24 SDR 60 belum tuntas 25 SBS 60 belum tuntas 26 SR 60 belum tuntas 27 SL 80 Tuntas 28 SF 50 belum tuntas 29 SS 60 belum tuntas 30 SO 60 belum tuntas 31 SKS 80 Tuntas 32 TMF 70 belum tuntas 33 TD 65 belum tuntas 34 YI 60 belum tuntas 35 ZP 60 belum tuntas Jumlah 2210 Rata-rata 65,4

5 Rendahnya hasil belajar ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan guru tidak terpusat pada siswa. Dalam pembelajaran ini guru lebih mendominasi sedangkan siswa hanya pendengar informasi dari guru tanpa siswa sendiri yang menemukannya. Guru mengajar lebih sering menggunakan metode ceramah sehingga siswa terbiasa dengan menghafal, tanpa adanya proses yang bermakna untuk membentuk pengetahuan siswa. Guru hanya memindahkan sejumlah rumus, hukum, prinsip, teori dan konsep tanpa siswa sendiri yang menemukannya. Pengetahuan yang diperoleh siswa langsung ditansfer sesuai dengan pengetahuan guru, tanpa siswa sendiri yang menemukan pengetahuan. Dalam hal ini siswa kurang terlibat dalam pembelajaran, proses pembelajaran siswa hanya seputar mendengarkan dan menghafalkan materi yang akan dipelajari tanpa adanya kegiatan yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang membosankan ini juga tidak menggunakan media dan sumber belajar yang dekat dengan siswa, pemahaman siswa untuk menguasai konseppun rendah, padahal pemahaman konsep yang diterima siswa tergantung dari pendekatan yang digunakan guru dalam pembelajaran. Pendekatan yang menitikberatkan kepada pengalaman langsung siswa, pengalaman berupa proses pembelajaran. Penerapan guru dalam menggunakan model atau metode atau pendekatan yang sesuai dengan karakteristik siswa, penggunaan media yang optimal dan sumber belajar yang tidak hanya terpatok pada satu sumber. Dalam pembelajaran guru tidak mengembangkan kemampuan siswa dengan memberikan keterampilan proses sains kepada siswa, tetapi guru lebih cenderung mengarahkan siswa untuk menguasai materi pembelajaran tanpa adanya proses pembelajaran yang akan menghasilkan pemahaman dan penguasaan konsep oleh siswa. Apabila guru menerapkan pendekatan keterampilan proses sains saat pembelajaran maka siswa akan mendapatkan pengetahuan secara konseptual dan permanen. Pembelajaran yang berpusat pada siswa, pembelajaran yang menitikberatkan kepada keterampilan proses sains siswa, keterampilan siswa mengamati, mengklasifikasikan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan hasil. Pendekatan keterampilan proses sains pembelajaran yang dialami siswa lebih

6 bermakna dan siswa bisa membentuk pengetahuan yang dialaminya secara konseptual. Pembelajaran yang menekankan kepada proses yang didapat siswa sehingga pemahaman konsep yang didapatkan siswa meningkat. Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu adanya penelitian tindakan kelas untuk memperbaiki proses pembelajaran yang berlangsung untuk meningkatkan pemahaman konsep melalui pendekatan keterampillan proses sains, maka penelitian tindakan kelas ini berjudul: Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep pada Pembelajaran IPA Materi Pengungkit. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran IPA melalui pendekatan keterampilan proses sains pada materi pengungkit di kelas V SDN Ciburial? 2. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan keterampilan proses sains pada materi pengungkit di kelas V SDN Ciburial? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep dalam pembelajarannya dengan menerapkan pendekatan keterampilan proses sains: 1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan keterampilan proses sains pada materi pengungkit di kelas V SDN Ciburial. 2. Untuk mendeskripsikan peningkatan pemahaman konsep dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan keterampilan proses sains pada materi pengungkit di kelas V SDN Ciburial. D. Manfaat Penelitian

7 Dengan melakukan ini dapat diharapkan memberikan manfaat yang baik terutama bagi guru, dan bagi siswa. Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Guru 1. Dapat menambah wawasan tentang penerapan pendekatan keterampilan proses sains untuk menciptakan lingkungan belajar yang bermakna. 2. Sebagai masukan alternatif dengan pendekatan pembelajaran IPA di SD yang berpusat pada siswa. 3. Dapat memberikan aspirasi bagi guru untuk melakukan proses belajar pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan dan berkesan. b. Bagi Siswa 1. Dengan pendekatan keterampilan proses sains, siswa dapat memahami konsep yang dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya. 2. Dengan pendekatan keterampilan proses sains, siswa dapat membentuk pengetahuannya secara konseptual. 3. Dengan pendekatan keterampilan proses sains, siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep dan menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya. c. Bagi Sekolah 1. Sebagai masukan dalam penyediaan dan pengelolaan sumber belajar di sekolah. 2. Sebagai masukan dalam memberi kontribusi untuk meningkatkan kualitas sekolah khususnya pada pembelajaran IPA. 3. Sebagai masukan dalam memberi inovasi model pembelajaran di sekolah. d. Bagi Peneliti 1. Mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru dalam keterampilan belajar mengajar di sekolah menggunakan pendekatan keterampilan proses sains. 2. Mendapatkan pengalaman baru dalam keterampilan belajar mengajar di sekolah menggunakan pendekatan keterampilan proses sains. E. Hipotesis Tindakan

8 Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: Penerapan pendekatan keterampilan proses sains akan meningkatkan pemahaman konsep dalam pembelajaran IPA pada materi pengungkit. F. Definisi Operasional 1. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep, tetapi siswa tersebut bukan hanya mengetahui atau mengingat tetapi dapat mengungkapkan kembali konsep yang ditemukannya menggunakan kata-katanya sendiri. Dalam penelitian ini siswa dikatakan sudah memahami konsep apabila siswa sudah dapat: a. Mengklasifikasikan:siswa sudah dikatakan mampu mengklasifikasikan apabila siswa sudah dapat menunjukkan letak titik tumpu, kuasa dan beban. b. Memberikan contoh:siswa sudah dikatakan mampu memberikan contoh apabila siswa sudah dapat menyebutkan contoh benda-benda yang termasuk pengungkit golongan pertama, kedua dan ketiga c. Menyimpulkan:siswa sudah dikatakan mampu menyimpulkan apabila siswa sudah dapat menyimpulkan bahwa pengungkit golongan pertama, kedua dan ketiga dapat memudahkan pekerjaan manusia. d. Menjelaskan:siswa dikatakan mampu menjelaskan apabila siswa sudah dapat menjelaskan pengertian pengungkit berdasarkan letak titik tumpu, kuasa dan beban. 2. Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pendekatan keterampilan proses sains merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses pembelajaran, yang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran terpusat pada siswa. Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini adalah: a. Keterampilan mengamati (observasi)

9 Keterampilan proses ini mencakup keterampilan untuk menggunakan segenap alat indera yang kita miliki. Mengamati bukanlah sekedar melihat. Dalam pembelajaran materi pengungkit ini, siswa mengamati contoh benda yang ada di meja kerjanya misalnya gunting. Siswa mengamati gunting untuk mengetahui prinsip kerja gunting. b. Keterampilan interpretasi Mencatat setiap hasil pengamatan secara terpisah antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau interpretasi. Dalam mengintrpretasi siswa mencatat hasil pengamatannya. c. Keterampilan mengklasifikasi Mengklasifikasi merupakan proses memisahkan benda-benda atau kejadian-kejadian berdasarkan bentuk-bentuk yang umum. Dalam keterampilan ini siswa mengklasifikasikan titik tumpu, letak kuasa dan letak beban. d. Keterampilan berkomunikasi Keterampilan berkomunikasi mencakup keterampilan menyampaikan dan menerima informasi. Dalam pembelajaran pengungkit ini siswa mendapatkan keterampilan berkomunikasi yaitu siswa menyimpulkan hasil pengamatannya, siswa tersebut menyampaikan kepada temantemannya dan menerima saran atau kritik dari teman-temannya mengenai hasil pengamatannya.