BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayan rumah sakit. Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi beberapa faktor. Faktor yang paling dominan adalah sumber daya manusia yang salah satunya adalah perawat. Defenisi perawat berdasarkan keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239/MenKes/SK/ XI/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik dalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (MenKes, 2010). Menurut WHO (2009), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyrakat. Berdasarkan Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dibagi menjadi dua bagian rumah sakit, yaitu rumah sakit umum (tipe A, B, C dan D)
dan rumah sakit kusus (rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit bersalin dan lain-lainnya). Rumah sakit jiwa adalah rumah sakit yang mengkhususkan diri dalam perawatan gangguan mental yang serius.pelayanan kesehatan dirumah sakit jiwa dilakukan oleh perawat jiwa.perawat jiwa adalah bagian dari perawat umum, tetapi khusus menangani pasien gangguan jiwa dan umumnya bekerja dirumah sakit jiwa.ada perbedaan antara perawat umum dan perawat jiwa, perawat umum lebih menitikberatkan pada kebutuhan biologis pasien (seperti merawat luka) meskipun kebutuhan psikisnya tidak dilupakan, sedangkan perawat jiwa lebih menitikberatkan pada kebutuhan psikis pasien (seperti memberikan terapi dengan petunjuk dokter) tanpa mengesampingkan kebutuhan biologisnya.selain itu perawat kesehatan jiwa juga dituntut untuk lebih berhati-hati dan waspada dalam memberikan perawatan karena kondisi perawat jiwa yang labil dan sulit diperediksikan (Pangastiti, 2011). WHO (2008), mengatakan gangguan jiwa diseluruh dunia telah menjadi masalah serius. Peningkatan angka penderita gangguan terjadi di Indonesia dan dunia. Sedikitnya 20% penduduk desa di Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa, dengan 4 jenis penyakit langsung yang ditimbulkan yaitu depresi, gangguan alkohol, gangguan bipolar, dan skizophrenia. Berdasarkan hasil riset Kesehatan Dasar Prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Proporsi rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga psikosis dan pernah melakukan pemasungan 14,3%. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk umur 15 tahun sebesar 6,0% (95% CI 5,87;
6,08). Proporsi RT yang pernah membawa anggota rumah tangga psikosis mendapatkan pengobatan 61,8%. Proporsi anggota rumah tanggagangguan mental emosional pernah berobat 26,6% sedangkan berobat 2 minggu terakhir 11,9%. (RISKESDAS, 2013). Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan yang paling sering berhadapan dengan pasien yang penyakitnya beragam juga harus menghadapai keluarga pasien. Situasi ini memungkinkan perawat untuk mengalami stres yang akan berdampak pada pelayanan yang akan diberikan dan juga akan mempengaruhi perilaku kerja mereka (Iswanto & Purwanti, 2008). Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara non-formal yang dilakukan oleh peneliti pada 7 orang perawat di Rumah Sakit Jiwa, terkait stress yang terjadi di lingkungan kerja. Beberapa perawat mengeluh harus merawat banyak pasien karena jumlah perawat tidak sebanding dengan jumlah pasien. Selain itu mereka juga harus selalu memperhatikan berbagai kebutuhan pasien gangguan jiwa, seperti member makan dan memberi obat pasien, mengawasi pasien dan serta mandi juga merupakan tugas perawat jiwa. Sebagian juga mengeluh ada perasaan cemas ketika harus menghadapi pasien gangguan jiwa dengan tingkah laku yang tidak dapat diprediksikan. Stres kerja yang dihadapi perawat sangat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Stres yang dialami oleh perawat nantinya bisa berdampak pada aspek fisiologis (berupa keluhan seperti sakit kepala, tekanan darah tinggi), psikologis (berupa keluhan seperti cemas, bosan, ketidakpuasan dalam kerja) dan perilaku (berupa tingkat absensi meningkat
dan performansi kerja menurun, gelisah dan mengalami gangguan tidur), (Robin, 2008). Berdasarkan wawancara pada 7 orang perawat yang berada dirumah sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad ildrem Provinsi Sumatera Utara mengatakan bahwa mereka merasa pusing dan sakit kepala jika harus melayani banyak pasien setiap hari. Perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi senantiasa mampu mengendalikan emosinya dan cenderung akan lebih mudah bergaul dengan orangorang baru, sehingga akan dapat mudah menurunkan stres kerja yang tinggi. Mengendalikan emosi berarti mampu mengetahui kapan saatnya ia harus mengambil tindakan yang tepat dalam situasi tertentu (Bahaudin, 2003). Sedangkan perawat yang tidak mampu menguasai emosinya kemungkinan besar akan berdampak pada pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Adanya kecerdasan emosi membuat seseorang dapat menghindari kelelahan emosi seperti mudah marah, mudah tersinggung sampai tindakan agresif maupun verbal. Kecerdasan emosi membantu manusia untuk menentukan kapan dan dimana ia bisa mengungkapkan perasaan dan emosinya. Kecerdasan emosi juga membantu manusia mengarahkan dan mengendalikan emosinya (Mubayidh, 2006). Kecerdasan emosi yang tinggi mempunyai kemampuan untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri, mampu mengekpresikan perasaan dengan tepat, mampu memahami diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi dalam
menghadapi peristiwa sehari-hari dan mempunyai hubungan sosial yang baik dengan orang lain, hal ini akan menyebabkan rendahnya stres kerja. Namun pada orang yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah akan menyebabkan tingginya stres kerja perawat. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian yang berjudul Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja pada Perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara tahun 2015. 1.2 Perumusan Masalah Perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi senantiasa mampu mengendalikan emosinya dan cenderung akan lebih mudah bergaul dengan orangorang baru, sehingga akan mudah menurunkan stres kerja yang tinggi. Data yang didapat oleh peneliti dari Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara yaitu berjumlah 126 perawat yang bekerja di ruang rawat inap, sedangkan jumlah pasien yang dirawat di pada tahun 2014 sebanyak 2.070 pasien. Berdasarkan dari data diatas rasio perawat terhadap pasien yang ideal untuk rumah sakit tipe A adalah 1:3 (Kepmenkes RI/Menkes/7/1979 tentang jumlah perawat berdasarkan perbandingan tempat tidur rumah sakit. Namun hal ini belum dapat dilakukan oleh Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan wawancara pada 7 orang perawat yang berada di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara mengatakan bahwa mereka merasa pusing dan sakit kepala jika harus
melayani banyak pasien setiap hari. Dengan demikian kondisi tersebut akan mempengaruhi kecedasan emosi dengan tingkat stres kerja dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan tidak idealnya antara rasio perawat-pasien. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan paparan dan latar belakang diatas, maka yang menjadi pertanyaan penelitian dalam pembuatan proposal ini adalah: 1.3.1 Bagaimana kecerdasan emosi pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara? 1.3.2 Bagaimana tingkat stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara? 1.3.3 Apakah ada hubungan kecerdasan emosi dengan stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara? 1.3.4 Aspek kecerdasan emosi manakah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap rendahnya perilaku stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara? 1.4 Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis penelitian yang diharapkan pada penelitian ini adalah ada hubungan kecerdasan emosi dengan stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara? ]
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosi dengan stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara. 1.5.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera. 2. Untuk mengetahui tingkat stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Uatara. 3. Untuk mengetahui aspek kecerdasan emosi manakah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap rendahnya perilaku stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara. 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu program matakuliah tambahan agar dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi untuk mata kuliah keperawatan jiwa tentang hubungan kecerdasan emosi dengan stres kerja perawat. 1.6.2 Bagi Pelayanan Kesehatan Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan mampu menghadapi stres sehingga meningkatnya mutu pelayanan serta sebagai informasi tambahan bagi perawat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa.
1.6.3 Bagi Penelitian Keperawatan Agar hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi mahasiswa yang ingin meneliti terkait dengan hubungan kecerdasan emosi dengan stres kerja perawat.