BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan nasional Bangsa Indonesia sesuai pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat indonesia. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Pembangunan kesehatan merupakan usaha untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, sesuai dengan pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai sebuah investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memilki peran penting dalam upaya pengentasan kemiskinan. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.(kemenkes RI, 2015). Untuk dapat 1 1
2 mewujudkan keadaan tersebut, salah satu diantaranya yang mempunyai peranan yang cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2) meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan. (Kemenkes RI, 2015) Salah satu fasilitas kesehatan primer adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas merupakan sebuah organisasi di bawah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di tingkat kecamatan atau daerah. Pelayanan yang ditawarkan bersifat menyeluruh, terpadu, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat. Ratarata jumlah penduduk yang memperoleh pelayanan sebuah puskesmas biasanya mencapai 25,000-30,000 orang dalam sebuah wilayah pelayanan (Depkes RI, 2001)
3 Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar tingkat pertama (fasilitas kesehatan primer) memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Ini berarti puskesmas harus berusaha menyediakan pelayanan kesehatan tingkat dasar yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan terus menerus kepada masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut panduan penyelenggaraan puskesmas di era desentralisasi, pembangunan kesehatan Indonesia mewujudkan lingkungan dan gaya hidup yang sehat, memiliki upaya untuk mencapai taraf pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan menyeluruh menuju pencapaian derajat kesehatan yang sangat tinggi (Depkes RI, 2001). Untuk dapat melaksanakan pelayanan Kesehatan dasar di puskesmas harus didukung dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai (perencanaan kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatatan, pelaporan dan pengarsipan, pemantauan dan evaluasi pengelolaan) dan pelayanan farmasi klinik (pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap), pemantauan dan pelaporan efek samping bat, pemantauan terapi obat, dan evaluasi penggunaan obat). (Kemenkes RI, 2014). Untuk mencapai pelayanan kefarmasian yang bermutu maka perencanaan dan pengadaan obat harus dikelola dengan baik.
4 Obat merupakan salah satu intervensi kesehatan yang paling nyata dan paling dirasakan oleh pasien yang berkunjung ke puskesmas. Untuk itu tidak boleh ada hambatan bagi pasien untuk mengakses obat yang dibutuhkan, sehingga obat perlu dikelola dan didistribusikan dengan baik Puskesmas merupakan unit pelayanan teknis dinas (UPTD) dalam menjalankan fungsinya yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan dasar secara langsung kepada masyarakat salah satunya adalah kegiatan pelayanan pengobatan. Pelayanan pengobatan di puskesmas harus didukung dengan ketersedian obat. Untuk mengetahui jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan, puskesmas harus dapat menyusun perencanaan kebutuhan obat yang selanjutnya diserahkan ke Dinas Kesehatan/Kota. Sebab hal ini akan berkaitan dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam upaya memenuhi kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar untuk semua puskesmas di wilayah kerjanya. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan obat perlu dilakukan upaya proses perencanaan yang akurat dan dapat dipercaya guna memenuhi kebutuhan obat di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Guna menjamin ketersediaan kebutuhah obat untuk pelayanan kesehatan tersebut, pemerintah telah mengatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1121/ Menkes/SK/ XII/2008/ Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar Sebagai acuan dalam melaksanakan pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/ Kota.
5 Dinas kesehatan Kota Padangsidimpuan sebagai unit pelaksana teknis (UPT) yang bertanggung jawab di sektor kesehatan di kabupaten/kota harus memiliki kemampuan menjalankan fungsi manajemen terutama fungsi perencanaan dan penganggaran, sehingga program dan kegiatan kesehatan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan selaku pelaksana teknis bidang pembangunan kesehatan membawahi 9 puskesmas (2 puskesmas rawat inap dan 7 puskesmas rawat jalan) dan 41 puskesmas pembantu (Pustu) pada 6 kecamatan harus mampu memenuhi kebutuhan obat publik pada setiap puskesmas. Berdasarkan survei yang dilakukan peneliti pada bulan februari 2015 di Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan peneliti menemukan data perencanaan obat yang diusulkan oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan belum semua obat yang direncanakan oleh puskesmas di setujui oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. Dari perencanaan obat yang diusulkan tersebut ada beberapa jenis obat yang jumlahnya lebih sedikit dan ada juga yang melebihi dari apa yang direncanakan oleh puskesmas. Hal ini menunjukan bahwa proses perencanaan kebutuhan obat di tingkat Puskesmas masih dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya oleh Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. Data ketersediaan obat di Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan, tahun 2012, 2013 dan 2014 peneliti juga menemukan ada beberapa jenis obat diakhir tahun sudah terpakai semuanya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kekosongan obat di awal tahun berikutnya sedangkan kedatangan obat yang direncanakan biasanya
6 sampai ke Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan adalah di petengahan tahun. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah dalam perencanaan obat yang dilakukan sehingga sering terjadi kekosongan obat. Disamping itu peneliti juga menemukan ada beberapa jenis obat di tahun 2013 seperti albendazole dan dextromethorpan tidak digunakan sama sekali mulai dari awal tahun sampai dengan akhir tahun. (Data ketersediaan obat Gudang Farmasi Kesehatan Kota Padangsidimpuan). Perencanaan yang diusulkan oleh puskesmas ini sangat berpengaruh terhadap perencanaan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. Perencanaan yang kurang akurat dari puskesmas ini menyebabkan Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan akan kesulitan dalam menentukan perencanaan obat yang optimal untuk memenuhi pasokan ke semua puskesmas sehingga sering terjadi kekosongan obat di puskesmas. Suatu penelitian tentang mutu pelayan farmasi di Kota Padang dalam Umi Athijah, dkk (2010) menemukan bahwa kurang dari 80% puskesmas melakukan perencanaan kebutuhan obat belum sesuai dengan kebutuhan sesungguhnya, sehingga terdapat stok obat yang berlebih tapi di lain pihak terdapat stok obat yang kosong. Selain itu perencanaan belum mempertimbangkan waktu tunggu, sisa stok, waktu kekokosongan obat, serta daftar Obat Esensial Nasioanal (DOEN) dan pola penyakit. Pengelola obat di puskesmas melakukan permintaan obat dengan hanya memperhitungkan jumlah pemakaian obat pada priode sebelumnya ditambah dengan 10-30%, artinya pengelola obat tidak pernah menghitung stok optimum yang menjadi
7 dasar permintaan obat ke gudang farmasi sehingga kesinambungan ketersediaan jumlah dan jenis obat di puskesmas tidak terjamin. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan tersebut perlu dikaji dan ditemukan upaya pemecahannya. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana kebutuhan obat publik di pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. 2. Data dasar apa saja yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. 3. Bagaimana proses perencanaan kebutuhan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. 4. Bagaimana pengadaan obat public untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. 5. Bagaimana pemenuhan kebutuhan obat public untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan.
8 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana kebutuhan obat publik di pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan. 2. Untuk mengetahui data dasar yang digunakan dalam perencanan kebutuhan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan 3. Untuk mengetahui proses perencanaan kebutuhan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan 4. Untuk mengetahui bagaimana pengadaan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan 5. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan obat publik untuk pelayanan kesehatan dasar puskesmas di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan
9 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan bermanfaat bagi; 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan dan Puskesmas di wilayah kerjanya, dapat sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijaksanaan yang diaplikasikan dalam rangka upaya menyusun perencanaan kebutuhan obat secara efektif dan efisien 2. Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat, diharapkan dapat menjadi referensi yang dapat menunjang proses belajar mengajar untuk kepentingan pendidikan dan penelitian terutama tentang perencanaan kebutuhan obat 3. Bagi Peneliti dapat meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama minat studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.