BAB I PENDAHULUAN. dan negara hukum. Hal tersebut tercermin dalam pembukaan Undang-undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bukti nyata bahwa Negara dengan sistem demokrasi yang baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan negara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

i. akuntabel; j. efektif; k. efisien; dan l. integritas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No d. bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2011 tent

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

2 perlu menambah struktur organisasi baru Pengawas Tempat Pemungutan Suara; b. bahwa dengan bertambahnya struktur organisasi pengawas tempat pemunguta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

2017, No b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 124, Pasal 128, dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Ba

L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2007 T E N T A N G

2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No menyelesaikan sengketa yang timbul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Waliko

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik I. Umum II. Pasal Demi Pasal...

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

Muchamad Ali Safa at

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

PILKADA lewat DPRD?

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM Pemilihan. Kepala Daerah. Pedoman.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada paham kedaulatan rakyat dan negara hukum. Hal tersebut tercermin dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945, serta Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, dan Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah penganut paham kedaulatan rakyat dan sekaligus merupakan negara hukum. Menurut Atmadja (2012: 87), inti dari teori kedaulatan rakyat adalah domain kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Hal ini berarti bahwa kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber kekuasaan bagi setiap pemerintah. Dalam kaitan ini muncul adagium solus populi supremalex suara rakyat adalah hukum yang tertinggi atau volk vovuli vo dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat tetap harus dijamin karena rakyatlah yang sesungguhnya pemilik negara dengan segala kewenangannya untuk menjalankan kekuasaan negara, baik untuk legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Sementara itu, Bagijo (2014: 1) menyatakan bahwa konstelasi ketatanegaraan Republik Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar 1

2 setelah bergulirnya reformasi politik 1998. Tumbangnya kekuasaan Soeharto setelah berkuasa lebih dari 30 tahun menandai dimulainya babak baru dalam sistem negara Republik Indonesia. Dinamika ketatanegaraan Indonesia semakin berkembang seiring adanya reformasi yang dibarengi dengan dilakukannya amandemen terhadap Undang-undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) yang merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan sebagai akibat dari adanya sejumlah kelemahan pada UUD 1945, tuntutan reformasi, serta keinginan untuk memperkuat keberadaan Indonesia sebagai negara hukum. Menurut Sumadi (2013: 1), dalam konteks penguatan sistem hukum amandemen diharapkan mampu membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara yang dicita-citakan sehingga perubahan UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus dilakukan dengan saksama oleh bangsa Indonesia. Perubahan dalam konstitusi tersebut melahirkan demokrasi yang berkembang dan semakin dinamis. Kedaulatan rakyat diutamakan dengan melakukan Pemilihan Umum ( Pemilu) secara langsung baik pada tingkat nasional maupun daerah. Sistem Pemilu secara langsung berarti bahwa setiap warga negara yang telah berhak, dapat secara langsung menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Hal ini membuka ruang bagi masyarakat untuk menentukan arah pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Pemimpin yang dilahirkan melalui proses Pemilu secara langsung, diharapkan menciptakan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, dalam arti mampu menyerap aspirasi serta meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.

3 Berdasarkan Pasal 18 Ayat (5) UUD NRI 1945, daerah memiliki kekuasaan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan untuk menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Otonomi daerah melahirkan sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Terkait dengan kedaulatan rakyat, pada dasarnya Pilkada merupakan wujud nyata dari mekanisme pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2005, Pilkada di Indonesia berlangsung sangat dinamis, penuh kontroversi, dan tidak terlepas dari berbagai faktor yuridis maupun nonyuridis yang memengaruhinya. Salah satu faktor yang sangat memengaruhi penyelenggaraan Pilkada adalah faktor yuridis seperti peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar dalam penyelenggaraannya. Di samping faktor yuridis, juga terdapat faktor non yuridis yang tidak kalah pentingnya. Fakta menujukan dalam peraturan perundang-undangan Pemilukada, masih banyak ditemukan norma hukum yang bertentangan antara ketentuan yang satu dengan yang lainnya (konflik norma), norma kabur, serta norma kosong karena sejumlah urusan penting dan strategis belum diatur secara memadai sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. Dalam praktiknya, pengaturan materi muatan dalam peraturan perundang-undangan tentang sistem dan tahapan Pilkada, tata cara penyelenggaraan dan penyelesaian sengketa hukum, kewenangan

4 lembaga penyelenggara, serta ketentuan-ketentuan menyangkut hak dan kewajiban peserta dan masyarakat seringkali belum diatur secara komprehensif. Peraturan perundang-undangan Pilkada seringkali mengalami perubahan secara mendadak seiring dengan keputusan yang diambil oleh pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang, baik di tingkat pusat maupun daerah. Perubahan-perubahan tersebut meskipun bertujuan untuk mewujudkan peningkatan kualitas Pilkada dan untuk menegakan cita-cita negara hukum yang demokratis, tetapi dalam implementasinya tidak jarang menimbulkan ketidakpastian hukum, keresahan di tengah-tengah masyarakat, konflik horizontal, terancamnya hak-hak konstitusional warga negara, dan bahkan sengketa hukum di berbagai lembaga peradilan. Ketentuan tentang sistem dan tahapan Pilkada diatur dalam Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya, serta dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2007, pengaturan Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pilkada disatukan dalam satu undang-undang. Pemilu dan Pilkada diselenggarakan di samping oleh KPU, juga oleh Bawaslu. Hal ini berarti bahwa Pilkada dimasukkan ke dalam rezim Pemilu seperti halnya Pemilu Legislatif serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan secara langsung dan disebut sebagai pemilihan umum kepala daerah (Pilkada).

5 Pada saat itu Pilkada masuk dalam rezim pemerintahan daerah. Selanjutnya Pilkada dimasukkan ke dalam kelompok rezim Pemilu berdasarkan pada Undangundang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan disebut dengan istikah Pemilukada. Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 2007, penyelenggaraan Pemilukada dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi untuk pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tingkat provinsi, serta oleh KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tingkat kabupaten/kota. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan penyelenggaraan Pemilu, Undang-undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu diganti dengan Undang-undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2011, diatur penyelenggara Pemilu selain Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Keberadaan DKPP dimaksudkan untuk menegakkan kode etik penyelenggara Pemilu. Penyelengaraan Pemilu di Bali baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota secara umum berlangsung secara tertib, damai, dan tepat waktu. Namun demikian, tidak jarang pada daerah tertentu berjalan sangat dinamis dan bahkan penuh dengan kontroversi. Salah satu Pemilukada yang paling dinamis dan kontroversial jika dibandingkan dengan Pemilukada di lima kabupaten/kota lainnya di Provinsi Bali, yang diselenggarakan hampir bersmaan pada saat itu, adalah Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 diwarnai diskursus yang sangat menyita perhatian masyarakat serta

6 dipublikasikan secara luas di media massa. Di samping itu penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 juga diwarnai sengketa hukum di Pengadilan Negeri Negara (PN Negara), di Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar (PTUN Denpasar), serta di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta. Politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan persoalan yang kompleks, bermula dari adanya konflik tentang sistem pencoblosan dan tahapan Pemilukada. Tahapan Pemilukada tidak dapat terlaksana tepat waktu dikarenakan adanya keinginan Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk menerapkan sistem pemungutan suara secara elektronik (evoting), sehingga anggaran Pemilukada tidak dicairkan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan Pemilukada di lima kabupaten/kota lainnya di Provinsi Bali. Penyelenggaraan Pemilukada di lima kabupaten/kota di Provinsi Bali, yaitu Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Karangasem pada tanggal 4 Mei 2010, berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota masing-masing. Akan tetapi, tahapan Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 sempat terkatung-katung dan dicabut oleh KPU Kabupaten Jembrana dikarenakan adanya kendala pencairan anggaran yang bermuara pada terjadinya sengketa hukum. Berdasarkan tahapan Pemilukada Kabupaten Jembrana yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten Jembrana melalui Keputusan KPU Kabupaten Jembrana No. 01/I/BA/KPU.JBR/2010 tanggal 18 Januari 2010 tentang Pelaksanaan Tahapan, Program dan Jadwal Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

7 Wakil Kepala Daerah Tahun 2010 di Kabupaten Jembrana, hari h pencoblosan putaran pertama jatuh pada tanggal 26 Agustus 2010. Sementara itu, putaran kedua direncanakan pada tanggal 12 Oktober 2010. Untuk memudahkan penyebutan, tahapan Pemilukada tersebut diistilahkan sebagai tahapan jilid satu. Berbagai kendala dihadapi oleh KPU Kabupaten Jembrana dalam melaksanakan tahapan jilid satu tersebut. Kendala utama adalah tidak dicairkannya anggaran oleh Bupati Jembrana, meskipun anggaran yang dibutuhkan untuk satu putaran dan anggaran untuk pemungutan suara ulang sebesar Rp. 6,3 miliar sudah tersedia dan masuk dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jembrana. Menyikapi ketidakpastian pencairan anggaran Pemilukada, dalam dengar pendapat (hearing) antara KPU Kabupaten Jembrana dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jembrana pada tanggal 11 Februari 2010, yang dihadiri oleh KPU Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Jembrana diberi batas waktu (dead line) untuk mempersiapkan naskah hibah dan pencairan dana paling lambat hingga tanggal 18 Februari 2010. Jika hal tersebut tidak dilakukan, KPU Kabupaten Jembrana dapat menunda pelaksanaan Pemilukada. Pada batas waktu yang telah ditentukan ternyata dana tetap tidak dicairkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana, sehingga pada tanggal 19 Februari 2010 KPU Kabupaten Jembrana menggelar rapat pleno yang memutuskan penundaan pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 karena ketidakjelasan dan ketidakpastian anggaran. Berita acara rapat pleno KPU Kabupaten Jembrana dituangkan dalam surat No. 06/II/BA/KPU.JBR/2010.

8 Setelah ditandatanganinya naskah hibah anggaran Pemilukada antara KPU Kabupaten Jembrana dan Bupati Jembrana pada saat itu (I Gede Winasa), KPU Kabupaten Jembrana kembali menetapkan tahapan Pemilukada yang kedua melalui Keputusan KPU Kabupaten Jembrana No. 04 Tahun 2010 tanggal 14 Juni 2010 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Jembrana Tahun 2010. Pelaksanaan tahapan Pemilukada yang kedua pun tidak berjalan dengan lancar dan bahkan penuh dengan pro dan kontra. Berdasarkan uraian di atas, politik sengketa hukum dalam Pemilukada Jembrana 2010 merupakan persoalan yang kompleks dan muncul sebagai akibat dari berbagai persoalan yang melatarbelakanginya. Penelitian mengenai politik sengketa hukum yang terjadi secara kritis, mendalam, dan komprehensif sangat diperlukan agar ke depan dapat dilakukan perbaikan-perbaikan menuju terwujudnya pemilukada yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel sesuai dengan standar-standar penyelenggaraan Pemilu, baik di tingkat nasional maupun internasional. Atas dasar latar belakang pemikiran dan kondisi di atas, politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 perlu diteliti lebih kritis dan mendalam dalam sebuah kajian budaya (cultural studies), sehingga dapat diungkap, dipahami serta dimaknai proses, faktor-faktor penyebab, serta pergulatan makna yang terkandung didalamnya, guna mencari solusi dalam rangka meminimalkan sengketa hukum dalam Pemilukada ke depan. Oleh karena

itu, penelitian tentang Politik Sengketa Hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010 merupakan hal penting dan menarik untuk dilakukan. 9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010? 3. Bagaimana pergulatan makna politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mengungkap perihal politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. Di samping itu, penelitian ini juga ditujukan sebagai bentuk partisipasi penulis dalam pengembangan kajian budaya (cultural studies), khususnya di ranah kekuasaan dalam Pemilukada. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

10 1. Untuk mengetahui proses politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. 3. Untuk menginterpretasi pergulatan makna politik sengketa hukum dalam Pemilukada Kabupaten Jembrana 2010. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoretis dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian dalam bidang kajian budaya, khususnya budaya hukum dalam penyelenggaraan Pemilukada. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi studi tentang pengembangan sistem dan budaya Pemilu yang lebih demokratis, serta bagi upaya pemecahan masalah sengketa hukum yang semakin mendominasi penyelenggaraan Pemilukada. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmiah yang berkaitan dengan politik sengketa hukum dalam Pemilukada. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pihakpihak terkait tentang berbagai masalah yang timbul dan pemecahannya, terkait

11 penyelenggaraan Pemilukada, termasuk informasi tentang sisi lain dari sistem, prosedur dan tahapan penyelenggaraan Pemilukada yang selama ini belum banyak terungkap ke permukaan. Sehubungan dengan hal tersebut, manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih atau kontribusi bagi pendidikan politik masyarakat dalam menghadapi Pemilukada, sehingga mereka memiliki pemahaman yang komprehensif dan dapat menggunakan hak dan kewajiban politiknya secara proporsional. 2. Bagi pemerintah dan DPR, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu referensi dalam penyempurnaan peraturan perundang-undangan Pemilu, terutama penyelenggaraan Pemilukada pada masa yang akan datang. 3. Bagi partai politik, tokoh masyarakat atau perseorangan yang berkeinginan menjadi peserta Pemilukada, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk memahami seluk-beluk Pemilukada, terutama tentang proses, faktor-faktor penyebab, serta pergulatan makna politik sengketa hukum dalam Pemilukada. 4. Bagi penyelenggara Pemilu yaitu KPU, Bawaslu, dan Panwaslu hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu referensi dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan dan pengawasan Pemilukada.