BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan perusahaan hanya untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya sudah kurang relevan lagi di masa sekarang ini sebab tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada pemilik saja. Tanggung jawab kepada seluruh stakeholder menjadi sangat penting sehingga hal ini menuntut perusahaan untuk menimbang semua strategi yang diambil dan dampaknya kepada stakeholder tersebut. Berdasarkan hal ini maka tujuan perusahaan yang sesuai adalah untuk memaksimalkan nilai suatu perusahaan. Karena kesalahan menentukan tujuan akan berakibat pada kesalahan strategi yang diambil. Kesalahan pengukuran kinerja akan mengakibatkan kesalahan dalam memberi imbalan atas prestasi yang ada. Menurut Utomo (1999) kinerja dan prestasi manajemen yang diukur dengan rasio-rasio keuangan tidak dapat dipertanggungjawabkan karena rasio keuangan yang dihasilkan sangat bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan. Dengan adanya distorsi akuntansi ini maka pengukuran kinerja berdasarkan laba per saham (earning per share), tingkat pertumbuhan laba (earnings growth) dan tingkat pengembalian (rate of return) tidak efektif lagi. Karena pengukuran berdasarkan rasio ini tidak dapat diandalkan dalam mengukur nilai tambah yang tercipta dalam periode 1
2 tertentu, maka kritik diajukan tentang seberapa valid pengukuran kinerja berdasarkan rasio keuangan dapat menunjukkan kinerja sebenarnya dari manajemen perusahaan. Menurut Iramani (2005) Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam pengukuran kinerja keuangan berdasarkan data akuntansi, maka timbullah pemikiran pengukuran kinerja keuangan berdasarkan nilai (value based). Pengukuran tersebut dapat dijadikan dasar bagi manajemen perusahaan dalam pengelolaan modalnya, rencana pembiayaan, wahana komunikasi dengan pemegang saham serta dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan insentif bagi karyawan. Dengan value based sebagai alat pengukur kinerja perusahaan, manajemen dituntut untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pengukuran value added yang telah banyak dikemukakan dalam beberapa tulisan maupun penelitian adalah Economic Value Added (EVA). Paradigma pengukuran value added yang belum begitu banyak dikemukakan adalah Financial Value Added (FVA). Economic Value Added (EVA) pertama kali diperkenalkan oleh Stewart pada tahun 1990, dimana didefinisikan sebagai laba usaha bersih setelah pajak dikurangi dengan biaya modal. EVA merupakan suatu ukuran kinerja keuangan yang paling baik untuk menjelaskan economic profit suatu perusahaan, dibandingkan dengan ukuran yang lain (Shil, 2009, p169). Selain EVA, pengukuran value based lainnya adalah Financial Value Added (FVA). FVA dikemukakan oleh Sandias, tahun 2002, FVA merupakan model baru dalam mengukur kinerja dan nilai tambah perusahaan. FVA mempertimbangkan
3 kontribusi dari fixed asset dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan. FVA berguna untuk mengukur efektivitas atas investasi fixed asset dalam menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan. Hasil perhitungan FVA yang positif menunjukkan bahwa keuntungan bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent depreciation. Jika hal ini terjadi maka perusahaan akan dapat meningkatkan pengembalian atas modal yang telah ditanamkan di dalam perusahaan sehingga akan dapat meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2010-2014, sebelas prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu melanjutkan enam prioritas pembangunan ekonomi sebelumnya berdasarkan RPJM 2004-2009 yang salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, yang ditujukan untuk: (a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di pedesaan, khususnya lapangan kerja non pertanian, yang ditandainya dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat pedesaan yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat terlihat kontribusinya pada tabel 1.1, dimana sektor pertanian memberikan persentase kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang selalu menempati urutan kedua atau ketiga setelah sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.
4 Tabel 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha *dalam persentase (%) Lapangan Usaha 2004 * 2005 * 2006 * 2007 * 2008 * 2009 * 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & 14.3 13.1 13.0 13.7 14.5 15.3 Perikanan 2. Pertambangan & Penggalian 8.9 11.1 11.0 11.2 10.9 10.5 3. Industri Pengolahan 28.1 27.4 27.5 27.1 27.9 26.4 4. Listrik, Gas & Air Bersih 1.0 1.0 0.9 0.9 0.8 0.8 5. Konstruksi 6.6 7.0 7.5 7.7 8.5 9.9 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 16.1 15.6 15.0 14.9 14.0 13.4 7. Pengangkutan & Komunikasi 6.2 6.5 6.9 6.7 6.3 6.3 8. Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan 8.5 8.3 8.1 7.7 7.4 7.2 9. Jasa-jasa 10.3 10.0 10.1 10.1 9.7 10.2 Produk Domestik Bruto 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 90.7 88.6 88.9 89.5 89.4 91.7 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2010 Perkebunan sebagai bagian integral dari sektor pertanian merupakan salah satu sub sektor yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Peranannya terlihat nyata dalam penerimaan devisa negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku berbagai industri dalam negeri, perolehan nilai tambah dan daya saing serta optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan sektor perkebunan yang jauh lebih pesat dibandingkan sektor lainnya, terlihat pada tabel 1.2.
5 Tabel 1.2 Pertumbuhan PDB Sektor Pertanian dan Subsektornya Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 Pertanian 2.7 3.4 3.5 4.8 3.5 1. Tanaman Bahan Makanan 2.6 3.0 3.5 5.4 3.1 2. Tanaman perkebunan 2.6 3.8 3.5 4.8 6.0 3. Peternakan & Hasilnya 2.0 3.4 3.3 3.0 3.0 4. Kehutanan -1.3-2.9-1.7-0.6-1.6 5. Perikanan 2.7 2.5 2.3 4.4 5.1 Sumber : RPJM 2010-2014 yang diolah dari BPS, 2010 Dari beberapa komoditas perkebunan yang penting di Indonesia (karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu), kelapa sawit tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya dengan laju pertumbuhan di atas 5% per tahun.sejak beberapa tahun terakhir, komoditas kelapa sawit telah menggeser posisi kayu dan produk-produk olahannya sebagai produk andalan hasil hutan Indonesia. Bahkan, Indonesia telah menjadi negara penghasil minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar. Luas areal dan produksi kelapa sawit selalu berkembang, terlihat dari tabel dibawah ini. Tabel 1.3 Luas Areal dan produksi perkebunan Kelapa Sawit Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan *) Sementara **) Estimasi Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) 2004 5,284,723 10,830,389 2005 5,453,817 11,861,615 2006 6,594,914 17,350,848 2007 6,766,836 17,664,725 2008 7,363,847 17,539,788 2009 * 7,508,023 18,640,881 2010 ** 7,824,623 19,844,901 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Nilai ekspor CPO Indonesia dari tahun ke tahun selalu meningkat, begitu juga dengan harga CPO dunia yang selalu meningkat. Prospek pasar minyak sawit
6 diprediksikan masih akan sangat cerah, antara lain karena masih tingginya permintaan dunia dan selalu berkembangnya jumlah luas areal perkebunannya dan produksinya dari tahun ke tahun. Konsumsi dunia rata-rata tumbuh 8 persen per tahun, bahkan beberapa tahun terakhir, jauh di atas kemampuan produksi sehingga harga dipastikan akan terus meningkat. Melihat banyaknya permintaan akan minyak sawit di dunia dan demikian menariknya prospek pasar dan masih relatif terbukanya potensi pasar produksi kelapa sawit di Indonesia, membuat persaingan dalam industri ini semakin ketat. Ketatnya persaingan menyebabkan perusahaan harus memiliki strategi bersaing yang unggul agar dapat bertahan dan meningkatkan pangsa pasarnya. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan go public tersebut harus lebih meningkatkan kinerjanya dengan tetap berupaya untuk meningkatkan volume penjualan melalui pengembangan pasar, baik dalam maupun luar negeri serta melakukan efisiensi disetiap aspek dimana strategi fundamental sangat berperan dalam memenangkan persaingan dalam industri ini. Mengingat bahwa strategi fundamental itu penting untuk pengembangan perusahaan maka manajer keuangan perlu memiliki data pengukuran yang mencerminkan kinerja keuangan untuk mengetahui apakah perusahaan yang bersangkutan telah melakukan proses memaksimalkan nilai perusahaan. Pengukuran kinerja ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan dalam membantu manajer melakukan perbaikan-perbaikan untuk kemajuan perusahaan di masa mendatang.
7 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan-perusahaan go public pada industri perkebunan jika diukur dengan menggunakan metode EVA? 2. Bagaimana kinerja perusahaan-perusahaan go public pada industri perkebunan jika diukur dengan menggunakan metode FVA? 3. Bagaimana hasil perbandingan EVA dan FVA sebagai alat ukur penilaian kinerja keuangan pada perusahaan-perusahaan go public pada industri perkebunan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan-perusahaan go public pada industri perkebunan jika diukur dengan metode EVA 2. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan-perusahaan go public pada industri perkebunan jika diukur dengan metode FVA 3. Untuk mengetahui hasil perbandingan EVA dan FVA sebagai alat ukur penilaian kinerja keuangan pada perusahaan-perusahan go public pada industri perkebunan.
8 Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan Sebagai bahan masukan atau acuan dalam membuat kebijakan keuangan khususnya kebijakan yang berorientasi pada peningkatan nilai perusahaan di masa yang akan datang. 2. Bagi pihak lain Memberikan sumbangan pemikiran dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang khususnya penelitian yang berkaitan dengan penciptaan nilai tambah perusahaan. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian agar lebih terarah dan tidak menyimpang dari pembahasan dan analisis, penulis membatasi pada hal-hal sebagai berikut : a. Data yang digunakan untuk penelitian adalah laporan keuangan perusahaanperusahaan yang bergerak di industri perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu 6 tahun dari tahun 2004 2009 diantaranya: 1. PT Astra Agro Lestari Tbk 2. PT SMART Tbk 3. PT Tunas Baru Lampung Tbk 4. PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk 5. PT London Sumatera Indonesia Tbk
9 Sedangkan untuk perusahaan berikut ini tidak dapat diolah data keuangannya, dikarenakan keterbatasan data: 1. PT Gozco Tbk 2. PT Sampoerna Agro Tbk 3. PT BWPlantation Tbk b. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaanperusahaan yang bergerak di industri perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode Economic value Added dan Financial value Added.