BAB I PENDAHULUAN. dilakukan pemerintah untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam menjalankan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara adalah infrastruktur jalan. Menurut Undang Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. JABODETABEK (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pada khususnya, maka kebutuhan akan pendanaan menjadi hal yang utama bagi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR: SK 3229/AJ 401/DRJD/2006 TENTANG TATA CARA PENOMORAN RUTE JALAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Transportasi memegang peranan penting dalam perkotaan dapat salah satu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERIAN NAMA JALAN DAN TEMPAT-TEMPAT UMUM DI KABUPATEN LAMONGAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan kereta api merupakan suatu organisasi yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 22 Tahun 2010 TENTANG PENGENDALIAN LALULINTAS ANGKUTAN BARANG DI RUAS JALAN CADAS PANGERAN GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

BAB I PENDAHULUAN. seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Hal ini

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM. Nomor : 11 /PRT/M/2010 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN LAIK FUNGSI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

WALIKOTA PONTIANAK PROPINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 67 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas perekonomian terus meningkat begitu pula dengan aktifitas kendaraan guna

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun 2015 ini," ujar Andi G Wirson. Hal tersebut menandakan bahwa

2015 ANALISA KINERJA STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PARKIR DI TEPI JALAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN TEORI

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Modal dengan jumlah tertentu untuk membiayai proses usaha dengan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 04/PRT/M/2012 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong kemajuan bangsa. Pembangunan infrastruktur sendiri sangat

BAB I PENDAHULUAN. dari sarana pengangkutnya. Hal tersebut akan mempengaruhi lancar tidaknya. dapat dipastikan proses perdagangan akan terhambat.

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk.

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati jurang,

BAB I PENDAHULUAN. melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan pemilikkan kendaraan, perluasan kota serta peningkatan aktivitas

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. majunya pertumbuhan perekonomian suatu daerah atau negara. Transportasi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. menggembirakan. Perbankan Syariah mampu tumbuh +/- 37% sehingga total

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERSEROAN TERBATAS JASA MARGA BALI TOL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN TENTANG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DENGAN PENGANGGARAN TAHUN JAMAK

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 05/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN POHON PADA SISTEM JARINGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor : 11 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN JALAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur merupakan public service obligation, yaitu sesuatu yang

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan fisik merupakan salah satu kegiatan yang terus menerus dilakukan pemerintah untuk menunjang kehidupan masyarakat dalam menjalankan segala aktifitasnya. Pembangunan fisik, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana, secara nyata merupakan salah satu indikasi kemajuan suatu bangsa. Prasarana dan sarana transportasi dapat diambil sebagai contoh. Negara berkembang identik dengan prasarana transportasi yang kurang baik dan sarana transportasi yang cenderung macet. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum. Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peran penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk keamanan nasional serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, dikeluarkan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (selanjutnya disebut Undang-Undang Jalan) beserta peraturan perundangan pendukungnya. Pasal 1 butir 4 Undang-

2 undang Jalan menyebutkan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Kenyataan menunjukkan bahwa panjang dan pertumbuhan jalan tidak berkorelasi positif dengan pertumbuhan kendaraan yang melalui jalan. Akibat langsung dari korelasi seperti ini adalah tersendatnya alur lalu lintas dan bahkan menyebabkan kemacetan. Salah satu solusi yang paling cepat adalah menambah panjang jalan. Permasalahan utama solusi semacam ini adalah masalah pembiayaan atau dana pembangunan jalan. Dana yang dianggarkan pemerintah relatif terbatas, sehingga untuk pembangunan jalan diperlukan partisipasi masyarakat. Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Jalan memberikan definisi mengenai Jalan Tol. Jalan Tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa jalan tol dibangun dan digunakan oleh pengguna jalan tol, yang implementasinya muncul dalam bentuk investasi pembangunan jalan tol. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009, menyebutkan bahwa pengelolaan jalan tol yang meliputi pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol dikelola oleh suatu badan hukum milik negara. PT. Jasa Marga (Persero) merupakan badan hukum milik negara yang diberi kewenangan untuk mengelola jalan tol di Indonesia. Di dalam praktek, PT. Jasa Marga (Persero) tidak mampu secara mandiri membangun jalan tol di Indonesia yang jumlah

3 ruasnya semakin banyak. PT. Jasa Marga (Persero) membuka kesempatan bagi investor untuk berinvestasi membangun jalan tol di Indonesia. Secara yuridis ada dua pola yang dapat dilakukan dalam investasi pembangunan jalan tol, Pertama dengan pola BOT (Built, Operate and Transfer) Agreement, dan yang kedua dengan pola Join Operational Agreement (Perjanjian Kerja Sama Operasional/KSO). Masing-masing pola mempunyai karakteristik sendiri dan dapat dipilih berdasarkan kondisi keuangan investor, pengembangan jalan dan nilai strategis jalan. Salah satu ruas jalan tol yang dibangun dengan melibatkan investor adalah ruas tol Surabaya Gresik Jawa Timur. Pembangunan jalan tol Surabaya Gresik melibatkan 2 investor yang bersama-sama PT. Jasa Marga (Persero) membentuk satu badan hukum baru untuk mengelola jalan tol tersebut. Dasar untuk membentuk badan hukum baru dalam kasus tersebut di atas adalah Perjanjian Pemberian Kuasa yang dibuat secara notariil. Melihat karakteristiknya, pola pembangunan jalan tol ruas Surabaya Gresik termasuk Join Operational Agreement atau Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO). Akan tetapi dasar yang digunakan dalam pembangunan jalan tol tersebut adalah Perjanjian Pemberian Kuasa. Secara yuridis, karakteristik Perjanjian Kerja Sama Operasional berbeda dengan Perjanjian Pemberian Kuasa. Demikian pula implikasi yuridis yng timbul dari keduanya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana tersebut di atas, dalam tesis ini diajukan permasalahan sebagai berikut :

4 1. Apakah Perjanjian Pemberian Kuasa dalam pengelolaan jalan tol Surabaya - Gresik dapat dikonstruksikan sebagai Join Operational Agreement atau Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO)? 2. Bagaimana implikasi yuridis terhadap Perjanjian Pemberian Kuasa seperti dalam kasus pengelolaan jalan tol Surabaya - Gresik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui apakah Perjanjian Perjanjian Kuasa dalam pengelolaan jalan tol Surabaya Gresik dapat dikonstruksikan sebagai Join Operational Agreement atau Perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO). b. Untuk mengetahui implikasi yuridis terhadap Perjanjian Pemberian Kuasa dalam kasus pengelolaan jalan tol Surabaya Gresik. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat guna penyusunan tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Peneliti telah melakukan penulusuran terhadap hasil-hasil penelitian dan karyakarya ilmiah lainnya, namun tidak menemukan permasalahan yang sama dengan yang peneliti angkat dalam penelitian ini. Namun demikian terdapat beberapa hasil

5 penelitian yang memuat sebagian unsur-unsur dari penelitian ini namun berbeda dalam pengkajian permasalahannya. Beberapa hasil penelitian tersebut antara lain adalah : 1. Penelitian yang berjudul Penarikan Retribusi Pada Jalan dan Jembatan Mahakam Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kertanegara yang disusun oleh Abu Chairin, SH., mahasiswa Program Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama apakah penarikan retribusi pada jalan dan jembatan tersebut sah menurut peraturan perundangan yang ada. Kedua, apakah Peraturan Daerah yang menjadi dasar penarikan retribusi dapat dibatalkan, dan ketiga apa implikasi yuridis jika Peraturan Daerah yang menjadi dasar penarikan retribusi dibatalkan. 2. Penelitian yang berjudul Kuasa Mutlak Dalam Perjanjian Jual Beli yang dilakukan oleh Iskandar Nanang, SH., mahasiswa Program Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2007. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama tentang keabsahan kuasa mutlak dan kedua tentang perlindungan hukum bagi pemberi kuasa. 3. Penelitian yang berjudul Akibat Hukum Kuasa Yang Tidak Dilaksanakan yang dilakukan oleh Denny Rahmat, SH., mahasiswa Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009. Penelitian ini mengangkat permasalahan, pertama tentang hal-hal yang dapat dituntut oleh pemberi kuasa, dan kedua tentang dapat tidaknya dikualifikasi sebagai wanprestasi.

6 Penelitian tentang Konstruksi Hukum Pemberian Kuasa Pengelolaan Jalan Tol (Studi Kasus Jalan Tol Surabaya Gresik) ini jelas berbeda dengan ke tiga penelitian tersebut di atas. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli.