1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan fisik merupakan salah satu kegiatan yang terus menerus dilakukan pemerintah untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam menjalankan segala aktifitasnya. Pembangunan fisik, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana, secara nyata merupakan salah satu indikasi kemajuan suatu bangsa. Prasarana dan sarana transportasi dapat diambil sebagai contoh. Negara berkembang identik dengan prasarana transportasi yang kurang baik dan sarana transportasi yang cenderung macet. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum. Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peran penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk keamanan nasional serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, dikeluarkan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (selanjutnya disebut Undang-Undang Jalan) beserta peraturan perundangan pendukungnya. Pasal 1 butir 4 Undang-
2 undang Jalan menyebutkan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Kenyataan menunjukkan bahwa panjang dan pertumbuhan jalan tidak berkorelasi positif dengan pertumbuhan kendaraan yang melalui jalan. Akibat langsung dari korelasi seperti ini adalah tersendatnya alur lalu lintas dan bahkan menyebabkan kemacetan. Salah satu solusi yang paling cepat adalah menambah panjang jalan. Permasalahan utama solusi semacam ini adalah masalah pembiayaan atau dana pembangunan jalan. Dana yang dianggarkan pemerintah relatif terbatas, sehingga untuk pembangunan jalan diperlukan partisipasi masyarakat. Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Jalan memberikan definisi mengenai Jalan Tol. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa jalan tol dibangun dan digunakan oleh pengguna jalan tol, yang implementasinya muncul dalam bentuk investasi pembangunan jalan tol. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009, menyebutkan bahwa pengelolaan jalan tol yang meliputi pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol dikelola oleh suatu badan hukum milik negara. PT. Jasa Marga (Persero) merupakan badan hukum milik negara yang diberi kewenangan untuk mengelola jalan tol di Indonesia. Di dalam praktek, PT. Jasa Marga (Persero) tidak mampu secara mandiri membangun jalan tol di Indonesia yang jumlah
3 ruasnya semakin banyak. PT. Jasa Marga (Persero) membuka kesempatan bagi investor untuk berinvestasi membangun jalan tol di Indonesia. Secara yuridis ada dua pola yang dapat dilakukan dalam investasi pembangunan jalan tol, Pertama dengan pola BOT (Built, Operate and Transfer) Agreement, dan yang kedua dengan pola Join Operational Agreement (Perjanjian Kerja Sama Operasional/KSO). Masing-masing pola mempunyai karakteristik sendiri dan dapat dipilih berdasarkan kondisi keuangan investor, pengembangan jalan dan nilai strategis jalan. Salah satu ruas jalan tol yang dibangun dengan melibatkan investor adalah ruas tol Surabaya Gresik Jawa Timur. Pembangunan jalan tol Surabaya Gresik melibatkan 2 investor yang bersama-sama PT. Jasa Marga (Persero) membentuk satu badan hukum baru untuk mengelola jalan tol tersebut. Dasar untuk membentuk badan hukum baru dalam kasus tersebut di atas adalah Perjanjian Pemberian Kuasa yang dibuat secara notariil. Melihat karakteristiknya, pola pembangunan jalan tol ruas Surabaya Gresik termasuk Join Operational Agreement atau Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO). Akan tetapi dasar yang digunakan dalam pembangunan jalan tol tersebut adalah Perjanjian Pemberian Kuasa. Secara yuridis, karakteristik Perjanjian Kerja Sama Operasional berbeda dengan Perjanjian Pemberian Kuasa. Demikian pula implikasi yuridis yng timbul dari keduanya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana tersebut di atas, dalam tesis ini diajukan permasalahan sebagai berikut :
4 1. Apakah Perjanjian Pemberian Kuasa dalam pengelolaan jalan tol Surabaya - Gresik dapat dikonstruksikan sebagai Join Operational Agreement atau Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO)? 2. Bagaimana implikasi yuridis terhadap Perjanjian Pemberian Kuasa seperti dalam kasus pengelolaan jalan tol Surabaya - Gresik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui apakah Perjanjian Perjanjian Kuasa dalam pengelolaan jalan tol Surabaya Gresik dapat dikonstruksikan sebagai Join Operational Agreement atau Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO). b. Untuk mengetahui implikasi yuridis terhadap Perjanjian Pemberian Kuasa dalam kasus pengelolaan jalan tol Surabaya Gresik. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat guna penyusunan tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Peneliti telah melakukan penulusuran terhadap hasil-hasil penelitian dan karyakarya ilmiah lainnya, namun tidak menemukan permasalahan yang sama dengan yang peneliti angkat dalam penelitian ini. Namun demikian terdapat beberapa hasil
5 penelitian yang memuat sebagian unsur-unsur dari penelitian ini namun berbeda dalam pengkajian permasalahannya. Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain adalah : 1. Penelitian yang berjudul Penarikan Retribusi Pada Jalan dan Jembatan Mahakam Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kertanegara yang disusun oleh Abu Chairin, SH., mahasiswa Program Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama apakah penarikan retribusi pada jalan dan jembatan tersebut sah menurut peraturan perundangan yang ada. Kedua, apakah Peraturan Daerah yang menjadi dasar penarikan retribusi dapat dibatalkan, dan ketiga apa implikasi yuridis jika Peraturan Daerah yang menjadi dasar penarikan retribusi dibatalkan. 2. Penelitian yang berjudul Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Jual Beli yang dilakukan oleh Iskandar Nanang, SH., mahasiswa Program Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2007. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama tentang keabsahan kuasa mutlak dan kedua tentang perlindungan hukum bagi pemberi kuasa. 3. Penelitian yang berjudul Akibat Hukum Kuasa Yang Tidak Dilaksanakan yang dilakukan oleh Denny Rahmat, SH., mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama tentang hal-hal yang dapat dituntut oleh pemberi kuasa, dan kedua tentang dapat tidaknya dikualifikasi sebagai wanprestasi.
6 Penelitian tentang Konstruksi Hukum Pemberian Kuasa Pengelolaan Jalan Tol (Studi Kasus Jalan Tol Surabaya Gresik) ini jelas berbeda dengan ke tiga penelitian tersebut di atas. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli.