BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tsunami berasal dari bahasa Jepang, yaitu tsu yang artinya pelabuhan dan nami yang artinya gelombang. Jadi secara harfiah berarti ombak besar di pelabuhan (Wikipedia, 2012). Secara umum definisi tsunami adalah sebuah gelombang panjang yang dihasilkan akibat adanya dislokasi dasar laut. Di laut dalam, gelombang tsunami memiliki kecepatan jalar yang sangat tinggi, namun umumnya tinggi gelombangnya kecil sehingga efeknya tidak terlalu dapat dirasakan. Saat gelombang semakin dekat daerah pantai yang perairanya relatif dangkal, gelombang tsunami akan semakin tinggi dan semakin pendek akibat adanya pengaruh shoaling. Pada kedalaman tertentu, gelombang tsunami akan pecah menjadi bor. Gelombang tsunami yang berbentuk bor atau surge inilah yang menjalar ke daratan dan memiliki energi yang sangat besar sehingga daya rusaknya juga tinggi. Posisi geografis Indonesia yang merupakan pertemuan antara tiga lempengan besar dunia yaitu Eurasia, Indo-Australia dan Lempeng Pasifik menjadikan wilayah Indonesia memilik tatanan tektonik yang kompleks. Pergerakan masing masing lempeng dan interaksi yang terjadi antar lempeng pada daerah-daerah batas mempengaruhi pembentukan topografi dan fenomenafenomena tektonik yang terjadi di Indonesia. Tingginya aktivitas tektonik di Indonesia menjadi salah satu penyebab rawannya Indonesia terserang gelombang tsunami. Gambar 1.1 menunjukkan peta Indonesia dan lokasi pertemuan antar tiga lempeng tersebut serta zonasi daerah-daerah yang rawan akan bencana tsunami. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan Lempeng Eurasia di lepas Pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Lempeng Pasifik di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi 1
tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas menyebabkan terjadinya gempa bumi dan dislokasi dasar laut yang berpotensi membangkitkan gelombang tsunami. Gambar 1.1. Peta lokasi pertemuan lempeng di Indonesia (Sumber : http://geospasial.bnpb.go.id/2011/02/23/peta-zonasi-ancaman-bahayatsunami-di-indonesia/ ) Di wilayah Asia sendiri, Indonesia merupakan negara kedua yang paling sering diserang gelombang tsunami setelah Jepang. Beberapa kejadian tsunami yang berskala besar yaitu: a. Tahun 2004 tsunami yang terjadi di Samudra Hindia memberikan dampak yang sangat besar bagi Aceh dan beberapa negara Asia seperti Thailand, Sri Lanka, India, Somalia, dan Mynmar. Bencana ini menelan lebih dari 200.000 korban jiwa. b. Tahun 2006, gempa bumi disertai tsunami kembali menyerang Pantai Pangandaran, Jawa Barat, dan memakan korban hingga 557 orang. Gelombang tsunami ini dipicu oleh gempa bumi yang berpusat di zona 2
pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km. c. Tahun 2009, gempa Bumi terjadi dilepas Pantai Sumatera, sekitar 240 km sebelah barat Bengkulu, dekat dengan kepulauan Mentawai. Gempa ini memicu terjadinya Tsunami, yang akhirnya melanda kepulauan Mentawai. Kejadian ini memakan korban lebih dari 500 jiwa, baik yang ditemukan tewas maupun hilang. Dari ketiga kejadian tsunami tersebut pemicu terjadinya gempa yang lalu membangkitkan gelombang tsunami adalah akibat pergeseran antara lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia yang membentang sepanjang lepas pantai Sumatra, Jawa hingga Nusa Tenggara. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang terletak di Pantai Selatan Jawa. Hal ini menyebabkan daerah pantai di Yogyakarta rentan akan bencana tsunami. Pantai Parangtritis adalah salah satu daerah pariwisata, terletak kurang lebih 25 km sebelah selatan kota Yogyakarta. Pantai ini rentan akan bencana tsunami yang mungkin bisa dibangkitkan oleh pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang terletak sekitar 250 km sebelah selatan Parangtritis. Gelombang tsunami sangat berbahaya dan memiliki daya rusak yang besar bukan hanya karena energi gelombangnya sangat besar, tetapi adanya debris yang terangkut juga menambah daya rusak tsunami. Debris-debris tersebut dapat berupa hasil dari bangunan-bangunan yang hancur, maupun benda-benda lainnya yang mampu diangkut aliran gelombang tsunami. Salah satunya adalah blok beton. Blok beton sering digunakan sebagai perkerasan ruas jalan atau suatu area seperti di area wisata Pantai Parangtritis. Pantai Parangtritis terbagi atas dua area utama yaitu area sand dunes atau gumuk pasir, dan area bisinis serta penginapan dimana pekerasan areanya menggunakan blok beton seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. 3
Gambar 1.2. Perkerasan menggunakan blok beton di Area Pantai Parangtritis (Sumber: Azizah dkk, 2013) Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji gaya angkat tsunami yang bekerja pada blok beton. Blok beton yang ukurannya relatif kecil ini memang tidak memilik efek yang signifikan terhadap bangunan-bangunan besar ketika terangkut bersama gelombang tsunami. Namun, impact yang dihasilkan oleh blok beton ini ketika mengenai orang-orang sekitarnya pada saat tsunami, akan sangat berbahaya. Perkerasan pada Gambar 1.2. adalah salah satu jenis perkerasan yang disebut rigid-pavement atau perkerasan kaku, dimana lapisan permukaannya berupa blok beton. Susunan lapisan perkerasanya ditunjukkan pada Gambar 1.3 berikut. 3 mm sand joint Gambar 1.3. Lapisan perkerasan kaku menggunakan blok beton (Sumber: http://www.pavingexpert.com) 4
Pasir digunakan sebagai laying course dimana blok beton diletakkan. Selain itu pasir dengan diameter yang lebih kecil juga digunakan sebagai filler atau pengisi ruas-ruas pertemuan antar blok. Filler sebenarnya berfungsi sebagai bidang gesek yang menjaga agar blok beton tidak mudah untuk terangkat. Tetapi pasir halus akan sangat mudah terangkat oleh aliran gelombang tsunami, dan meninggalkan blok beton loose atau tanpa gesekan, sehingga dalam penelitian ini efek dari adanya pasir tersebut tidak diperhitungkan. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya angkat/lift gelombang tsunami yang bekerja pada blok beton yang sering digunakan sebagai perkerasan, dengan memvariasikan ketebalan blok beton dan tinggi serta kecepatan gelombang tsunami, sehingga didapatkan hubungan antar parameter yang menggambarkan kondisi blok beton pada saat tsunami terjadi. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat dalam mengembangkan strategi mitigasi dari aspek perencanaan dan penataan kawasan pesisir pantai yang rentan terhadap bencana tsunami. Hasil penelitian ini juga diharapkan nantinya menjadi bahan pertimbangan dalam pengkajian ulang tingkat resiko dan keselamatan manusia pada saat terjadi tsunami dalam rangka mitigasi bencana tsunami. D. Batasan Masalah Batasan masalah digunakan untuk menyederhanakan penelitian dan memfokuskan pada hal yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan awal dari penelitian. Berikut ini adalah batasan-batasan yang digunakan dalam penelitian: 1. Eksperimen dilakukan menggunakan saluran gelombang dengan ukuran panjang 16,80 m, lebar 0,60 m, dan tinggi 0,45 m, dengan 5
sistem pembangkit gelombang tsunami yang digunakan adlah sistem dam break dengan quick release mechanism untuk pembukaan pintu. 2. Model blok beton yang digunakan berbentuk persegi berdimensi 3 cm x 3 cm untuk panjang dan lebarnya dengan tebal yang divariasikan. 3. Pengamatan difokuskan pada satu blok beton saja 4. Slope pantai diasumsikan horizontal 5. Sudut datang gelombang tsunami tegak lurus terhadap model 6. Gelombang yang dibangkitkan menggunakan air tawar 6