I. PENDAHULUAN. bagian integral dari keberhasilan sektor pertanian di Indonesia. Oleh karena itu,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

V. DESKRIPSI WILAYAH DAN RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. umum rumahtangga petani peternak sapi sebagai responden. Keadaan umum wilayah

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

DISERTASI FEMI HADIDJAH ELLY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub sektor dalam sektor pertanian merupakan bagian integral dari keberhasilan sektor pertanian di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan kualitas gizi masyarakat serta pengembangan ekspor. Adanya perbaikan tingkat pendapatan dan kesejahteraan rakyat, konsumsi protein hewani diperkirakan akan terus meningkat disamping peluang dan potensi pasar domestik, komoditas peternakan juga mempunyai potensi pasar ekspor yang cukup besar. Peternakan di Indonesia mempunyai potensi cukup baik untuk dikembangkan, karena potensi sumberdaya yang cukup besar. Berdasarkan potensi yang ada ini maka sub sektor peternakan mempunyai peluang investasi dalam pengembangannya. Peluang investasi ini disebabkan beberapa hal, yaitu : (1) pasar dalam negeri merupakan potensi yang sangat besar dan menjanjikan dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, (2) adanya globalisasi perdagangan seperti WTO, AFTA dan APEC menjadi peluang pasar yang besar apabila pengusaha nasional dapat memanfaatkannya, (3) berkembangnya industri-industri yang membutuhkan bahan baku hasil-hasil peternakan seperti industri pengalengan dan pengolahan daging, sosis, industri pengolahan susu, mentega dari susu, industri pakan ternak dan lainlain, dan (4) pemanfaatan diversifikasi produk karena sifat produk peternakan yang mudah rusak dan penurunan kualitas diperlukan pengolahan lebih lanjut. Hal ini

2 memberikan peluang pengembangan industri pengolahan lainnya untuk dapat meningkatkan nilai tambah lebih lanjut. Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 1.6 persen per tahun, diikuti dengan peningkatan pendapatan dan perubahan pola konsumsi pangan asal hewani terutama daging dari tahun ke tahun menunjukkan trend yang meningkat. Kenaikan permintaan ini belum mampu terpenuhi dengan produksi ternak sapi Indonesia. Kenyataan ini dapat dilihat dari produksi sapi yang ada selama kurun waktu 1998-2002 mengalami penurunan 0.97 persen (Direktorat Pengembangan Peternakan, 2003). Oleh sebab itu sub sektor ini masih potensial untuk dikembangkan masyarakat petani dalam rangka meningkatkan pendapatan. Peternakan di Sulawesi Utara merupakan salah satu bagian dalam pembangunan sektor pertanian. Kegiatan ekonomi yang berbasis peternakan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki prospek ke depan. Salah satu strategi pembangunan wilayah yang potensial mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah adalah pengembangan agribisnis. Agribisnis berbasis peternakan memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi sumber pertumbuhan sektor pertanian yang baru. Disamping itu agribisnis peternakan merupakan sumber bahan pangan strategis sepanjang masa, seperti daging, telur, susu dan produk olahannya (Saragih, 2000). Konsentrasi perkembangan agribisnis peternakan mengikuti faktor keunggulan wilayah (local comparative advantage) yang relevan dengan kebutuhan sistem agribisnis peternakan itu sendiri. Kontribusi peternakan terhadap pembangunan ekonomi di Sulawesi Utara dapat dilihat pada pertumbuhan PDRB yaitu sebesar 4.86 persen tahun 2004. Dengan

3 demikian kemajuan pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sekarang dan masa mendatang masih bersumber pada peternakan. Salah satu fenomena yang cukup relevan untuk dikaji dalam kaitannya dengan agribisnis peternakan yaitu sejauhmana kontribusi peternakan dalam menunjang pembangunan ekonomi wilayah Sulawesi Utara. Penggunaan lahan pertanian di Sulawesi Utara semakin kecil disebabkan beralihnya fungsi lahan menjadi lahan pemukiman. Kondisi ini menyebabkan strategi pembangunan pertanian tidak lagi berdasarkan penggunaan lahan luas (non land base agriculture). Salah satu alternatif yang dapat menunjang penggunaan lahan yang tidak berorientasi penggunaan lahan luas adalah usaha ternak sapi. Secara geografis, Sulawesi Utara adalah salah satu daerah yang sangat strategis untuk kawasan Asia Pasifik merupakan pintu gerbang lalu lintas keluar masuknya aneka barang perdagangan. Keadaan ini memberikan peluang pasar bagi usaha-usaha yang ada termasuk usaha ternak sapi. Ternak sapi merupakan salah satu ternak yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Sulawesi Utara. Ternak ini memiliki peran dalam penyediaan bahan makanan berupa daging, sebagai salah satu sumber pendapatan bagi rumahtangga petani peternak di pedesaan dan sumber tenaga kerja. Ternak selain sebagai penyedia lapangan kerja, tabungan dan sumber devisa yang potensil serta untuk perbaikan kualitas tanah. Ternak sapi di Sulawesi Utara telah dijadikan sebagai ternak andalan yang ditetapkan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah khususnya dari subsektor peternakan. Sulawesi Utara mempunyai potensi pengembangan usaha ternak sapi cukup tinggi jika ditinjau dari potensi sumberdaya alam seperti ketersediaan sumberdaya

4 lahan, pakan, sumberdaya ternak, sumberdaya manusia serta permintaan. Potensi permintaan baik untuk konsumsi daging lokal maupun antarpulau. Bila dilihat dari pemanfaatan lahan, masih banyak lahan yang tersedia belum dimanfaatkan sebagai kawasan peternakan. Total luas wilayah Sulawesi Utara sebesar 1 527 219 ha, sekitar 8.28 persen atau seluas 126 462 ha merupakan lahan semak dan alang-alang (BPS, 2005), yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi lahan usaha peternakan. Ketersediaan pakan berupa hijauan pada padang rumput yang tumbuh secara alamiah di sekitar perkebunan dan limbah pertanian selama ini merupakan sumber pakan utama bagi usaha ternak sapi. Selama ini petani peternak sapi lokal menggunakan pakan organik yang dapat memberikan keuntungan bagi petani peternak maupun konsumen. Keuntungan bagi petani peternak adalah pakan organik murah dan mudah diperoleh. Sedangkan keuntungan bagi konsumen, ternak sapi lokal yang diberi pakan organik menghasilkan daging yang lebih sehat. Untuk pengembangan usaha ternak sapi dapat diusahakan penanaman jenis rumput gajah atau rumput setaria bersamaan dengan leguminosa pada batas-batas perkebunan rakyat atau pada lahan yang belum dimanfaatkan. Pemerintah dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara telah melalukan berbagai langkah dalam menunjang pengembangan peternakan ini. Kebijakan pemerintah yang dilakukan diantaranya adalah dengan memberikan bantuan baik dalam bentuk ternak sapi maupun dalam bentuk uang kepada kelompokkelompok petani yang dibentuk pemerintah. Bantuan ternak diberikan dalam rangka pengembangan kawasan integrasi ternak sapi di Kabupaten Minahasa yang terdiri dari beberapa kecamatan. Sedangkan bantuan dana diberikan untuk usaha kegiatan

5 kelompok BPLM (Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat) di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Perkembangan populasi ternak sapi di Sulawesi Utara tahun 2000 2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak Sapi di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004 T a h u n Jumlah Ternak (Ekor) Pertumbuhan (%) 2000 276 524-2001 132 514-52.08 2002 132 739 0.17 2003 134 624 1.42 2004 124 444-7.56 Sumber : Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Tahun 2005 Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2001 populasi ternak sapi mengalami penurunan yang sangat besar yaitu 52.08 persen kemudian tahun 2002 dan 2003 mengalami peningkatan walaupun naiknya sangat kecil. Pada tahun 2004 populasi ternak sapi mengalami penurunan lagi sebesar 7.56 persen. Penurunan populasi ternak ini disebabkan beberapa hal diantaranya tingkat penerapan tehnologi rendah, tingkat kematian ternak tinggi, tingkat kelahiran rendah dan pemeliharaan sebagai usaha sampingan. Namun, bila dilihat dari produksi daging (termasuk daging sapi) ternyata pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 5.78 persen (Tabel 2). Bila dilihat dari sumberdaya manusia, Sulawesi Utara mempunyai tenagatenaga tehnis bidang peternakan yaitu sarjana-sarjana peternakan dan dokter hewan, serta penyuluh bidang peternakan. Juga terdapat inseminator yang telah dilatih khusus oleh pemerintah. Keadaan ini sangat menunjang pengembangan usaha ternak sapi bila semua tenaga-tenaga ahli dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

6 Tabel 2. Produksi Daging Sapi di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004 Tahun Produksi Daging (Kg) Pertumbuhan (%) 2000 18 321 142-2001 19 236 851 4.99 2002 20 230 816 5.17 2003 20 429 071 0.98 2004 21 609 680 5.78 Sumber : Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Tahun 2005 Permintaan daging untuk konsumsi lokal beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan cukup signifikan sehingga merupakan peluang pasar yang baik untuk pengembangan ternak sapi potong. Kondisi ini dapat dilihat dari peningkatan konsumsi protein hewani lima tahun terakhir (Tabel 3). Tabel 3. Total Konsumsi Protein Hewani Asal Ternak di Sulawesi Utara Tahun 2000-2004 Tahun Konsumai (Kg) Konsumsi Prot Hewani Daging Telur Susu (Gram/Kap/Hari) 2000 13 079 923 4 854 043-3.58 2001 13 659 823 4 969 686-3.72 2002 14 576 196 5 113 812 6 863 000 4.01 2003 15 763 342 6 261 571 7 000 000 4.47 2004 17 656 677 6 681 450 9 000 000 4.80 Sumber : Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Tahun 2005 Tabel 3 menunjukkan konsumsi protein hewani asal ternak sebesar 3.58 gram per kapita per hari (tahun 2000) menjadi 4.80 gram per kapita per hari (tahun 2004) atau meningkat sebesar 34.08 persen. Bila dibandingkan dengan target kebutuhan protein hewani sebagaimana direkomendasikan pemerintah berdasarkan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1993 sebesar 6 gram per kapita per hari, berarti tingkat pencapaian tahun 2004 sudah sebesar 80.00 persen. Konsumsi protein hewani asal

7 ternak yang bersumber dari daging (termasuk daging sapi) juga mengalami peningkatan. Populasi ternak maupun produksi daging pada tahun tertentu mengalami penurunan, namun konsumsi protein hewani asal ternak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Banyaknya pemotongan ternak sapi pada tahun 2004 mencapai 17 422 ekor atau 13.40 persen dari populasi ternak sapi keseluruhan yaitu 124 444 ekor. Hal ini di luar ternak sapi yang diantarpulaukan. Tahun 2005 pemotongan ternak meningkat menjadi 17 683 ekor (angka sementara) (Laporan Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, 2005). Kecenderungan meningkatnya permintaan daging sapi setiap tahunnya, seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, tingkat pendapatan dan pertumbuhan ekonomi serta kesadaran akan pentingkan protein hewani dimasing-masing wilayah. Ternak sapi di Sulawesi Utara mempunyai masa depan dan potensi pasar yang menggembirakan. Selain memberikan tambahan pendapatan kepada petani peternak, ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan ternak antar pulau. Sulawesi Utara setiap tahun melakukan perdagangan ternak sapi atau mengantarpulaukan melalui pelabuhan Bitung dan Labuan Uki yaitu ke Maluku, Irian Jaya, Jakarta dan Kalimantan Timur (Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, 2005). Perdagangan antar pulau ternak sapi di Sulawesi Utara tahun 1997 sampai dengan tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada tahun 1998 perdagangan antar pulau ternak sapi mengalami penurunan sebesar 13.43 persen, namun tahun 1999 dan 2000 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 6.89 persen dan 9.67 persen.

8 Tabel 4. Perdagangan Antar Pulau Ternak Sapi di Sulawesi Utara Tahun 1997-2000 Tahun Jumlah Ternak Pertumbuhan (Ekor) (%) 1997 6 700-1998 5 800-13.43 1999 6 200 6.89 2000 6 800 9.67 Sumber : Disperindag SULUT, 2002 Adanya prospek perdagangan ternak sapi yang baik dan konsumsi lokal yang semakin meningkat, juga adanya permintaan hotel-hotel berbintang dan restoran maka perlu diadakan peningkatan jumlah populasi ternak sapi. Mengingat pada tahun 2004 populasi ternak mengalami penurunan maka kemungkinan besar permintaan pasar yang ada tidak dapat dipenuhi. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya impor ternak sapi maupun daging sapi. Jadi lambatnya pertumbuhan produksi sapi lokal, seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk menyebabkan pasokan daging sapi tidak mencukupi. Berdasarkan pemikiran dan kenyataan tersebut di atas, maka tantangan ke depan adalah bagaimana memberdayakan ekonomi rakyat melalui pembangunan peternakan pedesaan secara terpadu. Untuk memberdayakan ekonomi rakyat tidak lepas dari permasalahan ekonomi rumahtangga pedesaan. Rumahtangga yang dimaksud adalah rumahtangga petani peternak sapi sebagai pelaku utama dalam kegiatan ekonomi peternakan rakyat. Dalam kaitannya dengan rumahtangga tersebut perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis kondisi ekonomi dan perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara.

9 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan data sensus pertanian tahun 2003 rumahtangga petani di Indonesia berjumlah 2 486 675 dan 305 314 petani diantara jumlah tersebut terdapat di Sulawesi Utara. Berdasarkan jumlah rumahtangga petani di Sulawesi Utara, 63 577 merupakan rumahtangga peternak (Sensus Pertanian, 2003). Data ini dijadikan sebagai penunjang dilakukannya penelitian rumahtangga peternak di Sulawesi Utara khususnya peternak sapi. Usaha ternak sapi di Sulawesi Utara sebagian besar merupakan usaha peternakan rakyat dan sampai saat ini masih dikelola secara tradisional. Peternakan rakyat menurut KEPMEN No. 404 tahun 2002 adalah usaha peternakan yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan, jumlah maksimum kegiatannya untuk ternak sapi potong adalah 100 ekor. Namun usaha peternakan tersebut belum mencapai maksimum seperti dinyatakan dalam KEPMEN tersebut. Ciri-ciri usaha ternak rakyat adalah skala usahanya kecil, motif produksi rumahtangga, dilakukan sebagai usaha sampingan, menggunakan tehnologi sederhana yang masih tradisional. Pengertian tehnologi tradisonal disini adalah (i) pemilihan bibit kurang baik (induk maupun pejantan), (ii) penggunaan pejantan apa adanya, (iii) perkandangan yang sangat sederhana, (iv) manajemen pakan kurang baik yaitu pemberian pakan secara umum digembalakan di kebun dan lahan-lahan umum, dan (v) kontrol kesehatan ternak kurang dilakukan. Kondisi ini yang menyebabkan produksi ternak sapi di Sulawesi Utara rendah dan mutu produksinya bervariasi, serta bersifat padat karya. Karakteristik rumahtangga petani peternak sapi selain melakukan kegiatan pertanian seperti perkebunan (kelapa), menanam padi, palawija dan tanaman

10 musiman lainnya juga beternak sapi. Namun karakter utama rumahtangga petani peternak menunjukkan usaha ternak adalah usaha sampingan keluarga yang turun temurun dan kebanyakan dikerjakan oleh anggota keluarga. Penggunaan tenaga kerja anggota rumahtangga dalam mengelola usaha ternak dilaksanakan secara bergantian dan tidak dibatasi secara khusus. Dalam hal ini berpeluang untuk memanfaatkan seluruh anggota rumahtangga dalam usaha sampingan tersebut, sehingga jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang terserap tidak mengalami variasi dari tahun ke tahun. Karakter lain yang sangat mempengaruhi usaha ternak adalah modal usaha tidak memadai untuk pengembangan usaha. Terdapat tiga unsur utama yang menentukan produktivitas ternak sapi yaitu (1) penggunaan bibit, (2) pakan yang diberikan, dan (3) pengelolaan. Pengelolaan usaha ternak sapi sepenuhnya tergantung peran rumahtangga petani peternak. Pengelolaan ini mencakup pengambilan keputusan dalam hal : jumlah ternak yang dipelihara, cara-cara pemeliharaan dan perkandangan, cara memberi pakan, jenis pakan yang diberikan, pemeliharaan kesehatan ternak, cara penanganan hasil ternak, pemasaran, pengaturan reproduksi, dan pengaturan tenaga kerja. Tenaga kerja anggota keluarga dialokasikan untuk bekerja pada usaha ternak dan usahatani diantaranya usahatani tanaman kelapa, tanaman pangan dan tanaman lainnya. Dalam usaha ternak sapi, tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk memberi pakan, memandikan ternak dan memindahkan ternak dari satu tempat ke tempat yang lain. Bila terjadi kekurangan pakan berupa rumput atau jerami maka petani peternak sapi dan anggota keluarganya mencari rumput di tempat lain yang jauh dari lahan pertaniannya.

11 Kemampuan rumahtangga petani peternak sapi dalam meningkatkan produksi ternak sebagai sumber pendapatan ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal rumahtangga. Faktor internal dimaksud diantaranya luas lahan, skala ternak, bibit, pakan, jumlah dan kualitas tenaga kerja, modal serta penguasaan tehnologi. Juga termasuk umur, pengalaman, pendidikan formal maupun pendidikan informal (penyuluhan). Sedangkan faktor eksternal adalah kebijakan pemerintah seperti penyediaan infrastruktur dan regulasi terhadap output dan input produksi ternak. Beberapa kebijakan pemerintah yang telah dicanangkan di Sulawesi Utara dalam rangka pengembangan kawasan integrasi ternak sapi diantaranya bantuan ternak sapi induk dan program usaha kegiatan kelompok BPLM. Bantuan berupa ternak induk diberikan bagi rumahtangga petani peternak di Kabupaten Minahasa tahun 1996-2000. Kenyataan di lapangan menunjukkan tingkat kematian ternak sapi induk cukup tinggi yaitu 14.7 sampai 36.40 persen. Tingkat kematian ternak paling tinggi adalah di Kecamatan Dimembe. Sedangkan program usaha kegiatan kelompok BPLM diberikan bagi rumahtangga petani peternak di Minahasa, Bolaang Mongondow, Sangihe Talaud dan Kotamadya Bitung tahun 2001-2004. Pada rumahtangga dengan bantuan BPLM, tingkat kematian ternak sapi rendah tetapi tingkat kelahirannya juga rendah yaitu di bawah 50 persen. Hal ini disebabkan dampak faktor internal petani peternak maupun faktor eksternal seperti dijelaskan di atas. Tujuan program bantuan pemerintah adalah untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga petani peternak. Bantuan ternak ini diharapkan sebagai ternak potong, jadi tujuan pemeliharaannya untuk penggemukan. Hasil penelitian Suwandi (2005)

12 menunjukkan bahwa pemeliharaan ternak sapi untuk pembibitan memerlukan waktu selama 16.0 bulan. Sedangkan pemeliharaan untuk penggemukan sapi hanya sekitar enam bulan. Namun karena petani peternak adalah rumahtangga yang tidak orientasi bisnis seperti pengusaha peternakan, ternak sapi digunakan sebagai tenaga kerja untuk mengolah lahan pertanian dan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian. Rumahtangga petani peternak mempunyai persepsi yang berbeda dengan pemerintah. Walaupun sebenarnya tenaga kerja ternak juga merupakan sumber pendapatan bagi rumahtangga. Hal ini mengindikasikan bahwa salah satu penyebab usaha ternak sapi tidak bisa berkembang karena tujuan program pemerintah dalam memberikan bantuan berbeda dengan tujuan rumahtangga dalam memelihara ternak. Dalam menghadapi permasalahan tersebut diperlukan kebijakan lebih tepat agar perbedaan persepsi antara pemerintah dan rumahtangga dapat diminimalkan. Fenomena lain yang terjadi di Sulawesi Utara, ternak sapi yang dijual adalah ternak yang sudah tua atau ternak afkir sehingga harga yang dibayar pedagang sesuai kondisi ternak. Walaupun demikian, ternak sebagai tenaga kerja dapat dijadikan alternatif penambah pendapatan bagi rumahtangga bila ternak disewa oleh petani lain. Selain itu, dalam hal penjualan yang dilakukan peternak sebagian besar pedagang yang mendatangi peternak sehingga harga yang dijual peternak dikurangi dengan biaya transaksi diantaranya biaya transportasi. Berapa besar biaya transaksi yang ditentukan sepihak oleh pembeli tidak diketahui oleh peternak yang mengakibatkan terjadinya imperfect market. Dengan demikian harga yang diterima peternak lebih murah dibanding apabila peternak menjual sendiri. Dalam melakukan transaksi penjualan sapi, rumahtangga juga menggunakan perantara. Sebagai balas jasa,

13 rumahtangga memberikan upah kepada perantara. Berapa besar upah yang diberikan rumahtangga juga ditentukan oleh perantara. Upah perantara tersebut juga dinyatakan sebagai biaya transaksi. Implikasinya biaya transaksi adalah masalah yang mempengaruhi keputusan rumahtangga dalam produksi, alokasi tenaga kerja maupun keputusan konsumsi. Peningkatan biaya transaksi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar (market failure). Menurut Matungul, et al. (2006), biaya transaksi yang sangat tinggi dapat mempengaruhi pasar input dan pasar output. Selanjutnya Dutilly-Diane, et al. (2003) mempelajari kegagalan pasar pada rumahtangga petani peternak. Fenomena-fenomena seperti dijelaskan di atas merupakan perilaku rumahtangga petani peternak sebagai produsen dalam aktivitas ekonomi. Rumahtangga sebagai produsen dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak apakah sebagai ternak potong atau ternak kerja dengan tujuan peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan ini berkaitan dengan peningkatan konsumsi. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh rumahtangga maka ada kecenderungan peningkatan pengeluaran untuk konsumsi. Namun peningkatan pendapatan juga sangat berkaitan dengan harga output maupun harga input. Harga yang diterima rumahtangga ditentukan oleh pedagang, disisi lain harga input terus meningkat disebabkan kondisi perekonomian Negara kita yang berdampak sampai ke daerah-daerah. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah adanya kebijakan pemerintah dalam hal penentuan harga output maupun harga input. Perilaku rumahtangga dalam pengambilan keputusan terhadap aktivitas ekonomi perlu diketahui untuk menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan

14 keadaan ekonomi rumahtangga. Semua keputusan rumahtangga baik keputusan pengaturan tenaga kerja, keputusan produksi, keputusan konsumsi saling mempengaruhi satu sama lain. Sehingga perlu dilakukan analisis secara simultan untuk mengkaji keterkaitan keputusan rumahtangga serta pengaruh biaya transaksi terhadap keputusan rumahtangga tersebut. Berdasarkan pemikiran di atas, permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur dan berapa besar biaya transaksi usaha ternak sapi tanaman di Sulawesi Utara. 2. Bagaimana model ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi tanaman di Sulawesi Utara dengan memasukkan komponen biaya transaksi. 3. Bagaimana pengaruh biaya transaksi terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman dalam penggunaan input, produksi dan pengeluaran di Sulawesi Utara. 4. Bagaimana dampak perubahan biaya transaksi, harga output dan harga input terhadap penggunaan input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani usaha ternak sapi-tanaman di Sulawesi Utara. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan maka penelitian ini secara umum bertujuan mempelajari dampak biaya transaksi terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman di Sulawesi Utara. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

15 1. Menganalisis struktur dan besarnya biaya transaksi usaha ternak sapi tanaman di Sulawesi Utara. 2. Membangun model ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi tanaman di Sulawesi Utara dengan memasukkan komponen biaya transaksi. 3. Menganalisis pengaruh biaya transaksi terhadap keputusan ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman dalam penggunaan input, produksi dan pengeluaran rumahtangga di Sulawesi Utara. 4. Menganalisis dampak perubahan biaya transaksi, harga output dan harga input terhadap penggunaan input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman di Sulawesi Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai : 1. Penambah pengetahuan dalam rangka pengembangan ilmu ekonomi khususnya ilmu ekonomi rumahtangga dan pembangunan peternakan. 2. Bahan masukan bagi pengambil kebijakan bidang peternakan untuk peningkatan pendapatan rumahtangga petani usaha ternak sapi - tanaman pada khususnya dan pendapatan masyarakat Sulawesi Utara pada umumnya. 3. Bahan acuan untuk penelitian lanjutan. 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei dan pengamatan langsung untuk memperoleh data primer, dengan ruang lingkup dan keterbatasan sebagai berikut :

16 1. Wilayah penelitian di Sulawesi Utara dibatasi pada daerah dengan populasi ternak sapi tertinggi dan merupakan daerah basis peternakan sapi yaitu Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mongondow. 2. Penelitian ini dilakukan pada level rumahtangga petani peternak sapi tradisional di Sulawesi Utara. Penelitian ini mempelajari perilaku ekonomi rumahtangga petani usaha ternak sapi-jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi-kelapa di Bolaang Mongondow. 3. Dalam penelitian ini tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja sewa tidak didisagregasikan berdasarkan tenaga kerja suami, isteri dan anak atau tenaga kerja pria dan wanita. 4. Biaya transaksi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya transaksi penjualan sapi dari rumahtangga petani peternak sapi ke pedagang pengumpul, petani peternak sapi ke tukang potong/rph dan petani peternak ke petani lain. 5. 6. Biaya transaksi dalam pasar tenaga kerja tidak dianalisis dalam penelitian ini. Kebijakan pemerintah sebagai salah satu faktor penunjang pengembangan usaha ternak sapi di Sulawesi Utara. Kebijakan yang dipelajari diantaranya kebijakan harga output dan harga input. Penelitian ini juga mempelajari dampak non kebijakan diantaranya biaya transaksi dan peningkatan upah.