KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2017). Susu adalah suatu bahan makanan yang diperoleh dari hasil sekresi

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN KEPUSTAKAAN. sumber utama protein, kalsium, fospor, dan vitamin.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

III KERANGKA PEMIKIRAN

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

KAJIAN KEPUSTAKAAN. diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Peternakan adalah kegiatan usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam biotik

III KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah peternak sapi perah yang berada di wilayah kerja

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA Pembagian Skala Usahaternak Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KECAMATAN NGANCAR KABUPATEN KEDIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Usaha sapi perah di Indonesia sebagian besar didominasi oleh peternakan

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

Kajian Biaya, Penerimaan & Keuntungan Usahatani

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

PENGARUH KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN JUMLAH PAKAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT

ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan lain yang bersifat komplementer. Salah satu kegiatan itu adalah

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH LOKAL DAN EKS-IMPOR ANGGOTA KOPERASI WARGA MULYA DI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

I PENDAHULUAN. selesai, seekor induk sapi perah harus diafkir, dan diganti dengan induk baru yang

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

KELAYAKAN USAHA SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

BAB II. KERANGKA TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

III. METODE PENELITIAN. penerimaan yang diperoleh petani kedelai, pendapatan dan keuntungan yang

IV. METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Prawirokusumo (1990) ilmu usaha tani memperlajari bagaimana membuat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori. Prodviksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. keadaan lingkungan (agroklimat) yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

ANALISIS KINERJA USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT PADA TIGA KONDISI USAHA KOPERASI/KUD SUSU DI KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Sapi perah merupakan tipe sapi yang diseleksi dari generasi ke generasi selama bertahun-tahun sehingga banyak menghasilkan susu (Djaja, 2017). Susu adalah suatu bahan makanan yang diperoleh dari hasil sekresi keseluruhan oleh sel sekresi kelenjar susu yang didapat melalui pemerahan yang lengkap dari satu atau lebih sapi perah betina yang sedang laktasi (Soeharsono, 2008). Pada mulanya, susu diperuntukkan untuk keperluan pedet yang dilahirkan induknya. Akan tetapi, karena produksi susu ini melebihi kebutuhan pedet maka manusia memanfaatkannya. Kemampuan berproduksi susu sapi perah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut secara umum dikelompokkan ke dalam faktor genetik, lingkungan, dan interaksi keduanya. Diantara berbagai jenis bangsa sapi perah, sapi perah bangsa Fries Hollands (FH) merupakan salah satu jenis sapi yang memiliki produksi susu yang tinggi (Makin, 2011). Sapi FH memiliki produksi susu tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa lainnya (Anggraeni dkk., 2010). Akan tetapi, rata-rata produksi susu sapi FH murni yang ada di Indonesia hanya sekitar 10 liter per hari atau kurang lebih sekitar 3.050 kg per laktasi (Prihadi,1997). Produksi susu sapi FH rata-rata di negara iklim subtropis seperti di Amerika Serikat sebanyak 7.245 kg per laktasi (Sudono, dkk., 2003). Hal ini menunjukkan produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi adanya perbedaan produksi susu

9 sapi FH di wilayah yang berbeda yaitu suhu. Sapi perah akan berproduksi secara optimal pada temperatur lingkungan 5-21 o C, sedangkan kelembaban udara yang baik untuk pemeliharaan sapi perah adalah sebesar 60% dengan kisaran 50-75% (Adriyani dkk., 1980). Sapi berproduksi susu pada masa laktasi yaitu kira-kira setengah jam setelah sapi melahirkan pedet. Semakin lama masa laktasi maka jumlah susu yang dihasilkan akan semakin banyak (Anggraeni dkk., 2010). Susu yang dihasilkan akan terus meningkat hingga sapi tersebut berumur tujuh atau delapan tahun, dan kemudian setelah umur tersebut produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit. Hal ini juga perlu diperhatikan tata laksana peternakannya. Kelemahan atau kekurangan pada manajemen pemeliharaan akan mempengaruhi produktivitas ternak, termasuk tingkat produksi susu dan kualitasnya. Kunci keberhasilan usaha adalah faktor manajemen yang baik, sebab tidak saja usaha tersebut akan mendapat keuntungan tetapi juga peternakan selalu dapat mempertahankan sapisapi yang laktasi pada tingkat produksi susu yang tinggi (Soeharsono, 2008). 2.2 Usahaternak Sapi Perah Usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak (UU RI Nomor 41, 2014). Usaha peternakan sapi perah di Indonesia dibagi menjadi dua macam, yaitu usaha peternakan rakyat dan perusahaan peternakan sapi perah. Usaha peternakan rakyat adalah usaha yang digunakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi dewasa atau memiliki jumlah seluruh kurang dari 20 ekor sapi perah campuran (Menteri Pertanian Republik Indonesia, 1990). Daryanto (2009) menjabarkan bahwa dilihat dari sisi kelembagaan, sebagian besar

10 peternak sapi perah yang ada di Indonesia merupakan anggota koperasi susu. Koperasi tersebut merupakan lembaga yang bertindak sebagai mediator antara peternak dengan industri pengolahan susu. Koperasi susu sangat menentukan posisi tawar peternak dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima peternak. Usahaternak sapi perah di Indonesia masih didominasi oleh usahaternak rakyat, salah satunya usahaternak sapi perah rakyat milik Koperasi Unit Desa (KUD) Sinarjaya yang terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Usahaternak sapi perah merupakan usaha yang menguntungkan dibandingkan dengan usahaternak yang lain. Beberapa keuntungan usahaternak sapi perah menurut Nurdin (2011) yaitu : 1) peternakan sapi perah termasuk usaha yang bersifat tetap, karena produksi susu dalam suatu usaha peternakan sapi perah tidak banyak bervariasi dari tahun ke tahun jika dibandingkan dengan hasil pertanian lainnya, 2) sapi perah memiliki kemampuan untuk merubah bahan makanan menjadi protein hewani dan kalori dengan lebih efisien dibandingkan ternak lainnya, 3) jaminan pendapatan (income) dari usaha sapi perah adalah tetap, karena sapi perah akan berproduksi setiap hari secara terus menerus sepanjang tahun, 4) penggunaan tenaga kerja yang tetap dan tidak musiman, 5) pakan relatif mudah didapat dan murah, karena sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, 6) sapi perah ikut menjaga kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan, karena kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan memanfaatkan kotoran sapi perah sebagai pupuk kandang, 7) pedet jantan bisa dijual dan dijadikan sapi potong, sedangkan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu.

11 Setiap usaha mengharapkan keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki peternak (Emawati, 2011). Penggunaan faktor produksi dalam usaha ternak sapi perah perlu diperhatikan dalam mencapai suatu hasil yang maksimal. Faktor produksi (factors of productions) merupakan input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa (Mankiw, 2006). Pelaksanaan pembangunan usahaternak diperlukan penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien. Adanya pengembangan usaha dalam bidang sapi perah, maka akan dapat meningkatkan penerimaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga peternak (Rusdiana dan Sejati, 2009). 2.3 Skala Usahaternak Sapi Perah Skala usahaternak sapi perah menunjukkan jumlah kepemilikan ternak. Jumlah kepemilikan ternak sapi perah merupakan indikator keberhasilan suatu usaha peternakan sapi perah. Menurut Erwidodo (1998), skala kepemilikan sapi perah di Indonesia memiliki komposisi peternak skala kecil (kurang dari 4 ekor sapi perah) mencapai 80 persen, peternak skala menengah (4-6 ekor sapi perah) mencapai 17 persen, dan peternak skala besar (7 ekor atau lebih sapi perah) sebanyak 3 persen, dengan rata-rata kepemilikan sebanyak 3-5 ekor per peternak, serta tingkat efisiensi usahanya masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa usaha peternakan sapi perah di Indonesia masih didominasi oleh peternak skala kecil. Taslim (2011) menyatakan bahwa, skala kepemilikan sapi perah dibawah 7 ekor per peternak hasilnya tidak optimal dengan produktivitas rendah, berakibat kehidupan peternak yang stagnan, bahkan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

12 Kondisi skala usaha yang belum ekonomis ini disebabkan oleh terbatasnya modal peternak dan kesulitan dalam penyediaan pakan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi, serta kurangnya pengetahuan atau keterampilan petani yang mencakup aspek produksi, pemberian pakan, pengolahan hasil panen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi, dan pencegahan penyakit (Dameria dkk., 2013). Harga susu yang tidak sebanding dengan biaya produksi dapat dilakukan dengan mengurangi pemeliharaan ternak sapi perah non produktif. Salah satu upaya peningkatan keuntungan peternak dalam usahaternak sapi perah rakyat yaitu dengan meningkatkan jumlah ternak sapi perah produktif. Meningkatnya jumlah ternak yang dimiliki seorang peternak akan meningkatkan produktivitas hasil ternak sehingga berdampak terhadap pendapatan peternak (Murwanto, 2008). 2.4 Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan didalam melaksanakan proses produksi. Soekartawi (2002) menyebutkan setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Menurut Mankiw (2006), dua faktor produksi yang paling penting adalah modal dan tenaga kerja. Tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya agar penggunaan tenaga kerja menjadi efisien. Kegiatan usahaternak sapi perah ini membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat. Hal ini tentunya dapat membantu perekonomian keluarga pekerja usahaternak. Pemanfaatan sumber daya manusia ini tentunya perlu didukung dan ditingkatkan melalui berbagai cara, antara lain peningkatan mutu dan hasil kerja melalui pendidikan

13 formal maupun nonformal. Ilmu yang dimiliki peternak sapi perah rakyat saat ini lebih banyak diperoleh dari keluarga atau turun temurun. Tenaga kerja berdasarkan asalnya dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Jumlah tenaga kerja dalam usaha ternak sapi perah bergantung pada skala usaha yang dijalankan. Menurut Kusmaningsih, dkk (2008) dalam Priyanti, dkk (2009) mengatakan bahwa setiap 2-4 ekor sapi memerlukan sedikitnya seorang tenaga kerja untuk memelihara. Usaha dengan skala rendah atau rakyat biasanya hanya memanfaatkan tenaga kerja keluarga. Usaha dengan skala menengah dan atau skala tinggi biasanya membutuhkan tenaga kerja tambahan dari luar keluarga. Menurut Mubyarto (1989) tenaga kerja yang dimaksud dalam usahatani adalah mengenai kedudukannya. Peternak dalam usahaternak tidak hanya menyumbangkan tenaga kerja (labor) saja, tetapi sebagai pemimpin (manager) usahaternak yang mengatur organisasi produksi secara keselurahan. Jika semakin tinggi tingkat usaha, seorang peternak tentunya akan memutuskan untuk memperkerjakan tenaga kerja dan peternak memusatkan diri hanya sebagai manager (Mubyarto, 1994). Adapun pengorbanan yang dikeluarkan oleh keluarga peternak dalam menjalankan usahaternaknya, diantaranya pengorbanan tenaga, waktu, pikiran, dan modal usaha. Pengorbanan yang dikeluarkan oleh sebuah keluarga merupakan sebuah faktor produksi dalam menjalankan usaha yang tidak dibayar dengan uang. Tenaga kerja berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak peternak yang sudah dapat digolongkan kedalam tenaga kerja keluarga karena mereka mampu membantu pekerjaan-pekerjaan yang ikut menyumbang terhadap produktifitas pertanian keluarga.

14 Ketersediaan tenaga kerja di negara maju sangat terbatas, berbeda dengan negara berkembang seperti Indonesia yang jumlahnya cukup banyak dibandingkan ketersediaan modal dan lahan (Mubyarto, 1994). Curahan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh peternak di Indonesia merupakan jumlah jam kerja yang dialokasikan untuk menjalankan usahaternak. Tenaga kerja dalam kegiatan usahaternak diukur dengan menggunakan hari orang kerja (HOK). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya tenaga kerja adalah 1 HOK atau sama dengan 1 HKP (hari kerja pria) yakni jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Satu tenaga kerja pria yang bekerja 8 jam per hari sama dengan 1 HKP (Pujianto dalam Achmad dkk., 2015). Soekartawi (2003) mengemukakan bahwa hari kerja pria setara dengan 1 orang dewasa pria atau 0,75 orang dewasa wanita atau 0,5 orang anakanak. 2.5 Efisiensi Usahaternak Sapi Perah Permasalahan di usahaternak rakyat yaitu masih rendahnya pendapatan usaha. Rendahnya pendapatan peternak banyak disebabkan oleh belum efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi. Definisi efisiensi menurut Kamus Besar Ekonomi (2003) adalah hubungan atau perbandingan antara faktor keluaran (output) barang dan jasa dengan masukan (input) yang langka di dalam suatu unit kerja, atau ketetapan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya). Konsep efisiensi diperkenalkan oleh Michael Farrell dengan mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi produksi untuk menghasilkan produksi tertentu pada tingkat biaya minimum

15 Kusumawardhani, 2002). Menurut Soekartawi (1993) ada tiga kegunaan mengukur efisiensi : 1. Sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mempermudah perbandingan antara unit ekonomi satu dengan lainnya. 2. Apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi. 3. Informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena manajer dapat menentukan kebijakan perusahaan secara tepat. Menurut Sunarjono (2000) usahaternak menguntungkan atau layak diusahakan bila analisis ekonomi menunjukkan hasil layak. Adapun analisis kelayakan yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha adalah salah satunya dengan memperhitungakan nilai efisiensi usahaternak dengan menggunakan rumus nisbah TR (Total Revenue) / TC (Total Cost). Nilai efisiensi usahaternak dilambangkan dengan E. Menurut Wibowo (2013), TR merupakan jumlah penerimaan pada usahaternak, sedangkan TC merupakan jumlah biaya pada usahaternak. Nilai E dari perhitungan TR/TC tersebut dapat diketahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak (Harmono dan Andoko, 2005). Jika nilai E meningkat maka akan menunjukkan peningkatan penerimaan. Usaha dikatakan layak jika nilai E bernilai lebih besar dari 1 (E>1) yang artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secaara sederhana kegiatan usahaternak menguntungkan. Bila nilai E bernilai lebih kecil dari satu (E<1) maka artinya tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahaternak

16 mengalami kerugian. Berdasarkan sumber nilai efisiensi usahaternak tersebut diperoleh, maka dapat diketahui komponen-komponen pembentuk nilai efisiensi usahaternak sebagai berikut : 2.5.1 Total Penerimaan/Total Revenue (TR) Penerimaan usahaternak merupakan total penerimaan dari kegiatan usahaternak yang diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahaternak dapat pula diartikan sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang peternak atau bentuk imbalan jasa peternak maupun keluarganya sebagai pengelola usahaternak maupun akibat pemakaian barang modal yang dimilikinya. Menurut Soekartawi (2006) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Penerimaan tunai usahaternak adalah nilai rupiah yang diterima oleh peternak/perusahaan dari hasil penjualan produk usahaternak (Mubyarto, 1986). Penerimaan pada usahaternak terdiri atas penerimaan nyata dan penerimaan tersamar. Penerimaan nyata mencakup hasil dari penjualan dan pemanfaatan ternak yang diterima dalam bentuk uang, seperti penjualan susu dan ternak. Adapun penerimaan tersamar merupakan hasil dari ternak yang tidak diterima dalam bentuk uang, seperti penambahan nilai ternak. Penerimaan nyata dari usahaternak yaitu berupa penjualan susu, penjualan pedet (anak sapi) yang tidak digunakan untuk peremajaan, dan penjualan sapi-sapi yang produksi susunya tidak lagi optimal. Sulthoni (2008) mengatakan bahwa sumber penerimaan terbesar dalam usahaternak sapi perah adalah penjualan susu. Penerimaan yang berasal dari penjualan susu dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dimiliki, kuantitas dan kualitas susu. Semakin banyak ternak yang dimiliki maka produksi susu yang dihasilkan akan semakin banyak. Hal ini juga disampaikan

17 oleh Siregar (1995) bahwa besar kecilnya penerimaan usaha sapi perah sangat tergantung dari jumlah susu yang diproduksi dan harga penjualan susu. Adapun penerimaan tersamar hasil usahaternak sapi perah yaitu dari penambahan nilai ternak. Penerimaan tunai didasarkan pada hasil penjualan produksi usahaternak berupa ternak, sedangkan penerimaan yang diperhitungkan pula yaitu nilai ternak akhir dan nilai hasil ternak (Soekartawi, 2002). Keuntungan dapat dicapai jika jumlah selisih penerimaan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan dan kerugian, harus dilakukan pencatatan biaya dan penerimaan. Tujuan pencatatan biaya dan penerimaan adalah agar peternak dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usahanya (Murtidjo, 1995). 2.5.2 Total Biaya/Total Cost (TC) Biaya yang dikeluarkan oleh seorang peternak dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi, termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar. Biaya merupakan suatu pengorbanan yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang atau jasa yang digunakan dalam suatu usaha. Biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan (Gittinger, 1986). Adapun menurut Rasyaf (1996) biaya produksi merupakan penjumlahan antara biaya tetap (fixed cost) dengan biaya variabel (variable cost). Adapun 2 (dua) pengelompokan biaya menurut Rasyaf (1996) yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang

18 penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat bangunan peternakan. Adapun biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya tergantung pada skala produksi, misalnya biaya untuk membeli bibit ternak, obat pembasmi hama dan penyakit, upah tenaga kerja dan biaya pakan ternak. Pembiayaan tersebut dapat pula diklasifikasikan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung juga sering disebut farm expenses yaitu biaya produksi yang betul-betul dikeluarkan oleh peternak. Istilah ini biasanya dipergunakan untuk mencari pendapatan peternak (farm income). Adapun biaya tidak langsung adalah biaya-biaya tidak langsung yang dipergunakan dalam proses produksi, seperti penyusutan alat, kandang, dan sebagainya (Soekartawi, 2006). Nilai penyusutan untuk bangunan dan peralatan kandang diperoleh dengan cara menghitung nilai pakai dari barang tersebut. Nilai pakai ini merupakan selisih antara nilai pembelian barang dengan nilai akhir dibagi dengan waktu pemakaian (Hermanto, 1993).