1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap bangsa. Kelalaian dalam mengelola sektor ini dapat berdampak pada bencana kemanusiaan hingga terancamnya kedaulatan suatu negara. Bagi bangsa Indonesia, sektor pertanian memiliki peranan yang belum dapat tergantikan oleh sektor lainnya. Hingga kini, sektor tersebut masih merupakan sektor yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Pada Tabel 1, terlihat bahwa sektor pertanian pada tahun 2010 mampu menyerap 42.825.807 tenaga kerja atau sebesar 39,87% dari keseluruhan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi tersebut masih yang tertinggi dan sulit untuk dapat diimbangi oleh sektor lainnya. Tabel 1. Penduduk di atas 15 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Laju (%/tahun) 42.689.635 43.029.493 42.825.807 0,16 No. Lapangan Pekerjaan Utama 2008 (Feb) 2009 (Feb) 2010 (Feb) 1 Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 2 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel 3 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 20.684.041 21.836.768 22.212.885 3,65 12.778.154 13.611.841 15.615.114 10,42 4 Industri Pengolahan 12.440.141 12.615.440 13.052.521 2,44 5 Angkutan, Pergudangan dan 6.013.947 5.947.673 5.817.680-1,65 Komunikasi 6 Bangunan 4.733.679 4.610.695 4.844.689 1,24 7 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan 1.440.042 1.484.598 1.639.748 6,77 8 Pertambangan dan Penggalian 1.062.309 1.139.495 1.188.634 5,79 9 Listrik, Gas, dan Air 207.909 209.441 208.494 0,15 Total 102.049.857 104.485.444 107.405.572 2,59 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor penyumbang Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) tertinggi bagi Indonesia. Hal ini terlihat pada Tabel 2, sektor pertanian menempati posisi tertinggi ketiga untuk
kontribusi GDP tahun 2008-2010 di bawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kedua fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya kontribusi sektor pertanian dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengingat vitalnya sektor pertanian bagi Indonesia, maka pengembangan sektor ini akan menjadi langkah yang sangat tepat dan strategis dalam menciptakan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Tabel 2. No. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha PDB/GDP (Miliar Rupiah) 2008 2009 2010* Laju (%/tahun) 1 Industri Pengolahan 557.764,4 570.102,5 597.134,9 3,48 2 Perdagangan, Hotel & Restoran 363.818,2 368.463,0 400.474,9 4,98 3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 284.619,1 295.883,8 304.736,7 3,47 4 Keuangan, Real Estate & Jasa 198.799,6 209.163,0 221.024,2 5,44 Perusahaan 5 Jasa-jasa 193.049,0 205.434,2 217.782,4 6,21 6 Pengangkutan dan Komunikasi 165.905,5 192.198,8 217.977,4 14,63 7 Pertambangan dan Penggalian 172.496,3 180.200,5 186.634,9 4,02 8 Konstruksi 131.009,6 140.267,8 150.022,4 7,01 9 Listrik, Gas & Air Bersih 14.994,4 17.136,8 18.050,2 9,81 Jumlah 2.082,456.1 2.178.850,4 2.313.838,0 5,41 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 *. Angka sementara Sektor pertanian Indonesia pada dasarnya telah dikaruniai berbagai keunggulan berupa kemudahan mengakses sumberdaya alam, kondisi geografis yang mendukung, lahan yang produktif, serta tersedianya jumlah tenaga kerja yang memadai. Keunggulan tersebut terlihat jelas salah satunya pada subsektor perikanan. Garis pantai sepanjang 104.000 km serta jumlah luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai 5,8 juta km 2 merupakan potensi yang sangat besar bagi subsektor ini untuk terus berproduksi dan bersaing dengan negara-negara lainnya. Menurut Daryanto (2007), sumber daya pada sektor perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi hajat hidup masyarakat dan memiliki
potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari segi kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada. Berdasarkan laporan FAO Statistical Yearbook 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia. Di samping itu, Indonesia juga merupakan salah satu produsen terbesar perikanan budidaya dunia. Pada tahun 2007, posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi per tahun sejak tahun 2003 mencapai 8,79%. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia, seiring dengan terus meningkatnya produksi perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009. Tabel 3. Sektor Usaha Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 Kontribusi Terhadap GDP (Milyar Rupiah) 2006 2007 2008 2009 2010 Laju (%/tahun) Tanaman Pangan 129.549 133.889 142.000 149.058 151.750 14,83 Perikanan 41.419 43.653 45.866 47.775 50.578 16,09 Perkebunan 41.318 43.199 44.784 45.608 46.751 10,69 Peternakan 33.430 34.221 35.425 36.649 38.135 10,35 Kehutanan 16.687 16.548 16.543 16.844 17.193 1,47 Total 262.403 271.509 284.619 295.934 304.406 12,99 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Subsektor perikanan juga merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap GDP di sektor pertanian. Berdasarkan Tabel 3, kontribusi subsektor perikanan terhadap GDP sektor pertanian menempati posisi kedua di bawah subsektor tanaman pangan dan terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Selain
itu, subsektor perikanan juga mempunyai peluang yang cukup besar untuk menguasai pasar internasional. Hal ini disebabkan oleh sifat sebagian besar komoditasnya yang merupakan komoditas ekspor unggulan dan banyak diminati di pasar internasional. Salah satu komoditas ekspor perikanan yang cukup potensial dan bernilai komersial tinggi adalah kepiting. Kepiting merupakan salah satu dari sepuluh komoditas utama dan unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kepiting bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus) adalah dua jenis kepiting yang umum diproduksi di Indonesia. Cita rasa serta kandungan gizi yang tinggi pada daging kepiting merupakan salah satu alasan tingginya minat konsumsi terhadap komoditas tersebut. Produksi kepiting di Indonesia menurut jenis penangkapannya digolongkan ke dalam produksi hasil tangkap dan budidaya. Tabel 4 menunjukkan masih tingginya proporsi hasil produksi komoditas kepiting melalui proses penangkapan. Hal ini tentu mengakibatkan besarnya kemungkinan fluktuasi jumlah produksi karena tingginya ketergantungan proses produksi komoditas hasil tangkap terhadap kondisi alam. Selain itu, proses produksi budidaya kepiting di Indonesia belum dapat diandalkan sepenuhnya karena rendahnya ketersediaan bibit yang memadai. Meskipun kepiting sudah berhasil dibenihkan secara buatan, berbagai keterbatasan membuat sebagian besar peternak pembesaran kepiting di Indonesia masih mengandalkan pasokan bibitnya dari hasil penangkapan. Tabel 4. Produksi Kepiting Berdasarkan Jenis Penangkapan Tahun 2008-2010 Tahun Produksi Kepiting (Ton) Hasil Tangkap (%) Budidaya (%) Total Produksi 2008 65.466 89,32% 7.829 10,68% 73.295 100,00% 2009 63.832 89,34% 7.617 10,66% 71.449 100,00% 2010 73.603 88,15% 9.893 11,85% 83.496 100,00% Laju (%/tahun) 12,81 27,17 14,34 Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011 (%)
Dari segi pemasaran, komoditas ini dapat dipasarkan di dalam maupun luar negeri. Harga kepiting di tingkat pedagang pengumpul lokal biasanya adalah sekitar Rp 40.000,- per kg untuk grade CB (betina besar berisi/bertelur, ukuran > 200 g/ekor) dan Rp 30.000,- per kg untuk LB (jantan besar berisi, ukuran > 500 g-1.000 g/ekor). Harga yang lebih tinggi ditawarkan oleh pasar ekspor. Untuk kepiting grade CB, harga yang ditawarkan dapat mencapai 8,40-9,70 US$ dan grade LB dihargai sebesar 6,10-9,00 US$.
Tabel 5. Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS 030624000) Indonesia tahun 2001-2010 Tahun Volume (Kg) Nilai (US$) Harga (US$/Kg) 2001 7.267.042 63.657.003 8,76 2002 8.056.297 74.403.889 9,24 2003 7.600.851 72.361.560 9,52 2004 9.018.865 76.599.829 8,49 2005 12.645.717 84.849.089 6,71 2006 11.543.145 81.737.430 7,08 2007 10.539.397 72.332.860 6,86 2008 8.676.013 91.139.446 10,5 2009 7.743.459 54.281.371 7,01 2010 9.346.589 78.048.881 8,35 Laju (%/tahun) 1,42-0,75-27,58 Sumber : United Nations Commodity Trade, 2012 Komoditas kepiting yang diekspor dapat berupa kepiting segar, beku, ataupun olahan. Selama periode tahun 2001-2010, kepiting Indonesia yang diekspor sebagian besar masih dalam bentuk segar. Permintaan kepiting segar di pasar dunia yang cukup tinggi khususnya berasal dari Amerika Serikat yang memang merupakan negara tujuan utama ekspor produk-produk kepiting Indonesia. Singapura, Malaysia, dan RRC juga tercatat sebagai negara dengan jumlah transaksi impor terbesar untuk komoditas kepiting dari Indonesia dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa volume ekspor kepiting dari Indonesia terus berfluktuasi sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada tahun 2005 volume ekspor mencapai 12,6 ribu ton namun kemudian terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya hingga hanya sebesar 7,7 ribu ton pada tahun 2009. Bahkan pada tahun 2008, penurunan terbesar laju volume ekspor terjadi ketika laju harga kepiting di tahun tersebut tengah meningkat secara signifikan. Volume ekspor kepiting Indonesia baru kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 yakni sebesar 9,3 ribu ton. Perkembangan ekspor maupun perkembangan produksi kepiting, keduanya masih menunjukan fluktuasi. Meskipun dalam hal produksi terdapat kecenderungan
untuk meningkat, hal tersebut tidak diimbangi oleh volume ekspornya yang cenderung menurun sejak tahun 2006. Hal ini tentu saja ironis karena berdasarkan Tabel 6, laju konsumsi kepiting dunia cenderung meningkat setiap tahunnya namun ekspor kepiting Indonesia justru mengalami penurunan. Untuk menanggapi hal ini, perlu adanya upaya perbaikan serta peningkatan dari seluruh pihak terkait secara menyeluruh dan tepat sasaran. Hal ini bertujuan agar upaya serta kebijakan yang ditempuh dapat berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan ekspor komoditas kepiting Indonesia. Salah satu langkahnya adalah dengan terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia. Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007 Tahun Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) Tahun Total Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) 1990 0,92 1999 1,34 1991 1,00 2000 1,40 1992 1,02 2001 1,43 1993 1,06 2002 1,49 1994 1,13 2003 1,46 1995 1,20 2004 1,52 1996 1,25 2005 1,53 1997 1,27 2006 1,55 1998 1,32 2007 1,62 Laju (%/tahun) 3,41 Sumber : Food and Agriculture Organization, 2009 1.2 Perumusan Masalah Saat ini, produksi perikanan tangkap Indonesia berada di peringkat ketiga dunia setelah RRC, dan Peru, sedangkan perikanan budidaya Indonesia berada di peringkat keempat setelah RRC, India, dan Vietnam (KKP, 2011). Bahkan pada pasar ekspor komoditas kepiting, Indonesia berhasil menempati peringkat kedua setelah Kanada. Meskipun demikian, dominasi ekspor kepiting Indonesia terus menghadapi berbagai tantangan dari negara-negara pesaingnya. Kesalahan dalam menyusun strategi pemasaran produk perikanan di pasar internasional sering kali luput dari perhatian para stakeholder kita. Kebijakan pemasaran yang dilakukan sering kali berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan cenderung tidak responsif terhadap
keadaan pasar tujuannya. Akibatnya, daya saing komoditas perikanan Indonesia terus mengalami penurunan terhadap negara pesaingnya. Hal ini dibuktikan oleh jumlah volume ekspor komoditas kepiting Indonesia yang terus berfluktuasi bahkan cenderung turun. Berdasarkan data United Nations Commodity Trade, ekspor komoditas kepiting Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 2001 hingga 2010 terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 dan 2009 volume ekspor kepiting mengalami penurunan yang cukup drastis secara berturut-turut menjadi 8.676 dan 7.743 ton dari sebesar 10.539 ton pada tahun 2007. Di sisi lain, negara pesaing utama Indonesia seperti RRC dan Filipina justru mencatatkan peningkatan pada ekspor kepiting segarnya. Bahkan Filipina mengalami kenaikan volume ekspor pada tahun 2009 menjadi sebesar 4.145 ton dari tahun 2008 yang hanya sebesar 2.207 ton. Mengingat sumberdaya perikanan di kedua negara tersebut yang hampir serupa dengan Indonesia, maka keberhasilan di pasar ekspor kepiting segar tersebut akan banyak ditentukan oleh efisiensi perdagangannya. Dengan ketersediaan sumberdaya yang melimpah serta belum optimalnya pemanfaatan potensi pasar ekspor kepiting Indonesia maka diperlukan adanya suatu upaya agar ekspor komoditas kepiting Indonesia kembali meningkat seiring dengan usaha pemulihan ekonomi global. Beberapa jenis kepiting Indonesia seperti kepiting bakau dan rajungan memang telah berhasil dipasarkan ke luar negeri, akan tetapi aliran perdagangan (permintaan ekspor) dari komoditas tersebut memiliki kecenderungan yang berfluktuasi. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi tersebut baik dari faktor internal maupun eksternal. Dalam permasalahan kali ini faktor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab berfluktuasinya volume ekspor kepiting Indonesia antara lain Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap rupiah, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor. Agar dapat meningkatkan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia secara optimal serta mengantisipasi permintaan ekspor yang terus berfluktuasi, maka
diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan ekspor kepiting dari negara Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor yang tentu memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Melalui kajian ini, kita juga akan melihat nilai potensial perdagangan dengan negara-negara yang selama ini menjadi importir komoditas kepiting Indonesia yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan strategi perdagangan yang lebih efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia dan faktor apa yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara-negara tujuan? 2. Bagaimana nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di masing-masing negara tujuan? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia dan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara tujuan utama. 2. Mengetahui nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di masing-masing negara tujuan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi instansi pengambil keputusan terutama pemerintah dan eksportir kepiting, dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekspor kepiting Indonesia. 2. Bagi pembaca yaitu sebagai sumber informasi dan perbandingan serta masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis yaitu meningkatkan kemampuan menganalisis suatu permasalahan dengan mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan suatu kajian masalah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Jenis kepiting yang dianalisis adalah kepiting segar dengan kode HS tahun 2007 (Harmonized System) 030624000. Dalam penelitian ini digunakan lima variabel bebas, yaitu GDP Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, jarak antara negara tujuan dengan Indonesia, kurs mata uang negara tujuan ekspor terhadap rupiah, dan harga kepiting Indonesia di negara tujuan. Gravity model yang disusun merupakan hasil pengolahan data dengan menggunakan regresi panel data dari tahun 2001-2010 pada tujuh negara tujuan ekspor terbesar kepiting Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, RRC, Jepang, Belanda, dan Korea.