BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan atau pernikahan diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan perbuatan yang paling penting didalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir batin ini harus ada, karena

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 1 Tahun Dalam Pasal 1 Undang-undang ini menyebutkan :

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

Oleh: IRSAM DIAN BACHTIAR C

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN POLIGAMI. dimana kata poly berarti banyak dan gamien berarti kawin. Kawin banyak disini

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

Transkripsi:

8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan atau pernikahan diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan bersuami isteri. 1 Suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum islam bagi yang beragama islam, artinya perkawinan itu dilakukan harus memenuhi rukun dan syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam kompilasi hukum islam. Selain itu syarat-syarat perkawinan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena perkawinan yang dilangsungkan tidak menurut syarat sahnya ataupun rukun perkawinan sebagaimana diatur didalam undang-undang tersebut, maka perkawinannya dapat dibatalkan. Perkawinan bertujuan bukan saja untuk hidup dalam pergaulan yang sempurna dalam mengatur rumah tangga yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling cinta-mencintai, tetapi terutama sebagai suatu tali yang amat teguh dalam memperkokoh tali persaudaraan antara kaum kerabat si suami dan kaum kerabat si isteri. 2 Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa pengertian perkawinan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri yang bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan 1 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2004, hlm 453 2 Amiur Nuruddin, dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Kencana, 2004, Jakarta, hlm.12.

9 Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Sidi Gazalba bahwa tidak merupakan perkawinan jika ikatan lahir bathin tidak bahagia atau perkawinan itu tidak kekal dan tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 3 Perkawinan merupakan akad atau perjanjian, tetapi bukan berarti bahwa perjanjian ini sama artinya dengan perjanjian biasa yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perbedaannya bahwa pada perjanjian biasa, para pihak yang berjanji bebas untuk menentukan isi dan bentuk perjanjiannya, sebaliknya dalam perkawinan, para pihak tidak bisa menentukan isi dan bentuk perjanjiannya selain yang sudah ditetapkan oleh hukum yang berlaku. Perkawinan tidak mengenal batasan waktu, perkawinan harus kekal, kecuali karena suatu hal diluar kehendak para pihak, barulah perkawinan dapat diputuskan, misalnya dengan perceraian atau pembatalan perkawinan. Pemutusan perkawinan tidaklah sesederhana seperti dalam pemutusan perjanjian biasa, dimana telah ditetapkan lebih awal dalam isi perjanjiannya, seperti sebab putusnya ikatan perkawinan, prosedurnya maupun akibat pemutusannya. Lain halnya dengan perkawinan,hal ini tidak ditetapkan oleh para pihak, melainkan hukumlah yang menentukannya. Perjanjian dalam perkawinan mempunyai karakter khusus, antara lain bahwa kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) yang mengikat persetujuan perkawinan itu saling mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian berdasarkan ketentuan yang sudah ada hukum-hukumnya. 4 3 Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat menurut Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 44 4 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, Liberty, Yogyakarta, 2002, hlm.10

10 Perkawinan dapat berakhir karena beberapa hal yaitu karena perceraian atas tuntutan atau permohonan dari salah satu pihak terhadap pihak lainnya dan juga karena pembatalan perkawinan. Setiap perkawinan yang telah dilangsungkan dapat dibatalkan secara hukum dan juga dapat dimohonkan pembatalannya apabila dalam pelaksanaan perkawinan itu ternyata tidak memenuhi salah satu dari keseluruhan syarat-syarat sahnya perkawinan. Pekawinan yang batal secara hukum adalah apabila perkawinan telah dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat dan rukun perkawinan, sedangkan suatu perkawinan dapat dimohonkan pembatalannya ke Pengadilan Agama jika pelaksanaan perkawinan itu telah melanggar salah satu syarat-syarat dan rukun perkawinan. 5 Pelaksanaan gugatan pembatalan perkawinan dapat dilaksanakan dengan cara mengajukan tuntutan atau gugatan kepada Pengadilan Agama dengan tata cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan ketentuan hukum dan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Prakteknya sering terdengar kasus bahwa perkawinan telah berlangsung sesuai dengan kehendak yang melangsungkan perkawinan, tetapi bertentangan dengan kehendak pihak lain, misalnya dari pihak keluarga, baik dari keluarga pria atau dari keluarga wanita. Konsekuensi dari keadaan yang demikian ini menyebabkan tidak adanya kebahagiaan dalam rumah tangga dan akhirnya dengan terpaksa ikatan perkawinan tersebut diputuskan. Adapula perkawinan yang diputus batal oleh hakim karena pihak yang bersangkutan tidak melengkapi syarat atau rukun sah dari suatu perkawinan, 5 Ibid, hlm.16

11 dengan kata lain yang bersangkutan tidak memenuhinya. Sehingga dengan tidak terlengkapinya persyaratan atau syarah sah perkawinan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan yang ada. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara tegas menyebutkan bahwa suatu perkawinan hanya dapat dibatakan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat melangsungkan perkawinan. Melanggar syarat-syarat perkawinan adalah jika suami isteri yang telah melangsungkan perkawinan melanggar salah satu syarat-syarat sahnya perkawinan yang telah ditetapkan undang-undang ataupun salah satu pihak telah melanggar syarat sahnya perkawinan yang ditetapkan oleh hukum agama dan kepercayaan yang dianutnya. Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka jika suatu perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Ada kemungkinan suatu perkawinan sudah sah menurut hukum agama, tetapi tidak memenuhi syarat menurut undang-undang, maka dengan berpedoman pada Undang-Undang Perkawinan, tentunya perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Persoalannya adalah banyaknya orang yang melakukan poligami tanpa adanya izin poligami dari Pengadilan Agama setempat. 6 Perkawinan yang dilangsungkan karena tidak adanya izin poligami bukan hanya berakibat perkawinannya dapat dibatalkan oleh pihak tertentu apabila dia mengajukan perkara ini ke Pengadilan Agama, akan tetapi juga berakibat kepada hubungan silaturahmi antara pihak Pemohon dan Tergugat, bukan hanya kedua belah pihak tersebut, hal ini juga berdampak kekeluarga masing-masing pihak. 6 Ibid, hlm.17.

12 Kenyataannya di masyarakat dijumpai penyelesaian masalah poligami sulit dilakukan, sehingga ada kecenderungan penyelesaian masalah poligami tersebut dengan cara melakukan perkawinan poligami dengan menggunakan identitas palsu yang berupa akta nikah padahal ia masih terikat perkawinan dengan orang lain. Dia melakukan perkawinan tersebut tanpa menghiraukan peraturan hukum yang ada. Perkawinan ini dilakukan dengan tanpa memandang motivasi dan tata cara pelaksanaannya benar atau salah, serta agar pelaksanaannya terlepas dari peraturan yang ada maka pelaksanaannya dengan diam-diam atau dengan sikap tidak jujur. Sikap tidak jujur disini dilakukan antara lain dengan menggunakan akta cerai palsu kepada petugas pencatat perkawinan, mereka mengaku berstatus masih perjaka dengan memperlihatkan identitas palsu, padahal mereka secara hukum masih berstatus sebagai suami-isteri. Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa seseorang yang masih terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali mendapat izin dari pengadilan. Dengan demikian poligami yang dilakukan tanpa izin dari pengadilan, apabila ditambah dengan penggunaan identitas palsu dan adanya unsur penipuan, merupakan perbuatan melanggar hukum dan dapat merugikan salah satu pihak dan dapat merusak keharmonisan keluarga, disamping itu tujuan diadakannya perkawinan tidak terpenuhi. Salah satu pihak merasa ditipu oleh pihak yang lain karena ia tidak memperoleh hak-hak yang telah ditentukan syara sebagai seorang isteri. Akibatnya salah satu pihak tidak sanggup melanjutkan

13 perkawinannya atau kalaupun dilanjutkan akan mengakibatkan kehidupan rumah tangganya memburuk dan Allah tidak menghendaki yang demikian. Sah dan mengikatnya suatu perkawinan, maka setiap perkawinan harus dilaksanakan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam ketentuan perundang-undangan, sebab apabila suatu perkawinan telah dilaksanakan tidak sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan undang-undang, maka berakibat bahwa perkawinan yang terjadi pada akhirnya dapat putus dan berakhir karena pembatalan perkawinan. 7 Dengan latar belakang di atas, maka dipilih judul skripsi tentang: Putusan Pembatalan Perkawinan Karena Tidak Adanya Izin Poligami (Studi Kasus Putusan No. 255/Pdt.G/2012/PA.Mdn). B. Permasalahan Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimana kewenangan Pengadilan Agama dalam pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami? 2. Bagaimana akibat hukum pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami? 3. Apa saja yang menjadi pertimbangan hakim dalam perkara pembatalan perkawinan sesuai dengan putusan Nomor: 255/Pdt.G/2012/PA.Mdn C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah: 7 Achmad Kuzari.,Pembahasan Tentang Kompilasi Hukum Islam, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hlm.9.

14 1. Untuk mengetahui kewenangan Pengadilan Agama dalam pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami. 2. Untuk mengetahui akibat hukum pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami. 3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam perkara pembatalan perkawinan sesuai dengan putusan Nomor: 255/Pdt.G/2012/PA.Mdn. D. Manfaat Penulisan Manfaat penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi teoretis yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami. 2. Secara praktis adalah memberikan sumbangan pikiran bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berhubungan dengan pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan

15 peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. 3. Metode Pengumpulan Data Tujuan ini membahas mengenai putusan pengadilan, maka dalam hal ini data yang dikumpulkan atau dibutuhkan adalah data sekunder. Data sekunder ialah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara berupa menelaah buku-buku literatur, undang-undang, brosur atau tulisan, yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti. Data sekunder dibedakan dalam: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya. c. Bahan hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus kamus (hukum), ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya. 4. Analisis Data. Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat tanpa

16 menggunakan rumus-rumus statistik sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami. F. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul Putusan Pembatalan Perkawinan Karena Tidak Adanya Izin Poligami (Studi Kasus Putusan No. 255/Pdt.G/2012/PA.Mdn). Di dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pembatalan perkawinan karena tidak adanya izin poligami, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan disamping itu juga diadakan penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum. Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sendiri. G. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan

17 BAB II : Tinjauan Tentang Perkawinan Poligami meliputi : Pengertian Perkawinan Poligami, Dasar Hukum Perkawinan Poligami, Alasan-Alasan Poligami, Syarat dan Izin Poligami. BAB III Tinjauan Tentang Pembatalan Perkawinan meliputi : Pengertian Pembatalan Perkawinan, Alasan Pembatalan Perkawinan, Tata Cara Pembatalan Perkawinan, Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan. BAB IV Analisis Putusan Tentang Pembatalan Perkawinan Dalam Perkara No. 255/PDT.G/2012/PA.Mdn meliputi : Kasus Posisi dan Analisis Kasus. BAB V Kesimpulan dan Saran.