Center for Geological Survey, Geological Agency, Ministry of Energy and Mineral Resources Journal homepage:

dokumen-dokumen yang mirip
Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah

PENGARUH MUKA AIR TANAH TERHADAP KESTABILAN JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

PENENTUAN RESISTIVITAS BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DAN VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING

APLIKASI GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE DIPOLE UNTUK PENDUGAAN ASBUTON

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

INVESTIGASI GERAKAN TANAH DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DI SEKITAR LERENG BGG JATINANGOR

PENYELIDIKAN BITUMEN PADAT DAERAH PULAU KABAENA KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN GERAKAN TANAH DENGAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DI JALAN KERETA API KM 12 TUNTANG-KEDUNGJATI JAWA TENGAH

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

Cross Diagonal Survey Geolistrik Tahanan Jenis 3D untuk Menentukan Pola Penyebaran Batuan Basal di Daerah Pakuan Aji Lampung Timur

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

IDENTIFIKASI PENYEBARAN LIMBAH CAIR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS 3D (MODEL LABORATORIUM)

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

BAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

ANALISIS KEBERADAAN BIJIH BESI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK 2D DI LOKASI X KABUPATEN LAMANDAU KALIMANTAN TENGAH

Analysis of Chromite Vein At The Subsurface Using Geoelectrical Method Wenner-Schlumberger Configuration

MENENTUKAN LITOLOGI DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER DAN SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN WADYA GRAHA I PEKANBARU

PENDUGAAN ZONA MINERALISASI GALENA (PbS) DI DAERAH MEKAR JAYA, SUKABUMI MENGGUNAKAN METODE INDUKSI POLARISASI (IP)

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

PEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

Abstrak

EKSPLORASI BIJIH BESI DENGAN METODE DIPOLE-DIPOLE DAN GEOMAGNET DI WILAYAH GANTUNG, KABUPATEN BLITUNG TIMUR, PROVINSI BLITUNG

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

REVISI, PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

PEMODELAN 3D RESISTIVITAS BATUAN ANDESIT DAERAH SANGON, KAB. KULONPROGO, PROVINSI DIY

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

APLIKASI METODE RESISTIVITAS DAN PENENTUAN SONA SUPERGENE ENRICHMENT ENDAPAN NIKEL LATERIT KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

IDENTIFIKASI BATUAN GRANIT KECAMATAN SENDANA KOTA PALOPO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS (RESISTIVITY)

STUDI TAHANAN JENIS BATUAN UNTUK IDENTIFIKASI MINERAL BIJIH BESI DI TEGINENENG LIMAU TANGGAMUS

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR

EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY

GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA

PENERAPAN METODE GEOLISTRIK-2D UNTUK IDENTIFIKASI AMBLASAN TANAH DAN LONGSORAN DI JALAN TOL SEMARANG SOLO Km Km

BAB II TINJAUAN UMUM

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah

ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

Indonesian Journal of Applied Physics (2017) Vol.7 No.2 halaman107

Keywords: ERT 3D Method, Gradient Configuration, Profile laterite, Trapezoidal Method

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DESA PANCUMA KECAMATAN TOJO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS

PENENTUAN POTENSI KEDALAMAN DAN KANDUNGAN BIJIH BESI DI DESA AJUNG KABUPATEN BALANGAN KALIMANTAN SELATAN

EKSPLORASI NIKEL MENGGUNAKAN METODA RESISTIVITY

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

PENERAPAN METODE GEOLISTRIK-2DUNTUK IDENTIFIKASI AMBLASAN TANAH DAN LONGSORAN DI JALAN TOL SEMARANG SOLO KM KM

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

ANALISIS AIR BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK

PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

Bab II Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Keadaan Umum Lokasi dan Ketersampaian Daerah

Identifikasi Bijih Besi dengan Metode Geolistrik di Tanah Laut Deddy Yuliarman, Sri Cahyo Wahyono *, Sadang Husain

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Pendugaan Zona Endapan Mineral Logam (Emas) di Gunung Bujang, Jambi Berdasarkan Data Induced Polarization (IP)

PENENTUAN ZONA PENGENDAPAN TIMAH PLASER DAERAH LAUT LUBUK BUNDAR DENGAN MARINE RESISTIVITY Muhammad Irpan Kusuma 1), Muhammad Hamzah 2), Makhrani 2)

PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

Penentuan Lapisan Bawah Permukaan di Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPAS) Banjarbaru dengan Metode Geolistrik

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK RESISTIVITY-2D DAN GEOMAGNET DI DAERAH SEBAYUR, DESA MAROKTUAH, KEC

Gravitasi Vol. 14 No.2 (Juli-Desember 2015) ISSN:

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB II TINJAUAN UMUM

KETERDAPATAN MINERALISASI EMAS YANG BERASOSIASI DENGAN SINABAR DI KECAMATAN RAROWATU KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

MENENTUKAN AKUIFER LAPISAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI PERUMAHAN GRIYO PUSPITO DAN BUMI TAMPAN LESTARI

PENDUGAAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI DESA TELLUMPANUA KEC.TANETE RILAU KAB. BARRU SULAWESI-SELATAN

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

Bab II Tinjauan Umum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

3. HASIL PENYELIDIKAN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE UNTUK IDENTIVIKASI POTENSI SEBARAN GALENA (PBS) DAERAH-X, KABUPATEN WONOGIRI

Transkripsi:

Geo-Resources J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Center for Geological Survey, Geological Agency, Ministry of Energy and Mineral Resources Journal homepage: http://jgsm.geologi.esdm.go.id ISSN 0853-9634, e-issn 2549-4759 Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara The Laterite Nickel Modelling Based On Resistivity Data, In South Kabaena, Bombana District, Southeast Sulawesi Province 1 Budy Santoso dan Subagio 1 2 Departemen Geofisika FMIPA Unpad, Jalan Raya Bandung Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang 2 Pusat Survei Geologi, Jalan Diponegoro No.57 Bandung 40122 e-mail : budi@geophys.unpad.ac.id Naskah diterima : 4 Juli 2018, Revisi terakhir : 20 Agustus 2018, Disetujui : 24 Agustus 2018, Online : 27 Agustus 2018 Abstrak- Endapan nikel laterit di daerah Kabaena Selatan terdapat pada batuan ultramafik. Model endapan nikel laterit di daerah penelitian secara vertikal terdiri atas : overburden, zona limonit, zona saprolit, zona saprock dan bedrock. Zona limonit dan zona saprolit termasuk ke dalam lateritic soil dan memiliki kadar nikel yang berbeda-beda. Lateritic soil memiliki kontras resistivitas terhadap bedrock, maka data resistivitas dapat digunakan untuk memodelkan endapan nikel laterit. Akuisisi data resistivitas menggunakan Metode Electrical Resistivity Tomography (ERT). Metode ERT adalah metode pengukuran resistivitas dipermukaan tanah dengan menggunakan banyak elektroda, agar diperoleh variasi distribusi resistivitas bawah permukaan secara lateral dan vertikal, sehingga didapatkan citra bawah permukaan. Konfigurasi elektroda yang digunakan dalam akuisisi data yaitu Konfigurasi Dipole-Dipole. Model endapan nikel laterit diperoleh dengan melakukan pemodelan inversi berdasarkan data resistivitas. Pemodelan inversi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Res2DInv. Berdasarkan hasil pemodelan resistivitas maka diperoleh nilai resistivitas laterit, sebagai berikut : resistivitas limonite overburden < 40 Ohm.m, resistivitas limonit : (40 200) Ohm.m, resistivitas saprolit : (201 444) Ohm.m, resistivitas saprock : (246 645) Ohm.m dan resistivitas bedrock : (645 3300) Ohm.m. Abstract- The lateritic nickel precipitate in the South Kabaena region is found in ultramafic rocks. The lateritic nickel model in the research area is vertically comprised of overburden, limonite zone, saprolite zone, saprock zone and bedrock. The limonite zone and the saprolite zone are included in the lateritic soil and have different nickel levels. Lateritic soil has resistivity contrast to bedrock, then resistivity data can be used to model lateritic nickel precipitate. The aquisition of resistivity data using Electrical Resistivity Tomography (ERT) Method. The ERT method is a method of measuring resistivity on the ground surface by using many electrodes, in order to obtain sub-lateral and vertical resistivity distribution variations, to obtain subsurface imagery. The electrode configuration used in data acquisition is configuration of Dipole-Dipole. The lateritic nickel precipitate is obtained by inversion modeling based on the resistivity data. Inversion modeling is done by using Res2DInv software. Based on resistivity modeling results obtained lateritic resistivity values, as follows: limonite overburden resistivity < 40 Ohm.m, limonite resistivity: (40 200) Ohm.m, saprolite resistivity : (201 444) Ohm.m, saprock resistivity : (246 645) Ohm.m and bedrock resistivity : (645 3300) Ohm.m Kata kunci : bedrock, konfigurasi Dipole-Dipole, limonit, resistivitas, saprolit Keywords: bedrock, co nfiguration of Dipole-Dipole, l imonite, resistivity, saprolite Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral - Terakreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 21/E/KPT/2018 Berlaku sejak Volume 17 Nomor 1 Tahun 2016 sampai Volume 21 Nomor 4 Tahun 2020-2018, All right reserved

146 J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 PENDAHULUAN Permasalahan Latar Belakang Nikel laterit merupakan bahan galian yang melimpah di daerah Sulawesi seperti di daerah Kabaena Selatan, Bombana, Sulawesi Tenggara. Nikel mempunyai nilai ekonomis tinggi karena banyak digunakan dalam industri berat, kendaraan bermotor, sebagai bahan campuran untuk pembuatan baja tahan karat (stainles steel), peralatan laboratorium, dan lain-lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian mengenai keberadaan endapan nikel sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan industri. Nikel diperoleh dari endapan yang terbentuk akibat proses oksidasi dan pelapukan batuan ultramafik yang mengandung nikel 0,2 0,4 %. Jenis-jenis mineral tersebut antara lain olivin, piroksin, dan amfibol yang ditemukan di daerah tropis yang memiliki curah hujan tinggi, sehingga mendukung terjadinya pelapukan, selain faktor topografi, drainase, tektonik dan struktur geologi. Pembentukan endapan nikel laterit ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : topografi yang relatif landai o (< 20 ), intensitas struktur rekahan yang tinggi yang terjadi pada daerah yang luas, curah hujan yang tinggi, serta adanya sumber nikel dari batuan induk itu sendiri (Elias, 2001). Berdasarkan penelitian terdahulu (Jafar, 2017) di daerah Kabaena terdapat sebaran nikel laterit pada zona limonit dengan kadar Ni : (1,38 1,79) % dan sebaran nikel laterit pada zona saprolit diperoleh kadar Ni : (1,8 2,35) %, sedangkan ketebalan rata-rata pada zona limonit yaitu 2,67 m dan ketebalan pada zona saprolit sebesar 3,04 m. Penelitian terdahulu ini menggunakan data test pit dan analisa laboratorium.oleh karena itu ada keterbatasan dalam penentuan ketebalan rata-rata limonit dan saprolit yang diduga masih bisa lebih tebal lagi jika dilakukan penelitian dengan metode lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan Metode Geolistrik. Metode Geolistrik telah terbukti berhasil dalam kegiatan penelitian dangkal, seperti pendugaan air tanah dan pencairan mineral logam (Reynolds, 1998). Metode Geolistrik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Geolistrik Resistivitas. Lateritic soil memiliki kontras resistivitas terhadap bedrock (batuan peridotit), sehingga pendugaan dan ketebalan lateritic soil serta bedrock dengan menggunakan Metode Resistivitas ini akan memperoleh hasil yang lebih baik. Endapan nikel laterit terdapat pada zona limonit, zona saprolit dan zona saprock. Masing-masing zona laterit tersebut mempunyai kandungan mineral dan kadar nikel yang berbeda-beda. Endapan nikel laterit pada lateritic soil terdapat di atas bedrock, oleh karena itu di bawah bedrock tidak akan ditemukan lagi endapan nikel laterit. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana menentukan zona limonit, zona saprolit, saprock dan bedrock berdasarkan resistivitas batuan? 2. Ketika melakukan pemboran kemudian mengenai batuan yang keras, ada yang menduga bahwa bor telah mengenai bedrock, padahal bisa juga mengenai boulder. Berdasarkan uraian tersebut, bagaimana menentukan indikasi bedrock serta membedakannya dengan boulder yang dekat permukaan?. Maksud dan Tujuan Maksud penelitian ini adalah melakukan pengukuran geolistrik resistivitas dan analisis data untuk pendugaan endapan nikel laterit yang terdapat pada batuan ultramafik (batuan peridotit). Tujuannya adalah menghasilkan model endapan nikel laterit yang terdiri atas zona limonit, zona saprolit dan zona saprock serta untuk mendeliniasi endapan nikel laterit dengan bedrock berdasarkan resistivitas batuan. Lokasi Penelitian Secara administratif daerah penelitian berada dalam wilayah Kecamatan Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Metodologi Metode Geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Geolistrik Resistivitas. Dalam Metode Geolistrik arus listrik yang diinjeksikan ke dalam tanah melalui dua buah elektroda arus (C 1 dan C 2), kemudian beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensial (P 1 dan P 2) yang ditancapkan dipermukaan tanah (Telford et.al, 2004), skema pengukuran resistivitas ditunjukkan pada Gambar 2.

Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan...(Budy Santoso & Subagio) 147 Sumber : Simandjuntak, drr.,(1993) Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Nikel Laterit di daerah Kabaena Selatan, Bombana, Sulawesi Tenggara, disederhanakan dari Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi. Berdasarkan nilai arus listrik (I) yang diinjeksikan dan beda potensial (? V) yang ditimbulkan, besarnya resistivitas (ρ) dapat dihitung dengan persamaan rumus di bawah ini: ρ = K?V I Parameter K disebut faktor geometri. Faktor geometri merupakan besaran koreksi terhadap posisi / letak susunan elektroda (arus dan potensial). Peralatan yang digunakan dalam akuisisi data geolistrik resistivitas yaitu Resistivitas Meter Naniura NRD 300Hf yang dilengkapi dengan switch box untuk mengatur perpindahan 51 elektroda. Teknik akuisisi data menggunakan Metode Electrical Resistivitas Tomography (ERT). Metode Electrical Resistivitas Tomography (ERT) adalah Metode pengukuran resistivitas dipermukaan tanah / batuan dengan menggunakan banyak elektroda, agar diperoleh variasi distribusi resistivitas bawah permukaan secara lateral dan vertikal, sehingga didapatkan citra (Santoso,dkk. 2016). Konfigurasi elektroda yang digunakan dalam akuisisi data ERT yaitu konfigurasi Dipole-Dipole (Gambar 3). (1) E 1 dan E 2 pada gambar tersebut adalah pasangan elektroda potensial, C 1 dan C 2 adalah pasangan elektroda arus dengan jarak (a) tertentu. Faktor geometri konfigurasi dipole-dipole ditentukan oleh persamaan: (1) K= n(n + 1) (n +2) a Nilai resistivitasnya dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini: (2) ρ = n(n + 1) (n +2) a?v s I dengan ρs : resistivitas semu (Ohm.m), DV : beda potensial (V), I : arus yang diinjeksikan (A), dan a : spasi antara pasangan elektroda arus dan elektroda potensial (m). Data yang diperoleh dari pengukuran geolistrik resistivitas masih merupakan nilai resistivitas semu, untuk memperoleh nilai resistivitas sebenarnya maka dilakukan pemodelan resistivitas. Pemodelan resistivitas menggunakan metode inversi dengan bantuan perangkat lunak inversi Res2Dinv (Loke, 2004).

148 J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 C 1 C 2 I P 1 P 2?V Medium Bumi (Lapisan Tanah) Gambar 2. Skema Susunan Elektroda Arus dan Potensial Penampang resistivitas hasil pemodelan Res2DInv selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi berdasarkan nilai resistivitas batuan yang telah dikorelasikan dengan data bor serta data geologi daerah penelitian. GEOLOGI UMUM Stratigrafi Sumber : Madden (1976) Menurut Simandjuntak dkk. (1993), stratigrafi regional daerah penelitian mulai batuan termuda hingga tertua, terdiri atas : Aluvium (Qa), merupakan endapan paling muda berumur Holosen terdiri atas lumpur, lempung, pasir, kerikil, dan kerakal. Gambar 3. Konfigurasi Elektroda Dipole-Dipole (Madden,1976) Formasi Langkowala (Tml), berumur Miosen terdiri atas konglomerat, batupasir, serpih, dan setempat kalkarenit. Komplek Pompangeo (Mtpm), berumur Kapur Paleosen terdiri atas sekis mika, sekis glokofan, sekis amfibolit, sekis klorit, rijang berlapis sekis genesan, pualam,dan batugamping malih. Formasi Matano (Km), berumur Kapur terdiri dari batugamping terhablur ulang dan terdaunkan, rijang radiolaria, dan batusabak. Komplek Ultramafik (Ku), merupakan batuan tertua berumur Kapur terdiri atas harsburgit, dunit, wherlit, serpentinit, gabro, basal, dolerit, diorit, mafik malih, amfibiolit magnesit, dan setempat rodingit. Struktur Geologi Struktur geologi yang terdapat di daerah penelitian berupa sesar geser dan sesar naik dengan arah sesar yang tidak beraturan (Simandjuntak dkk.,1993). Di daerah penelitian terdapat Sesar Sungkup yang berarah hampir Barat-Timur mensesar sungkupkan Komplek Ultramafik ke atas Komplek Pompangeo dan sedimen malih Kabaena, diduga terjadi pada Mesozoikum (Moe'tamar, 2005).

Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan...(Budy Santoso & Subagio) 149 Tatanan Tektonik Regional Daerah penelitian secara tektonik regional termasuk dalam lajur malihan Sulawesi Tengah. Lajur ini terdiri atas batuan malihan bertekanan tinggi berderajat rendah, seperti : filit, sekis, sabak, serpentinit, kuarsit, batugamping malih (Surono, 2010). Batuan ultramafik merupakan batuan alas berumur kapur. Batuan malihan dari Kompleks Pompangeo terdiri atas berbagai jenis sekis dan sedimen malihan. Batuan ini terbentuk dalam lajur penunjaman pada Kapur Awal hingga Paleosen (Simanjuntak (1986), dalam Moe'tamar (2005)). Batuan ultramafik dan sedimen pelagik (rijang radiolaria) menunjukkan kompleks ofiolit. Kompleks ofiolit ini telah tersesar-naikkan ke atas keping benua, menyebar luasnya molase Sulawesi berupa batuan sedimen klastik dan karbonat, contohnya konglomerat, batupasir, batulanau dari Formasi Langkowala yang berumur Miosen. Batuan Kuarter menindih tak selaras molase Sulawesi, seperti Formasi Buara yang terdiri atas batugamping terumbu koral (Surono, 2010). Genesa Endapan Nikel Laterit Nikel laterit adalah material dari regolit (lapisan hasil pelapukan batuan yang menyelimuti batuan dasar) yang berasal dari batuan ultra basa yang mengandung unsur Ni dan Co. Laterit berasal dari bahasa latin yaitu later (Guilbert dan Park, 1986) artinya bata atau membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata. Tanah laterit tersusun oleh fragmen-fragmen batuan yang mengambang diantara matriks, seperti bata diantara semen. Nikel laterit terbentuk pada daerah yang terletak pada zona perubahan muka air tanah. Terjadinya perubahan dari musim kemarau ke musim hujan akan mempengaruhi pergerakan muka air tanah sehingga sesuai untuk terjadinya pembentukan laterit. Air hujan yang mengandung CO dari udara meresap sampai ke 2 permukaan air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin dan piroksen. Air tanah meresap secara perlahan sampai batas antara zona limonit dan saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya didominasi transportasi larutan secara horizontal. Endapan laterit terbentuk dari pelapukan batuan ultramafik seperti peridotit yang disebabkan oleh pengaruh perubahan cuaca (iklim). Cuaca merubah komposisi batuan dan melarutkan unsur-unsur Ni, Co, dan Fe. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap kebawah sampai ke permukaan air tanah sambil melindih mineral primer yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai batas antara zona limonit dan zona saprolit kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Unsur-unsur yang terbawa bersama larutan seperti magnesium dan silika akan mengalami pengendapan yang memungkinkan terbentuknya mineral baru. Larutan yang mengandung nikel hasil dari pengendapan unsur-unsur yang mudah larut akan masuk ke zona saprolit. Pada zona ini batuan ultramafik akan berakumulasi dengan unsur-unsur yang mengandung nikel dan akan mengendap kembali pada rekahan melalui transportasi air tanah yang memasuki rekahan-rekahan tersebut sehingga zona saprolit ini akan menjadi jenuh dengan unsur nikel. Unsur-unsur yang tertinggal di zona limonit seperti Fe, Mg, Co dan Ni akan mengalami pelapukan lebih lambat yang disebabkan oleh kurangnya konsentrasi air tanah pada zona ini sehingga kandungan nikel pada zona limonit akan lebih sedikit dibandingkan kandungan nikel pada zona saprolit. Penampang Laterit Apabila dilihat secara vertikal, horizon-horizon utama dari endapan nikel laterit (Sianturi, 2008) adalah sebagai berikut : a. Zona Tanah Penutup, merupakan zona top soil hasil pelapukan zona-zona di bawahnya yang memiliki kandungan Ni sangat rendah. Pada zona ini didominasi oleh humus yang bersifat gembur dan kadang-kadang terdapat lempeng silika. Kadar Fe pada zona ini sangat tinggi dan sering dijumpai konkresi-konkresi besi. b. Zona limonit, merupakan zona di bawah tanah penutup yang kaya akan oksida besi. Limonit memiliki kandungan unsur Ni yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona tanah penutup tetapi kandungan unsur Fe semakin berkurang. Zona ini didominasi oleh mineral goethit [FeO(OH)] dan mineral lain seperti magnetit [Fe3O 4], hematit [Fe3O 3], kromit [Cr2O 4] serta kuarsa sekunder. c. Zona pelindian, merupakan zona transisi dari zona saprolit ke zona limonit. Pada zona ini akan terjadi perubahan geokimia unsur dimana kadar Fe2O 3 dan Al2O 3 akan naik, sedangkan kadar SiO 2 dan MgO akan turun.

150 J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 d. Zona saprolit, merupakan zona yang terbentuk pada tahap awal proses pelapukan. Batuan asal (ultramafik) pada zona ini akan berubah menjadi saprolit akibat pengaruh air tanah. Mineral-mineral utamanya adalah serpentin, kuarsa sekunder dan garnierit. Mineral garnierit tidak dijumpai sebagai mineral murni tetapi bercampur dengan serpentin kadar rendah lainnya sehingga kadar nikel dalam bijih menjadi menurun. Pada zona ini p e rg a n t i a n m a g n e s i u m o l e h n i k e l mengakibatkan kadar nikel dalam serpentin akan bertambah. e. Batuan dasar (Bedrock), merupakan batuan asal berupa batuan ultramafik, seperti harzburgite (peridotit yang kaya akan orthopiroksen), peridotit atau dunit. HASIL PENELITIAN Hasil yang diperoleh dalam akuisisi data resistivitas sebanyak 6 (enam) buah lintasan. Panjang lintasan bervariasi mulai dari 400 m s.d. 1600 m. Daftar lintasan geolistrik ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar Lintasan Resistivitas No Lintasan Arah Lintasan Panjang Lintasan 1 2 3 4 5 6 N-1 Barat- Timur 1200 m N-2 Barat- Timur 1600 m N-3 N-4 N-5 N-6 Barat- Timur Barat- Timur Barat- Timur Barat- Timur 1600 m 400 m 400 m 1000 m Pada lokasi penelitian dilakukan juga pemboran sebanyak 3 titik, yaitu BH-01, BH-02 dan BH-03. Pemboran menggunakan bor tangan (hand auger) dengan kedalaman sampai dengan 5 m. Posisi titik bor berada di atas lintasan geolistrik sehingga data bornya bisa dikorelasikan dengan penampang resistivitas. Dalam melakukan analisis dan interpretasi, diperlukan nilai resistivitas tanah laterit. Lapisan limonit dan saprolit dapat diklasifikasikan dengan lateritic soil. Nilai resistivitas lateritic soil berkisar antara : (120 750) Ohm.m (Reynold, 1997), sedangkan nilai resistivitas peridotit berkisar antara 3000 Ohm.m (kondisi basah) sampai dengan 6500 Ohm.m untuk kondisi kering (Telford et. al, 2004). Estimasi nilai resistivitas batuan / lateritic soil daerah penelitian dilakukan juga secara insitu dari data bor yang dikorelasi dengan penampang resistivitas. Penampang resistivitas yang telah dikorelasi dengan data bor, yaitu : Lintasan N-1 (drill log : BH-01, BH-02), Lintasan N-3 (drill log : BH-03). Drill log BH-01 ditunjukkan pada Gambar 4, zona limonit terdapat pada kedalaman : (0 1,8) m dan zona saprolit terdapat pada kedalaman : (1,8 5) m. Drill log BH-02 (Gambar 5), zona limonit berada pada kedalaman : (0 4,5) m sedangkan pada kedalaman : (4,5 5) m terdapat zona saprolit. Drill log BH-03 (Gambar 6), pada kedalaman : (0 3,4) m terdapat zona limonit dan kedalaman : (3,4 5) m terdapat zona saprolit. Nilai resistivitas batuan / lateritic soil secara insitu (hasil korelasi data bor dengan penampang resistivitas) ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai resistivitas tersebut akan digunakan sebagai referensi ketika melakukan interpretasi nikel laterit (saprolit, limonit) dan batuan dasar (bedrock). Tabel 2. No Litologi Nilai Resistivitas (Ohm.m) 1 2 3 4 5 Nilai Resistivitas Lateritic Soil Daerah Penelitian Limonite overburden/ < 35 water-saturated zone Zona Limonit 40-200 Zona Saprolit 201-444 Saprock 246-645 Boulder/ Bedrock 645-3300 Gambar 4. Drill Log BH-01

Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan...(Budy Santoso & Subagio) 151 Gambar 5. Drill Log BH-02 Gambar 6. Drill Log BH-03

152 J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 DISKUSI 1. Interpretasi Penampang Resistivitas Lintasan N-1 Pada penampang resistivitas Lintasan 1 (Gambar 7) terdapat resistivitas tinggi dengan nilai : (900 3300) Ohm.m yang diduga bedrock, pada jarak : (860 1080) m, dengan kedalaman : (25 47) m dari permukaan tanah. Resistivitas tinggi dekat permukaan yang diduga boulder dijumpai pula pada jarak : (50 610) m. Resistivitas sedang dengan nilai 484 Ohm.m yang terdapat di atas bedrock diduga sebagai saprolite-rock (saprock). Saprock merupakan hasil pelapukan dengan tingkat pelapukan yang semakin rendah, sehingga masih menyisakan komponen batuan asal yang keras. Pada batas antar fragmen / rekahan fragmen terdapat mineral garnierit sebagai pengisi ruang kekar. Adanya mineral garnierit akan menambah kandungan nikel karena garnierit mengandung nikel lebih banyak dibandingkan saprolitnya sendiri. Pada jarak 130 m dan 370 m terdapat rekahan dekat permukaan dengan nilai resistivitas 123 Ohm.m, rekahan tersebut berfungsi sebagai jalan masuk air hujan. Air hujan yang mengandung CO 2 akan meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah sambil melindih mineral primer yang tidak stabil seperti olivin/serpentin, dan piroksin. Air tanah tersebut meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas antara zona limonit dan zona saprolit, setelah itu mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Pada jarak : (640 1180) m terdapat resistivitas rendah kurang dari 35 Ohm.m yang diduga air permukaan yang merembes ke bawah serta mengalir menuruni lereng, sedangkan pada zona di bawahnya dengan nilai resistivitas : (46 200) Ohm.m diduga zona limonit terdapat pada kedalaman < 30 m, dan pada kedalaman : (31 50) m terdapat indikasi zona saprolit dengan nilai resistivitas : (201 484) Ohm.m. Zona pelindian (leached zone) terdapat pada kedalaman 31 m pada zona transisi antara zona limonit dan zona saprolit. Pada zona transisi / zona pelindian terjadi perubahan geokimia unsur, diantaranya : kadar Fe O dan Al O 2 3 2 3 naik sedangkan kadar SiO dan MgO turun. Zona 2 saprolit dengan nilai resistivitas: (201 510) Ohm.m ditemukan juga pada jarak 370 m dengan kedalaman 1,8 m, dan jarak 510 m dengan kedalaman 4,5 m. 2. Interpretasi Penampang Resistivitas Lintasan N-2 Pada penampang resistivitas Lintasan N-2 (Gambar 8) terdapat struktur rekahan (joint) dengan nilai resistivitas : 60 Ohm.m pada jarak : 80 m, 230 m, 380 m, 720 m, dan 1300 m. Adanya struktur rekahan ( joint) ini mempermudah air hujan masuk ke dalam celah rekahan dan mempercepat terjadinya proses pelapukan pada batuan ultrabasa yang tersusun atas mineral olivin, piroksen, amfibol, dan mika. Batuan ultrabasa yang mengandung nikel akan mengalami proses serpentinisasi, yaitu proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin yang kemudian mengalami proses kimiawi yang disebabkan karena adanya pengaruh dari tanah. Proses pelapukan fisika dan kimiawi pada batuan ultrabasa mengakibatkan terbentuknya endapan nikel laterit (Prasetiawati, 2004). Resistivitas tinggi dengan nilai : (450 2000) Ohm.m yang diduga sebagai bedrock terdapat pada zona paling bawah dengan kedalaman : (20 50) m, sedangkan resistivitas tinggi pada jarak : (50 740) m dengan pola melensa yang terdapat dekat permukaan diduga boulder. Di atas bedrock terdapat indikasi saprock dengan nilai resistivitas 296 Ohm.m, pada saprock dapat dijumpai rekahan fragmen yang mengandung mineral garnierit yang dapat menambah kandungan nikel. Zona saprolit dengan nilai resistivitas : (200 296) Ohm.m terdapat pada kedalaman : (10 20) m, sedangkan di atasnya terdapat zona limonit dengan nilai resistivitas : (30 199) Ohm.m. Zona saprolit dan limonit yang sangat tebal terdapat pada jarak : (800 1070) m, posisi tersebut berada di tengah lembah sehingga terdapat akumulasi air permukaan yang banyak yang mempercepat terjadinya proses pelapukan. Pada jarak : (0 670) m zona limonit dan zona saprolit memiliki ketebalan yang tipis karena morfologi lereng turun, air hujan yang masuk ke tanah / batuan akan dialirkan searah kemiringan lereng (pelapukannya sangat lambat), sehingga bedrock yang terdapat dekat permukaan (dangkal) banyak ditemukan disepanjang lereng ini pada jarak : (0 670) m. 3. Interpretasi Penampang Resistivitas Lintasan N-3 Penampang resistivitas lintasan N-3 ditunjukkan pada Gambar 9. Pada zona paling bawah terdapat resistivitas tinggi dengan nilai diatas 462 Ohm.m yang diduga sebagai bedrock. Ketebalan bedrock semakin menebal ke bagian tengah penampang (jarak 960 m), merupakan bagian puncak yang memiliki ketinggian paling tinggi, sehingga ketika air hujan turun maka akan segera dialirkan ke bawah lereng, akibatnya sebagian air hujan dibagian puncak lereng tidak sempat meresap secara vertikal ke bawah sehingga proses pelapukan berjalan sangat lambat atau tidak ada sama sekali.

Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan...(Budy Santoso & Subagio) 153 Gambar 7. Penampang Resistivitas Lintasan N-1 Gambar 8. Penampang Resistivitas Lintasan N-2 LINE N-3 Barat Timur BH-03 Saprolite Overburden / Water-Saturated Zone Limonite Saprock Bedrock/Boulder Gambar 9. Penampang Resistivitas Lintasan N-3

154 J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 Indikasi saprock dengan nilai resistivitas 345 Ohm.m terdapat disepanjang lintasan di atas bedrock. Saprolite-rock (Saprock) adalah tanah yang telah mengalami pelapukan dengan tingkat pelapukan yang rendah (masih menyisakan komponen batuan asal). Pada rekahan fragmen dapat dijumpai kehadiran mineral garnierit sebagai pengisi ruang kekar. Adanya garnierit yang mengisi rekahan (kekar) akan menambah kandungan nikel karena garnierit mengandung nikel lebih banyak daripada saprolitnya sendiri (5-20% Nikel). Zona laterit berikutnya yang terdapat di atas bedrock yaitu zona saprolit dengan nilai resistivitas 217 Ohm.m dan di atasnya terdapat zona limonit dengan nilai resistivitas : (40 200) Ohm.m. Pada jarak : (640 930) m dan (930 1180) m topografinya berundulasi dengan O O kemiringan lereng : 30 50, sehingga air hujan yang jatuh dilokasi tersebut akan segera mengalir menuruni lereng ke arah barat dan timur dan tidak bisa tersimpan terlalu lama, akibatnya ketebalan zona limonit dan zona saprolitnya tipis karena waktu proses pelapukan pada bedrock berlangsung singkat. Hal ini berbeda dengan zona limonit dan zona saprolit disebelah barat pada jarak : (0 490) m, (1170 1290) m dan (1560 1600) m pada lokasi ini topografinya relatif landai sehingga ketika mendapatkan kiriman air hujan dari atas lereng, air tersebut akan mengalir secara lateral dengan pergerakan yang sangat lambat dan akan meresap secara vertikal ke bawah permukaan dengan cepat sampai bedrock, sehingga akan mempercepat proses pelapukan sebagai salah satu faktor terbentuknya zona limonit dan zona saprolit. 4. Interpretasi Penampang Resistivitas Lintasan N-4 Pada (Gambar 10) menampilkan penampang resistivitas lintasan N-4. Indikasi bedrock dengan nilai resistivitas diatas 474 Ohm.m terdapat pada jarak : (70 250) m dengan kedalaman : (25 40) m, sedangkan di atasnya terdapat saprock dengan nilai resistivitas 345 Ohm.m, dan zona saprolit dengan nilai resistivitas : (190 235) Ohm.m serta zona limonit dengan nilai resistivitas : (40 200) Ohm.m. Zona limonit dan zona saprolit pada jarak : (70 250) m lebih tipis kedalamannya dibandingkan yang disebelah timur, hal ini terjadi karena berada di atas lereng dengan O kemiringan sekitar 30 sehingga air tidak sempat meresap secara vertikal ke dalam bedrock akibatnya hampir tidak ada proses pelapukan. Zona limonit dan zona saprolit pada jarak (270 320) m memiliki ketebalan yang lebih tebal dibandingkan disebelah barat, hal ini terjadi karena pada jarak tersebut sudah relatif landai sehingga memudahkan air untuk masuk ke dalam tanah sampai ke bedrock. Oleh karena itu proses pelapukan bisa berlangsung. Pada penampang lintasan N-4 tidak ditemukan adanya boulder yang dekat permukaan, hal ini bisa dilihat dari tidak adanya pola melensa yang memiliki resistivitas tinggi > 474 Ohm.m. 5. Interpretasi Penampang Resistivitas Lintasan N-5 Pada (Gambar 11) menampilkan penampang resistivitas lintasan N-5. Limonite Overburden dengan nilai resistivitas sangat rendah kurang dari 50 Ohm.m terdapat disepanjang lintasan. Pada limonite overburden diduga terdapat zona jenuh air, hal ini bisa dilihat dari nilai resistivitasnya yang sangat rendah sampai 15,7 Ohm.m. Pada zona di bawahnya terdapat indikasi limonit dengan nilai resistivitas : (51 200) Ohm.m pada jarak : (0 400) m, dengan ketebalan : (12 50) m. Limonit yang sangat tebal terdapat pada jarak : (220 270) m ke arah Timur. Zona di bawah limonit terdapat zona saprolit dengan nilai resistivitas 205 Ohm.m dengan ketebalan sekitar 4 m serta saprock dengan nilai resistivitas 246 Ohm.m. Pada zona paling bawah terdapat resistivitas tinggi dengan nilai di atas 470 Ohm.m yang diduga batuan dasar (bedrock) dengan kedalaman : (15 50) m. Proses pelapukan batuan terdapat pada jarak: (220 260) m. Secara morfologi lokasi tersebut relatif landai sehingga air hujan dapat meresap masuk ke dalam tanah / batuan yang mempercepat proses pelapukan serta menguraikan mineral mineral yang tidak stabil seperti olivin dan piroksen pada batuan ultrabasa, setelah itu menghasilkan Mg, Fe, Ni yang larut dalam Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel partikel silika sangat halus. Larutan yang mengandung Mg, Ni, dan Si akan terus menerus mengalir ke bawah tanah, sampai pada suatu kondisi netral akibat adanya kontak dengan tanah dan batuan, sehingga akan terbentuk endapan hidrosilikat yang mengandung nikel yang mengendap pada rekahan batuan (urat garnierit) 6. Interpretasi Penampang Resistivitas Lintasan N-6 Pada penampang resistivitas lintasan N-6 (Gambar 12) terdapat pola melensa dengan nilai resistivitas sangat rendah : (4 12) Ohm.m pada jarak : (80 500) m yang diduga zona jenuh air (water-saturated zone).

Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan...(Budy Santoso & Subagio) 155 Resistivitas rendah dengan nilai : (60 200) Ohm.m diduga zona limonit terdapat pada bagian atas zona laterit dengan ketebalan : (9 43) m, sedangkan di bawahnya terdapat indikasi zona saprolit dengan nilai resistivitas 404 Ohm.m yang terdapat disepanjang penampang dengan ketebalatan rata-rata 7 m, serta saprock dengan nilai resistivitas 645 Ohm.m. Pada zona antara limonit dan saprolit terdapat zona transisi yang dinamakan zona pelindian. Pada zona pelindian terjadi perubahan geokimia unsur yang terbesar dalam penampang, yaitu kadar Fe2O 3 dan Al2O 3 naik sedangkan kadar SiO 2 dan MgO turun. Pada zona paling bawah terdapat resistivitas tinggi dengan nilai : (983 4000) Ohm.m diduga sebagai batuan dasar (bedrock) terdapat pada jarak : (0 800) m dengan kedalaman : (27 50) m, sedangkan resistivitas tinggi dengan pola melensa terdapat pada zona dekat permukaan yang diduga bedrock pada jarak : 150 m, 270 m, 390 m, 430 m dan 700 m. Gambar 10. Penampang Resistivitas Lintasan N-4 Gambar 11. Penampang Resistivitas Lintasan N-5

156 J.G.S.M. Vol. 19 No. 3 Agustus 2018 hal. 145-158 KESIMPULAN Model endapan nikel laterit di daerah penelitian secara vertikal dari atas ke bawah terdiri atas : lateritic soil yang memiliki nilai resistivitas rendah dan bedrock yang memiliki nilai resistivitas tinggi. Lateritic soil terdiri atas zona limonit yang memiliki nilai resistivitas : (40 200) Ohm.m dengan ketebalan antara : (9 43) m, zona saprolit yang memiliki nilai resistivitas : (201 444) Ohm.m dengan ketebalan antara : (3 20) m dan saprock dengan nilai resistivitas : (246 645) Ohm.m, sedangkan bedrock berupa batuan peridotit memiliki nilai resistivitas tinggi : (645 3300) Ohm.m dan kedalaman : (15 47) m. Pada topografi yang relatif landai akan diperoleh zona saprolit dan zona limonit yang lebih tebal dibandingkan lokasi yang terjal atau berada disekitar kemiringan lereng. Zona pelindian yang terletak pada zona transisi antara zona limonit dan zona saprolit memiliki nilai resistivitas sekitar : (200 220) Ohm.m. Pada zona pelindian ini Gambar 12. Penampang Resistivitas Lintasan N-6 terjadi penambahan dan pengurangan larutan pembawa Ni, Mg, dan Si secara kontinu yang akan mengakibatkan terurainya silikat yang mengandung nikel dan larutnya unsur-unsur seperti Ni, Mg, dan Si. Struktur rekahan (joint) dengan nilai resistivitas : (60 123) Ohm.m banyak ditemukan di dekat permukaan. Rekahan batuan membantu terjadinya proses pelapukan karena dapat berfungsi sebagai jalan masuknya air hujan (mengandung CO 2), selain itu berfungsi untuk mengendapkan nikel yang terdapat pada silikat dan rekahan tersebut dikenal pula dengan urat urat garnierit. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Survei Geologi, yang telah mengizinkan Dewan Redaksi Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral menerima makalah ini untuk diterbitkan. ACUAN Elias M, 2001. Global Lateritic Nickel Resources. CSA Australia Pty Ltd., New Caledonia Nickel Conference, June th 25, 2001. Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986. The Geology of Ore Deposits. W.H. Freeman and Company, New York. Jafar,N., 2017. Identifikasi Sebaran Nikel Laterit Berdasarkan Hasil Test Pit Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Geomine., v. 5, no. 2 : 94-99 Loke,M.H., 2004. Res2Dinv ver. 3.54, Rapid 2D Resistivitas and IP Inversion Using the Least-Squares method, Geotomo Software, Malaysia : 11-36.

Pemodelan Nikel Laterit Berdasarkan Data Resistivitas Di Daerah Kabaena Selatan...(Budy Santoso & Subagio) 157 Moe'tamar., 2005. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Daerah Kabupaten Bombana dan Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung (Tidak terbit). Madden, T.R. 1976, In Mining Geophysics, Tulsa : Society of Exploration Geophysicists Prasetiawati, Lukei, 2004. Aplikasi metode resistivitas dalam eksplorasi Endapan laterit nikel serta studi perbedaan Ketebalan endapannya berdasarkan morfologi Lapangan, Universitas Indonesia, Jakarta (tidak terbit). Reynolds,J.M,1998. An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics, John Wiley & Sons, New York, 418p. Simandjuntak,T.O., Surono., dan Sukido., 1993. Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi, Sekala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Santoso,B., Wijatmoko,B., Supriyana,E., dan Harja,A., 2016, Penentuan Resistivitas Batubara Menggunakan Metode Electrical Resistivitas Tomography dan Vertical Electrical Sounding. Jurnal Material dan Energi Indonesia., v. 6., no. 1 : 8 14. Sianturi, Henry K, 2008. Deteksi Keberadaan Endapan Nikel Laterit dengan Pemanfaatan Gelombang Radar. Universitas Indonesia, Jakarta (tidak terbit). Surono, 2010. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geologi, Bandung. nd Telford, W.M., L.P Geldart, and R.E. Sheriff, 2004. Applied Geophysics 2 Edition, Cambridge University Press, Cambridge : 579-581.

72 J.G.S.M. Vol. 19 No. 2 Mei 2018 hal. 59-72