BAB IV. penduduk. terbanyak di. Gambar. merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB IV GAMBARAN UMUM

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB IV GAMBARAN UMUM

BERITA RESMI STATISTIK

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB III TINJAUAN UMUM PENGADILAN TINGGI AGAMA

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB IV GAMBARAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

PENGARUH KEMISKINAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN BELANJA TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KOTA CIREBON (PROVINSI JABAR) TAHUN

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

2015 PENGARUH MINAT BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

PROFIL PEMBANGUNAN BANTEN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BERITA RESMI STATISTIK

IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik, pendidikan, kebudayaan,

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB IV GAMBARAN UMUMM PROVINSI JAWA BARAT 4.1 Kondisi Geografis Jawaa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanyaa berada di Kota Bandung. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengann berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat. Laut Jawa Skala 1 : 4.150.000 Samudra Hindia Gambar 3. Peta Administratif Provinsi Jawaa Barat Sumber: www.jabarprov.go.id Provinsi Jawa Barat berada di bagian barat Pulau Jawa. Wilayahnya berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Jawa Tengah di timur, Samudraa Hindia di selatan, serta Provinsi Banten dan DKI Jakarta di barat. Kawasan pantai utara merupakan dataran rendah. Di bagian tengah merupakan pegunungan, yakni

bagian dari rangkaian pegunungan yang membujur dari barat hingga timur Pulau Jawa. Titik tertingginya adalah Gunung Ciremai, yang berada di sebelah barat daya Kota Cirebon. Sungai-sungai yang cukup penting adalah Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk, yang bermuara di Laut Jawa. Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Provinsi Banten dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten/Kota Tangerang serta Kota Cilegon. Oleh karena itu, maka saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari : 17 Kabupaten dan 9 Kotamadya, yaitu : Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Bandung Barat, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, serta Kota Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya dan Banjar dengan membawahkan 592 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan. Kota-kota hasil pemekaran sejak tahun 1996 adalah: Kota Bekasi, dimekarkan dari Kabupaten Bekasi pada tahun 1996 Kota Depok, dimekarkan dari Kabupaten Bogor pada tahun 1999 Kota Cimahi, dimekarkan dari Kabupaten Bandung pada tahun 2001 Kota Tasikmalaya, dimekarkan dari Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001 Kota Banjar, dimekarkan dari Kabupaten Ciamis pada tahun 2002 Kabupaten Bandung Barat, dimekarkan dari Kabupaten Bandung tahun 2007 Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan daratan dan pulau-pulau kecil (48 pulau di Samudera Indonesia, 4 Pulau di Laut Jawa, 14 pulau di Teluk Banten dan 20 pulau di Selat

Sunda), luas wilayah Jawa Barat 44.354,61 Km 2 atau 4.435.461 hektar. Dengan ditetapkannya Wilayah Banten menjadi Provinsi Banten, maka luas wilayah Jawa Barat saat ini menjadi 34.816,96 Km 2 (Survei Sosial dan Ekonomi 2005). Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut (dpl), wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100-1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0-10 m dpl, dan wilayah aliran sungai. Wilayah Provinsi Jawa Barat yang berada pada ketinggian 0-25 m dpl adalah seluas 330.946,92 hektar, 312.037,34 hektar berada pada ketinggian 25-100 m dpl, 650.086,65 hektar berada pada 100-500 m dpl, 585.348,37 hektar berada pada ketinggian 500-1000 m dpl dan 284.022,53 hektar berada pada ketinggian 1000 m lebih dpl. Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 0 C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun. 4.2 Kependudukan Berdasarkan hasil Sensusnas tahun 1999 jumlah penduduk Jawa Barat setelah Banten terpisah berjumlah 34,56 juta jiwa. Pada tahun 2000 berdasarkan sensus penduduk meningkat menjadi 35,50 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk

sebesar 1.022 jiwa per km 2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama dasawasra 1990-2000 mencapai angka 2,17 persen. Sedangkan pada tahun 2003, jumlah penduduk telah bertambah menjadi 38,06 juta jiwa. Berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi pada Tahun 2004, jumlah penduduk Jawa Barat, berkembang menjadi 39,14 juta jiwa. Pada tahun 2005 mencapai 39,96 juta jiwa, meningkat lagi menjadi 40,74 juta jiwa di tahun 2006. Selanjutnya berdasarkan Survei Sosial dan Ekonomi pada Tahun 2007, jumlah penduduk Jawa Barat menjadi 41,48 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,83 persen dan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 1.157 jiwa per km 2. Pada periode 2003-2007, laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat dapat dikendalikan secara signifikan, yaitu dari sebesar 2,25 persen pada tahun 2003 menjadi 1,83 persen pada tahun 2007. Pada tahun 2008 jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat mencapai 42,19 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,71 persen dan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 1441 jiwa per km 2. Penduduk terbanyak terdapat di Kabupaten Bogor, yaitu sebesar 4,4 juta jiwa dan diikuti oleh Kabupaten Bandung 3,1 juta jiwa. Hal ini tidak berbeda dengan kondisi tahun lalu. Sedangkan penduduk terkecil berada di Kota Banjar yaitu sebanyak 0,18 juta jiwa. Jumlah rumah tangga pada tahun 2008 di Jawa Barat mencapai 11,20 juta rumah tangga, dengan rata-rata per rumah tangga terdiri dari 3,81 anggota. Ratarata per rumah tangga tertinggi berada di wilayah Kota Depok, yaitu 1,02 juta rumah tangga, Kabupaten Bandung sebesar 0,74 juta rumah tangga dan ketiga terbesar adalah Kota Bandung sebesar 0,69 juta rumah tangga.

Di tahun 2008, kepadatan penduduk Provinsi Jawa Barat mencapai 1.441 jiwa per km 2. Kota Bandung masih merupakan daerah terpadat, yaitu sebesar 14.234 jiwa per km 2, sedangkan yang terendah Kabupaten Ciamis hanya sebesar 709,64 jiwa per km 2. 4.3 Tenaga Kerja Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2005 sebanyak 17,34 juta jiwa atau 61,49 persen dari total penduduk usia kerja. Sedangkan yang dikategorikan sebagai penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 10,86 juta jiwa atau 38,51 persen dari total penduduk usia kerja. Penduduk yang bekerja sekitar 14,64 juta jiwa atau 84,47 persen dari total angkatan kerja dan yang mencari pekerjaan sebanyak 2,69 juta jiwa atau 15,53 persen dari total angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2006 sebanyak 17,56 juta jiwa atau 61,41 persen dari total penduduk usia kerja. Sedangkan yang di kategorikan sebagai penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 11,04 juta jiwa atau 38,59 persen dari total penduduk usia kerja. Penduduk yang bekerja sekitar 14,20 juta jiwa atau 85,41 persen dari total angkatan kerja dan yang mencari pekerjaan sebanyak 2,56 juta jiwa atau 14,59 persen dari total angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2007 sebanyak 18,24 juta jiwa atau 51,88 persen dari total penduduk usia kerja. Sedangkan yang dikategorikan sebagai penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 10,94 juta jiwa atau 48,12 persen dari total penduduk usia kerja. Penduduk yang bekerja sekitar 15,85 juta jiwa atau 86,92 persen dari total angkatan kerja dan yang mencari pekerjaan sebanyak 2,39 juta jiwa atau 13,08 persen dari total angkatan kerja.

Jumlah angkatan kerja pada tahun 2008 sebanyak 20,25 juta jiwa atau 55,52 persen dari total penduduk usia kerja. Sedangkan yang di kategorikan sebagai penduduk bukan angkatan kerja sebanyak 16,48 juta jiwa atau 44,47 persen dari total penduduk usia kerja. Penduduk yang bekerja sekitar 16,48 juta jiwa atau 81,37 persen dari total angkatan kerja dan yang mencari pekerjaan sebanyak 3,77 juta jiwa atau 8,63 persen dari total angkatan kerja. (jiwa) 20.500.000 19.500.000 18.500.000 17.500.000 16.500.000 2005 2006 2007 2008 Gambar 3. Angkatan Kerja di Provinsi Jawa Barat Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Hal lain dapat pula mencerminkan struktur perekonomian suatu wilayah. Pada tahun 2008, lapangan pekerjaan utama penduduk Jawa Barat masih didominasi oleh sektor pertanian, yaitu sebesar 28,10 persen (4,21 juta orang). Urutan selanjutnya adalah perdagangan 27,92 persen (4,18 juta orang), kemudian industri 19,60 persen (2,94 juta orang), jasa 15,57 persen (2,33 juta orang), serta sektor angkutan dan pergudangan 9,33 persen (1,4 juta orang), dan sisanya dikelompokkan ke dalam sektor lainnya. Secara absolut jumlah penganggur menurun sekitar 123 ribu orang, bila dibandingkan dengan keadaan bulan Agustus 2007. Jumlah penganggur bulan Agustus 2007 sebanyak 2,39 juta orang atau 13,08 persen dari total angkatan

kerja, sedangkan jumlah penganggur bulan Agustus 2008 sebanyak 2,26 juta orang atau 12,08 persen dari total angkatan kerja (BPS, 2009). 3.4 Kondisi Sosial Pembangunan daerah pada bidang sosial budaya berkaitan dengan kualitas manusia dan masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Kondisi tersebut tercermin pada kuantitas penduduk dan kualitas penduduk seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, pemuda, olah raga, seni budaya, dan keagamaan. Upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk, baik alami maupun migrasi masuk, dilakukan secara terus menerus. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat yang masih tinggi dipicu oleh tingginya angka kelahiran dan migrasi masuk Jawa Barat. Pembangunan kualitas hidup penduduk Jawa Barat tetap menjadi prioritas pembangunan daerah. Perkembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) Jawa Barat menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM dihitung berdasarkan tiga indikator yaitu Indeks Pendidikan, Indeks Kesehatan, dan Indeks Daya Beli. Pada tahun 2007, IPM Jawa Barat mencapai angka 70,71, meningkat sebesar 0,40 poin dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 70,31. Dalam rentang 2002 2007, IPM Jawa Barat meningkat sebesar 4,87 dari angka 65,84 pada tahun 2002 menjadi 70,71 pada tahun 2007. Dalam rentang waktu yang sama, Indeks Pendidikan meningkat sebesar 2,74 poin, dari 78,07 pada tahun 2002 menjadi 80,81 pada tahun 2007; Indeks Kesehatan mengalami peningkatan sebesar 5,17 poin, dari 65,83 pada tahun 2002 menjadi 71,00 pada tahun 2007;

dan Indeks Daya Beli sebesar 7,29 poin, dari 53,61 pada tahun 2002 menjadi 60,90 pada tahun 2007. Pencapaian indeks pendidikan merupakan gabungan dari Angka Melek Huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (RLS). AMH pada tahun 2007 adalah sebesar 95,32 persen meningkat dibandingkan tahun 2002 sebesar 93,10 persen, atau menunjukkan adanya kenaikan sebesar 2,22 persen dibanding tahun 2002. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) sampai dengan tahun 2002 masih sebesar 7,20 tahun atau rata-rata tingkat pendidikan penduduk Jawa Barat adalah tidak tamat SLTP atau baru mencapai kelas 1 SLTP. Tahun 2007 RLS mencapai 7,50 tahun, atau naik sebesar 0,3 tahun dibanding tahun 2002. Angka Harapan Hidup (AHH) menunjukkan kenaikan dari 64,50 tahun pada tahun 2002 menjadi 67,58 tahun pada tahun 2007, atau naik sebesar 3,08 tahun dibanding tahun 2002, sedangkan paritas daya beli (purchasing power parity) mengalami kenaikan sebesar Rp 31.526,00, dari Rp 592.000,00 pada tahun 2002 menjadi Rp 623.526,00 pada tahun 2007. Pada tahun 2008, IPM Jawa Barat sebesar 71,16, lebih besar 0,45 poin dibanding IPM tahun sebelumnya. Indikator lain juga mengalami peningkatan pada tahun 2008, AHH menunjukkan angka 68,54, meningkat 0,92 poin dari tahun sebelumnya; AMH menunjukkan angka 96,10, meningkat 0,78 poin dari tahun sebelumnya; RLS menunjukkan angka 7,91, meningkat 0,41 tahun dari tahun sebelumnya. Indeks kesehatan meningkat 0,37 poin menjadi 71,37; indeks pendidikan meningkat 0,83 poin menjadi 81,64; dan indeks daya beli meningkat 0,76 poin menjadi 61,66.

4.4.1 Pendidikan Pembangunan bidang pendidikan telah dilaksanakan dengan menitik beratkan pada upaya akselerasi penuntasan program Wajib Belajar 9 tahun melalui pendidikan formal maupun non formal, serta rintisan Wajib Belajar 12 tahun untuk kota-kota dengan angka partisipasi di jenjang pendidikan dasar yang sudah optimal. Untuk aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, pencapaian yang cukup penting ditunjukkan oleh telah terbentuknya lembaga tripartit antara pemerintah, dunia usaha, dan sekolah sebagai media untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan, termasuk penyerapan lulusannya di dunia kerja. Seiring dengan hal tersebut upaya mengedepankan sekolah kejuruan juga telah dimulai dengan mengubah proporsi jumlah sekolah dan siswa antara SMA dan SMK, yang semula 60:40 menjadi 40:60, dengan fokus pembelajaran pada pendidikan vokasional (life skill) yang mengutamakan kompetensi daerah. Ada empat Perguruan Tinggi Negeri yang besar di Jawa Barat, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pada tahun ajaran 2008/2009, jumlah mahasiswa di ITB 12.383, di IPB 12.524, dan di Upi 34.039 orang, sedangkan jumlah mahasiswa baru di Unpad 8.946 orang. Jumlah PTS dilingkungan kopertis wilayah IV Jawa Barat menurut bentuknya universitas 43, institut 6, sekolah tinggi 181, akademi 124, dan politeknik 30. Di lingkungan perguruan tinggi swasta jumlah tenaga dosen pada tahun 2008/2009 sebesar 1.292 untuk PNS dan 8.038 untuk yayasan.

4.4.2 Kesehatan Pembangunan kesehatan harus selalu dilakukan mengingat jumlah penduduk yang selalu bertambah dari tahun ke tahun. Upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan penduduk dilakukan antara lain dengan meningkatkan fasilitas dan sarana kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Pada periode tahun 2004-2006, terdapat peningkatan jumlah rumah sakit yaitu 205 unit pada tahun 2006, yang semula 185 unit pada tahun 2005 dan 149 unit pada tahun 2004. Jumlah puskesmas induk tahun 2006 yaitu 1.004 unit menunjukan adanya peningkatan dari 994 unit pada tahun 2005 dan 979 unit pada tahun 2004; puskesmas pembantu 1.447 unit pada tahun 2006, 994 unit tahun 2005 dan 979 unit pada tahun 2004; puskesmas keliling sebanyak 566 unit pada tahun 2006, 526 unit pada tahun 2005 dan 461 unit pada tahun 2004. Sedangkan balai pengobatan menunjukkan adanya penurunan dari 3.149 unit pada tahun 2005 menjadi 2.917 unit pada tahun 2006. Sementara itu, pada tahun 2007, jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Barat adalah 199 buah dan jumlah tenaga medis di puskesmas pada tahun 2007 sebesar 20.592 orang, dengan jumlah dokter umum sebanyak 1493 orang dan dokter gigi sebanyak 620 orang. Pada tahun 2008 jumlah puskesmas di Provinsi Jawa Barat adalah 1.017 buah, sementara jumlah puskesmas pembantu 1.516 dan puskesmas keliling 697. Sedangkan jumlah tenaga medis di puskesmas pada tahun 2008 sebesar 2.233 orang masing-masing. Dokter umum sebanyak 1.570 orang dan dokter gigi

sebanyak 663 orang. Jumlah penduduk buta aksara di Jawa Barat sebanyak 561 947 dengan persentase perempuan 73.73 persen dan laki-laki 26.27 persen. Berdasarkan kondisi di atas untuk mencapai derajat kesehatan yang diharapkan, upaya yang diperlukan antara lain peningkatan akses pelayanan kesehatan, yaitu peningkatan kualitas ketenagaan, peningkatan fasilitas kesehatan serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat. 4.5 Kondisi Perekonomian Perkembangan perkonomian daerah selama kurun waktu tahun 2003 2007 diwarnai dengan terjadinya gejolak ekonomi pada tahun 2005, seiring dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Kondisi tersebut cenderung stabil sampai dengan tahun 2007. Stabilitas ekonomi makro dan kondisi keuangan nasional yang tetap terjaga hingga akhir tahun 2007, menunjukkan fundamental ekonomi nasional yang semakin membaik dalam menghadapi perubahan eksternal dan internal. Stabilitas indikator ekonomi makro nasional tersebut berimplikasi positif bagi kelanjutan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Secara umum, perekonomian Jawa Barat tahun 2007 mengalami pertumbuhan 6,48 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2 persen. Inflasi tahun 2007 tercatat sebesar 5,10 persen lebih rendah dari tahun 2006 sebesar 6,15 persen. Penurunan laju inflasi ini dikarenakan terkendalinya harga kebutuhan bahan makanan serta pasokan bahan makanan terutama beras cukup tersedia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 mencapai kisaran 6-6,5 persen di bawah prediksi pemerintah sebesar 6,8 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi global dan tingginya harga bahan bakar minyak di pasar internasional,

menyebabkan pertumbuhan ekonomi 2008 tidak sebesar target pemerintah. Penurunan pertumbuhan ekonomi global itu akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia pada tahun 2008. Untuk Provinsi Jawa Barat, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2008 mencapai 5,83 persen. Pertumbuhan ini masih didominasi oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan pertanian. Tabel 6. Distribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten/Kota ADHB (%) Kabupaten 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008* 1 Bogor 7.64 11.45 10.97 6.55 5.03 4.67 4.76 4.56 2 Sukabumi 37.74 37.78 37.92 36.42 35.60 33.57 33.21 31.87 3 Cianjur 51.21 47.03 46.76 49.31 48.64 44.65 42.17 39.35 4 Bandung 9.88 9.91 9.40 9.37 7.79 7.57 7.40 7.13 5 Garut 52.70 40.96 40.29 52.46 52.02 47.91 47.90 45.64 6 Tasikmalaya 38.99 38.25 38.11 36.48 46.38 47.24 47.14 44.57 7 Ciamis 35.21 31.81 30.37 30.79 29.80 31.93 31.83 31.32 8 Kuningan 46.45 40.62 40.51 42.78 39.58 34.62 34.01 31.39 9 Cirebon 37.96 37.47 35.52 34.33 34.99 30.76 30.16 30.54 10 Majalengka 34.82 35.13 34.65 35.89 36.55 33.67 33.87 32.48 11 Sumedang 29.75 33.65 32.65 29.00 29.14 29.03 29.02 28.97 12 Indramayu 11.96 15.72 16.02 12.81 16.32 13.37 13.54 12.88 13 Subang 35.10 42.80 40.77 38.81 37.57 38.03 37.91 37.34 14 Purwakarta 10.49 11.00 10.41 10.88 10.26 10.10 9.29 8.75 15 Karawang 13.46 16.46 14.92 10.52 9.38 8.64 8.67 8.45 16 Bekasi 2.33 2.32 2.30 2.42 2.00 1.97 2.02 2.05 Kota 17 Bogor 0.39 0.39 0.40 0.40 0.33 0.26 0.24 0.22 18 Sukabumi 5.25 3.84 4.34 5.76 5.12 4.96 4.65 4.69 19 Bandung 0.43 0.39 0.38 0.32 0.33 0.30 0.28 0.25 20 Cirebon 0.34 0.32 0.31 0.34 0.35 0.33 0.31 0.30 21 Bekasi 1.18 1.28 1.24 1.07 0.91 0.86 0.85 0.89 22 Depok 3.84 3.92 3.59 3.24 2.99 2.65 2.43 2.31 PROVINSI 15.96 15.59 14.87 13.15 11.93 11.11 11.94 11.26 Sumber: BPS (2001-2008) Keterangan: *Angka Sementara

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sabagian besar dipengaruhi oleh sektor pertanian. Hampir semua kabupaten yang ada di Jawa Barat, memiliki kontribusi pertanian terhadap PDRB diatas 30 persen, hal tersebut membuktikan bahwa sektor pertanian masih cukup berpengaruh terhadap pendapatan sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Barat. Tabel 7. Distribusi Sektor Industri terhadap PDRB Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Industri Terhadap PDRB Kabupaten/Kota ADHB (%) Kabupaten 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008* 1 Bogor 59.89 49.21 48.88 60.87 64.13 64.30 63.00 61.76 2 Sukabumi 17.45 17.03 16.84 17.45 17.16 17.14 16.86 16.87 3 Cianjur 2.64 2.76 2.73 2.66 2.63 2.77 2.88 3.03 4 Bandung 55.02 54.23 53.74 53.11 60.37 60.74 60.49 60.80 5 Garut 6.99 9.36 9.80 7.97 6.04 6.65 6.90 7.51 6 Tasikmalaya 7.10 6.87 6.84 7.49 7.53 7.87 8.06 8.35 7 Ciamis 7.41 7.19 7.16 7.42 7.04 6.82 6.64 6.53 8 Kuningan 1.76 3.56 3.58 2.06 1.99 2.03 2.03 2.05 9 Cirebon 11.06 10.76 11.12 11.12 11.26 16.23 15.48 14.82 10 Majalengka 16.87 13.49 13.67 15.50 15.97 14.76 15.16 15.70 11 Sumedang 25.00 16.91 16.89 24.56 23.56 23.58 23.58 23.29 12 Indramayu 14.32 22.48 20.42 14.90 33.31 42.68 40.62 43.51 13 Subang 14.90 5.19 5.12 10.48 12.37 12.35 12.42 11.84 14 Purwakarta 45.39 44.12 42.77 40.70 45.33 46.56 47.49 49.15 15 Karawang 44.43 34.29 36.32 50.65 52.91 53.10 53.80 54.00 16 Bekasi 80.79 82.76 82.24 79.15 80.40 80.25 79.36 78.63 Kota 17 Bogor 27.19 26.73 26.44 26.16 27.10 24.13 24.69 25.10 18 Sukabumi 3.74 3.97 4.09 3.96 4.66 4.90 5.07 5.36 19 Bandung 30.62 31.12 30.85 29.59 28.69 27.80 26.52 25.73 20 Cirebon 39.81 39.07 38.87 37.61 33.82 32.37 31.75 30.34 21 Bekasi 47.47 45.71 44.55 48.10 46.67 45.77 46.29 45.20 22 Depok 38.24 38.39 38.38 38.63 38.49 37.54 37.55 36.60 PROVINSI 38.09 37.29 36.23 40.44 44.46 45.28 44.93 44.91 Sumber: BPS (2001-2008) Keterangan: *Angka Sementara Sama halnya dengan sektor pertanian, peranan sektor industri juga tidak kalah penting. Berdasarkan Tabel 7, hanya sepertiga kabupaten/kota di Jawa Barat

yang memiliki kontribusi sektor industri terhadap PDRB dibawah 10 persen. Sedangkan di kabupaten/kota lainnya, kontribusi sektor industri terlihat cukup besar. Seperti pada Kabupaten Bogor, Bandung, Bekasi dan Kota Cimahi memiliki peranan sektor industri lebih besar dari 50 persen. 4.6 Perkembangan PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Tahun 2001-2008 Pendapatan per kapita adalah PDRB dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. PDRB per kapita dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan rakyat, meskipun tidak secara langsung menggambarkan kesejahteraan atau kemakmuran suatu kelompok masyarakat atau penduduk. (Rp Ribu) 7.000 6.800 6.600 6.400 6.200 6.000 5.800 5.600 5.400 5.200 5.000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008* Gambar 5. PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Provinsi Jawa Barat Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Keterangan: *Angka Sementara Perekonomian Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan Gambar 4.3 PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000, pada tahun 2001 PDRB per kapita sebesar Rp 5.583,45 ribu, tahun

2003 mencapai Rp 5.841,08 ribu, tahun 2005 sebesar Rp 6.141,62 ribu dan terus meningkat hingga pada tahun 2008 menjadi Rp 6.892,54. Hal tersebut membuktikan bahwa kesejateraan atau kemakmuran masyarakat di Provinsi Jawa Barat semakin meningkat. Pada tahun 2008 sektor pembentuk PDRB yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah sektor jasa-jasa disusul kemudian oleh sektor bangunan/konstruksi, sementara yang menduduki tiga besar terakhir adalah sektor pengangkutan dan komunikasi. Masing-masing 23,36 persen, 22,21 persen dan 18,24 persen. Peranan nilai PDRB pada tahun 2008 tertinggi dicapai oleh sektor industri pengolahan disusul oleh sektor perdagangan hotel dan restoran dan sektor pertanian; masing-masing sebesar 44,91 persen, 19,11 persen dan 11,26 persen. Sedangkan kontribusi terkecil diberikan oleh sektor pertambangan dan galian sebesar 2,40 persen. 4.7 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2001-2008 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada tahun 2001 hingga 2003 terus mengalami peningkatan dimulai dari 2001 sebesar 3,89 persen hingga pada 2003 sebesar 4,84 persen. Namun pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 4,77 persen. Sedangkan 2004 hingga 2007 mengalami kenaikan kembali menjadi 6,48 persen pada tahun 2007. Walaupun laju pertumuhan ekonomi pada tahun 2008 lebih rendah dibanding tahun 2007, namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kesejahteraan masyarakat Jawa Barat selama tahun 2001-2008 mengalami peningkatan (Gambar 3.4).

% 8,00 6,00 4,00 2,00 6,48 4,84 4,77 5,60 6,02 5,83 3,89 3,94 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008* Gambar 6. Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 Provinsi Jawa Barat Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Keterangan: *Angka Sementara Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari kenaikan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) pada tahun 2008 hanya mampu tumbuh sebesar 5,83 persen, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,06 persen. Kelompok sektor sekunder masih mendominasi dalam penciptaan nilai tambah di Provinsi Jawa Barat. Total Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku dari kelompok sektor sekunder pada tahun 2008 mencapai Rp 306,91 trilyun, atau meningkat 14,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 16,67 persen menjadi Rp 213,21, sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 8,43 persen menjadi Rp 82,30 trilyun di tahun 2008.