BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Problematika Sebagai sebuah proses, pembelajaran dihadapkan pada beragam permasalahan, problematika. Problematika pembelajaran adalah berbagai permasalahan yang mengganggu, menghambat, mempersulit, atau bahkan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran menulis sesuatu tentu kita membutuhkan penglihatan yang cukup luas, keterampilan motorik yang halus, pengetahuan bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu problematic yang artinya permasalahan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan atau yang menimbulkan masalah (Debdikbud, 2002: 276). Sedangkan Syukir (1983: 65) menyatakan Definisi problema/problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu. Jadi, dari penjabaran di atas dapat disimpulkan probelamtika adalah masalah atau permasalahan. 5
6 2.2 Jenis-jenis Problematika Hampir setiap siswa atau mahasiswa mengalami problem dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dan ia sendiri tidak mampu untuk mengatasinya. Ia memerlukan bantuan orang lain untuk memecahkan atau mengatasinya. Djumbur (Syarial dan Ahmad: 1986: 29) mengemukakan bahwa jenis masalah yang dialami siswa sekurang-kurangnya dapat digolongkan atas enam kelompok masalah yaitu: 1. Masalah pengajaran atau belajar maksudnya adalah problem yang dialami oleh seseorang sehubungan dengan kegiatan pengajaran (proses belajar mengajar). 2. Masalah pendidikan yaitu masalah atau kesulitan yang dialami oleh seseorang dalam situasi pendidikan pada umumnya. 3. Masalah pekerjaan maksudnya ialah masalah-masalah yang timbul dalam diri individu dalam menempatkan diri dengan pekerjaan. 4. Masalah penggunaan waktu senggang adalah persoalan-persoalan yang dialami oleh individu yang berhubungan dengan bagaimana cara menggunakan waktu luangnya sehingga berisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya. Dalam hal ini sering kali individu mengalami masalah. 5. Masalah sosial yang dimaksud disini ialah masalah-masalah yang dialami individu sehubungan dengan manusia lain, dan bagaimana dia bahagia berada dalam kelompoknya.
7 6. Masalah pribadi maksudnya adalah masalah-masalah yang dialami oleh seseorang disebabkan oleh keadaan yang ada dalam diri sendiri dan sifatnya sangat kompleks. Dari pembagian jenis masalah diatas itulah peneliti dapat menentukan jenis masalahnya. Peneliti memfokuskan pada masalah pertama yaitu masalah pengajaran yaitu problematika yang dialami oleh seseorang yang sehubungan dengan kegiatan pembelajaran (proses belajar mengajar) 2.3 Definisi Menulis Kegiatan menulis merupakan suatu aktifitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Menulis juga merupakan proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan simbol-simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca. Menulis merupakan pengungkapan pengalaman secara tertulis. Pengalaman itu dapat merupakan pengalaman sendiri dan dapat pula berupa pengalaman yang diperoleh dari orang lain atau dari membaca buku. Sesuai dengan pernyataan itu, Oka dan Basuki (Budiyono, 2005:4) Menyatakan bahwa menulis pada dasarnya adalah kemampuan menggunakan bahasa secara tertulis dalam mengungkapkan diri dari hasil kegiatan, kejiawaan, menuturkan pengalaman, dan memaparkan penghayatan menulis terhadap lingkungan sekitar. Kusmayadi (2006: 3) mengatakan Menulis adalah mengolah pikir, mengasah rasa, dan mengkomunikasikan hasil pemikiran dan pengasahan pikiran dalam bentuk tulisan/karangan. Menulis juga dapat dikatakan kegiatan mengungkapkan atau melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisann. Susetyo
8 (2009: 1) mengatakan Menulis merupakan kegiatan untuk melahirkan pikiran atau perasaan. Trianto (2002: 19) menjelaskan Dalam proses menulislah kita dapat menggali ide-ide segar yang dapat dituangkan dalam tulisan. Ide itu dapat berasal dari pengalaman, imajinasi, dan rasionalitas, atau pemikiran yang masuk akal. Semi, (2003: 4) mengatakan Menulis merupakan kegiatan perekaman bahasan lisan ke dalam bentuk bahasa tulis. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan menulis menggunakan bahasa sebagai medianya. Menulis merupakan kegiatan menuangkan ide, gagasan, pendapat ke dalam bentuk tulisan. Menulis dapat menggali ide-ide segar yang berasal dari pengalaman, imajinasi dan rasionalitas yang masuk akal. 2.4 Pengertian Puisi Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Yunani poema yang berarti membuat atau poeisis yang berarti pembuatan. Dalam bahasa Inggris disebut dengan poem atau poetry. Puisi berati pembuatan, karena dengan menulis puisi berarti kita telah menciptakan sebuah dunia (Kasnadi, 2008: 1-2). Waluyo (2005: 2) menyatakan Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Puisi adalah pengungkapan kembali segala peristiwa atau kejadian yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Jassin (Nurlatifah 2009: 2) menyatakan Puisi merupakan pengucapan dengan perasaan yang didalmnya mengandung pikiran-pikiran dan tanggapan-
9 tanggapan. Dunton (Pratiwi 2010: 2) menyatakan juga bahwa Puisi adalah satu pengucapan yang konkrit dan artistik tentang pikiran manusia melalui penggunaan bahasa yang emosional dan berirama. Pradopo (2001: 12) menyatakan Puisi adalah hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan lewat susunan kata yang mempunyai makna. Puisi merupakan susunan kata yang pada masing-masing baris terdapat persajakan tertentu. Seacara sederhana, puisi dapat dirumuskan sebagai bentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek bunyi-bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individu dan sosialnya, yang diungkapkaan dengan teknik tertentu, sehingga puisi itu mampu membangkitkan pengalaman tertentu pada diri pembaca atau pendengar-pendengarnya (Sayuti 2010: 13). Berdasarkan pengertian tersebut tercermin bahwa puisi adalah sebuah karya sastra yang indah karena dibentuk oleh unsur-unsur yang melekat di dalamnya, merupakan bentuk komunikasi yang diungkapkan oleh penulisnya sebagai hasil refleksi dari pengalaman hidup yang dialami oleh penulis. Secara keseluruhan yang dapat ditangkap oleh peneliti mengenai berbagai definisi puisi, bahwa puisi adalah bentuk ungkapan dalam kata-kata yang indah dan padat akan makna, yang didapatkan dari rekaman pengalaman kehidupan seorang penyair. Rekaman pengalaman itu bisa berupa hal yang sedang dialami oleh penyair atau suatu keadaan yang bisa dilihat dari sisi penyair itu sendiri. Puisi juga merupakan hasil pengungkapan kembali pengalaman batin manusia, yang
10 diwujudkan melalui bahasa yang estetis dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya serta dipadatkan kata-kata dalam bentuk teks. 2.5 Unsur-unsur Pembentuk Puisi Penciptaan sebuah puisi tidak hanya berdiri dengan kata-kata semata, tetapi sebuah puisi dibangun dengan mengkombinasikan unsur-unsur pembangun lainnya. Waluyo (2000: 71) mengungkapkan puisi terdiri atas dua struktur yaitu struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik puisi terdiri dari atas diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah (tipografi), sedangkan struktur batin puisi meliputi tema, perasaan, nada, dan suasana, serta amanat atau pesan yang terkandung dalam puisi. Tidak berbeda jauh dengan Waluyo, Jabrohim (2001: 34) juga membagi dua unsur pembangun puisi yakni unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, dan tipografi. Unsur batin puisi terdiri atas tema, nada, suasana, dan amanat puisi. Berdasarkan penjabaran mengenai unsur pembangun puisi, dapat disimpulkan bahwa puisi terdiri atas struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri dari diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi (yang meliputi rima, ritma, dan metrum), dan tata wajah (tipografi). Sedangkan struktur batin puisi terdiri dari tema, perasaan, nada, dan suasana, serta amanat atau pesan yang dikandung dalam puisi.
11 2.5.1 Struktur Fisik Puisi Struktur fisik puisi terdiri atas baris-baris puisi yang bersama-sama membangun bait-bait puisi. Selanjutnya, bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam keseluruhan puisi sebagai wacana. Struktur fisik puisi adalah medium pengungkap struktur batin puisi. Baris-baris puisi menunjukkan adanya enjambemen, yakni kesenyapan yang menunjukkan bahwa setiap baris puisi mengungkapkan kesatuan makna yang belum tentu harus menjadi bagian dari kesatuan makna baris berikutnya. Struktur fisik puisi meliputi diksi, pengimajian, bahasa figuratif/gaya bahasa, dan tipografi. 2.5.1.1 Diksi Diksi atau pemilihan kata berarti kata-kata yang dipilih dan dipakai oleh penyair untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan yang ada pada dirinya. Waluyo (2000: 66-150) menyatakan Diksi merupakan pilihan kata. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan puitis. Perbendaharaan kata penyair sangat berperan dalam pemilihan kata. Kedudukan kata dalam puisi sangat menentukan makna. Pemahaman terhadap penggunaan diksi menjadi salah satu pemandu pembaca menuju pemahaman makna puisi secara baik dan menyeluruh. Oleh karena itu, untuk memahami dan menikmati sebuah puisi, unsur diksi tidak boleh diabaikan. Jabrohim (2000: 66-130) mengemukakan bahwa diksi merupakan pilihan kata. Ada dua simpulan penting tentang diksi. Pertama pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat sesuai dengan gagasan yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
12 Kedua, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata bahasa itu. Sayuti (2010: 50) menyatakan bahwa dalam hal memilih dan memanfaatkan kata dalam puisi ciptaannya, penyair hampir selalu memperhitungkan hal-hal seperti: a) kaitan kata tertentu dengan gagasan dasar yang akan diekspresikan atau dikomunikasikan; b) wujud kosakatanya; c) hubungan antarkata dalam membentuk susunan tertentu sebagai sarana retorik sehingga tercitra kiasan-kiasan yang terkait dengan gagasan; d) kemungkinan efeknya bagi pembaca. 2.5.1.2 Pengimajian/Citraan Waluyo (2002: 10) menyatakan Pengimajian atau pencitraan adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair. Pengimajian juga berarti mengingatkan kembali pengalaman yang pernah terjadi karena kemahiran penyair dalam menggambarkan suatu peristiwa. Fungsi dari pengimajian itu sendiri adalah untuk membangun keutuhan puisi. Dalam menikmati dan memahami sebuah puisi sangat diperlukan kesadaran terhadap kehadiran salah satu unsur puisi yang menyentuh atau menggugah indera pembaca atau penikmat puisi. Kesadaran keindraan itu muncul dalam rongga imajinasi yang disebabkan oleh kata atau serangkaian kata yang membentuk puisi. Sayuti (2010: 51) menyatakan istilah citraan dalam puisi dapat dan sering dipahami dalam dua cara. Pertama dipahami secara reseptif, yaitu dari sisi pembaca. Dalam hal ini citraan merupakan pengalaman indera yang terbentuk
13 dalam rongga imajinasi pembaca, yang ditimbulkan oleh sebuah kata atau oleh rangkaian kata. Kedua, dipahami secara ekspresif, yaitu dari sisi penyair, yakni ketika citraan merupakan bentuk bahasa (kata atau rangkaian kata) yang dipergunakan oleh penyair untuk membangun komunikasi estetik atau menyampaikan pengalaman inderanya. Citraan yang sering dipakai dalam sebuah puisi antara lain citraan gerak, citraan penglihatan, citra pendengaran, dan citraan penciuman. 2.5.1.3 Bahasa Figuratif/Majas Bahsa figuratif dikenal sebagai bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif juga biasa disebut dengan majas. Bahasa kias mencakupi semua jenis ungkapan yang bermakna lain dari makna harfiahnya. Kehadiran bahasa kias dalam sebuah puisi menjadikan sajak-sajak dalam puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kias ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup (Pradopo, 2007: 62). Jenis-jenis bahasa figuratif di antaranya adalah: 1. Personifikasi, adalah bahasa kiasan yang menganggap benda mati memiliki sifat-sifat seperti manusia. Menurut Keraf (2008: 140) Personifikasi atau prosopopea adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Penggunaan majas personifikasi dapat dilihat pada puisi dibawah ini:
14 Hujan tengah malam membimbingmu ke sebuah halte bis dan membaringkanmu di sana. Kau memang tak pernah berumah, dan hujan itu kedengaran terengah batuk-batuk dam nampak letih. (Sapardi Djoko Damono, Perahu Kertas dalam Hasanuddin, 2002: 136). 2. Metafora, kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan tersebut tidak disebutkan. Menurut Keraf (2008:139) Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bagsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Perbandingan yang dimunculkan dengan majas metafora ini bersifat implisit. Dengan kata lain, kata-kata untuk pengungkapan pengandaian dihilangkan, tetapi tidak mengurangi kadar keindahan dari ungkapan tersebut. Contoh puisi: Engkau adalah putri duyung tawananku. Putri duyung dengan Suara merdu lembut... (Rendra, 2004 : 15) 3. Perbandingan atau simile merupakan bahasa kiasan yang juga berusaha membandingkan antara dua hal atau wujud yang hakikatnya berlainan. Dalam simile bentuk perbandingan yang digunakan oleh penyair lebih bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah ia langsung menyatakan sesuatu sama denga hal yang lain (Keraf, 2008: 138). Hal ini dapat ditandai dengan pemakaian unsur konstruksional semacam kata seperti, serupa, bagai, laksana, bak, dan
15 ibarat. Penggunaan simile dalam puisi dapat dilihat pada puisi berikut: Penerimaan Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi... (Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang: 19) 4. Hiperbola adalah bahasa kiasan yang berlebih-lebihan yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Biasanya bahsa kiasan hiperbola digunakan oleh penyair untuk menunjukkan sesuatu kejadian yang diungkapkan secara berlebih-lebihan. DIPONEGORO Di masa pembangunan ini Tuan hidup kembali Dan bara kagum menjadi api Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati... (Chairil Anwar, 1943 Aku Ini Binatang Jalang : 5) 2.5.1.4 Versifikasi Menurut Jabrohim (2001: 53) Versifikasi meliputi ritma, rima dan metrum. Ritma dikenal sebagai irama atau irama, yakni pergantian turun naik, panjang pendek, terasa lembut ucapan bunyi bahsa, dengan teratur. Rima adalah
16 pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi pada akhir baris puisi atau pada keseluruhan baris dan bait puisi. Sedangkan metrum adalah irama yang tetap, menurut pola tertentu. Rima adalah istilah lain untuk persamaan bunyi. Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi. Dilihat dari segi bunyi itu sendiri, dikenal adanya sajak sempurna, sajak separuh, sajak mutlak, aliterasi, dan asosiasi. Dari posisi kata yang mengandungnya dikenal adanya sajak awal, sajak tengah (sajak dalam), dan sajak akhir (Sayuti, 2010: 105). Sedangkan menurut Suharianto (2005: 42) rima dibedakan atas beberapa jenis yaitu berdasarkan bunyinya dan berdasarkan letaknya dalam kata dan dalam baris. Sedangkan irama yang sering disebut ritme adalah tinggi rendahnya, panjang pendek, keras lembut atau cepat dan lambatnya kata atau baris-baris suatu puisi tersebut dibaca. Baik rima maupun irama mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu puisi bantuan kedua unsur tersebut baik nada maupun suasana suatu puisi dapat diciptakan lebih nyata dan lebih dapat menimbulkan kesan pada benak pembaca (Suharianto 2005:45) 2.5.1.5 Tipografi Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Waluyo (2000: 97) menyatakan bahwa Tipografi merupakan bentuk tata wajah sebuah puisi. Sedangkan Sayuti (2010:329) mengungkapkan bahwa Tipografi merupakan aspek bentuk visual
17 puisi yang berupa tata hubungan dan tata baris. Dalam puisi, tipografi itu digunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik supaya indah dipandang oleh pembaca. Tipografi juga dapat dipertimbangkan sebagai simbol pikiran dan perasaan yang diekspresikan. Sayuti (2010: 52) menambahkan, secara internasional, maksudnya penyusunan tipografi yang beraneka ragam itu secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu a) sekedar untuk keindahan inderawi, yakni agar susunan puisi tertentu tampak indah dipandang mata; b) untuk mendukung pengedepanan makna, rasa atau susunan puisi. 2.5.2 Struktur Batin Puisi Struktur batin adalah unsur yang membangun puisi dari dalam puisi. Unsur ini tidak kelihatan ddan harus dipahami secara nalar atau emosional. Struktur batin puisi terdiri atas tema/isi dan amanat. 2.5.2.1 Tema/Isi Jabrohim (2001: 65) menyatakan Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Waluyo (2000: 106) menyatakan Devinisi tema sebagai gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair. Jadi, tema puisi adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya. Gagasan pokok inilah yang menjadi dasar seorang penyair dalam menciptakan puisi. Dari tema biasanya pembaca langsung menemukan isi yang terkandung dalam puisi misalnya tema kasih sayang, keindahan alam, pengalaman pribadi, dan sebagainya.
18 2.5.2.2 Amanat Jabrohim (2001: 67) menyatakan Amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Waluyo (2000: 130) menyatakan Amanat merupakan apa yang tersirat di balik kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan makna tersirat yang disampaikan penyair dalam puisinya. Dari segi pembaca, amanat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Dari segi penulis, amanat tersirat di balik kata-kata yang disusn dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan.