8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Sentul Ayam lokal merupakan salah satu potensi sumber daya genetik peternakan yang mempunyai variasi genetik cukup tinggi. Ayam lokal merupakan aset yang sangat berharga dalam pembentukan bibit unggul ayam lokal dan terbukti mampu berdaptasi pada lingkungan setempat (Nataamijaya, 2000). Rose (1997) mengklasifikasikan ayam pada taksonomi: Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Phylum Subphylum Class Family Genus Species : Chordata : Vertebrata : Aves : Phasinadae : Gallus : Gallus atau disebut juga domestic fowl Ayam lokal terdiri dari berbagai rumpun atau galur, salah satu jenis ayam lokal yang berasal dari daerah Ciamis Jawa Barat adalah Ayam Sentul. Ayam sentul mempunyai bulu yang didominasi warna abu-abu serta memiliki beberapa variasi warna yaitu abu-abu tua, abu-abu muda, abu-abu kecoklatan, abu-abu kemerahan, dan abu-abu keputihan (Sulandari dkk, 2007). Sartika dan Iskandar (2007) mengklasifikasikan Ayam Sentul menjadi lima jenis yaitu sentul kelabu, sentul geni, sentul batu, sentul debu, dan sentul emas. Beberpa ciri khas dari ayam sentul yaitu jengger pada jantan umumnya single comb atau jenggel tunggal,
9 warna bulu pada betina dewasa umumnnya abu-abu sedangkan jantan umumnya berwarna abu-abu dengan dihiasi warna merah dan jingga di daerah leher, punggung, pinggang dan sayap. Sisik kaki betina berwarna putih dan abu-abu. Pada jantan berwarna hitam dan abu-abu (Nataamijaya, 2005). Ayam Sentul mempunyai karakteristik perototan yang padat sehingga mempunyai daging yang cukup banyak. Selain itu potensi ayam sentul mempunyai produksi telur yang tinggi dengan bobot badan yang cukup besar (dwiguna), sehingga ayam ini bisa menjadi sumber telur ataupun sumber daging. Karakter lain yang menguntungkan ayam Sentul sebagai ayam potong adalah kulitnya berwarna putih (Nataamijaya, 2005). Diwyanto, dkk, (2011) menjelaskan bahwa ayam sentul mempunyai keunggulan yaitu sebagai penghasil daging dan telur (dwiguna), dengan bobot badan ayam jantan 3,5 kg dan ayam sentul betina 0,8-2,2 kg, kemudian produksi telur 118 butir/tahun. 2.2 Pemeliharaan Semiorganik Hewan ternak yang dipelihara untuk produksi organik harus menjadi bagian integral dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai dengan kaidah-kaidah dalam standar organik. Pengelolaan peternakan organik harus dilakukan dengan menggunakan metode pembibitan yang alami, meminimalkan stress, mencegah penyakit, secara progresif menghindari penggunaan obat hewan jenis kemotrafika (termasuk anitibiotik) alopati kimia, mngurangi pakan ternak yang berasal dari binatang serta menjaga kesehatan dan kesejahtraannya (SNI, 2002). Penelitian tidak menggunakan vaksin dan obat-obatan serta mengurangi bahan kimia yang digunakan dalam pakan komersil. Untuk menjaga kebugaran
10 ternak agar tidak terserang penyakit maka digunakan tanaman herbal berupa buah mengkudu. Sistem pemeliharaan semiorganik yang diterapkan pada penelitian ini mengikuti beberapa persyaratan yang ditetapkan dalam SNI Sistem Pangan Organik (2002), diantaranya DOC yang digunakan bukan hasil rekayasa genetik, selama pemeliharaan tidak dilakukan vaksinasi dan pengobatan tetapi memberikan feed additive dari sari buah mengkudu, pakan yang digunakan tidak selamanya menggunakan pakan komersil yang seringkali menggunakan bahan kimia sintetis tetapi hanya digunakan selama dua minggu pertama selanjut menggunakan pakan hasil campuran sendiri dari tim ALG sehingga tidak menggunakan bahan kimia. 2.3 Performa Performa ternak adalah produktivitas ternak selama masa hidupnya. Produktivitas biasanya ditunjukkan dari kemampuan pertumbuhan serta kinerja reproduksinya. Nilai produktivitas pada ayam dapat diukur dari kecepatan pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai bobot badan tertentu pada waktu yang singkat. Indikator performa dapat dilihat melalui konsumsi ransum, petambahan bobot badan, dan konversi ransum (Hidayat dan Sopiyan, 2010). 2.3.1 Konsumsi Ransum Ransum adalah pakan yang diberikan pada ternak untuk periode 24 jam yang mempengaruhi pertumbuhan dan pencapaian ukuran tubuh yang maksimal (Anggorodi, 1994). Tujuan mengkonsumsi ransum pada ternak adalah untuk hidup, tumbuh dan bereproduksi (Scott dkk., 1982). Kartasudjana dan Supriajatna
11 (2006) menyatakan bahwa konsumsi ransum merupakan faktor penting yang menjadi dasar untuk menentukan produksi. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah jenis dan umur ternak, kulaitas ransum yang diberikan serta lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara. Alamsyah (2005) menyatakan bahwa ayam yang diberi ransum starter bentuk crumble akan mengkonsumsi ransum lebih banyak dibandingkan yang diberi bentuk mash. Kelebihan ransum bentuk crumble adalah distribusi bahan pakan lebih merata sehingga kehilangan nutrisi dapat dicegah serta tidak tercecer pada waktu dikonsumsi. Widjastuti (1996) konsumsi ransum ayam Sentul sekitar 80 gram/ekor/hari dengan kebutuhan (protein dan energi metabolis) yaitu protein 15,44% dan EM 2756,325 kkal/kg pada sistem cage. Nataamijaya dkk (1995) konsumsi ransum pada setiap jenis ayam lokal berbeda-beda, ayam Sentul betina umur 42 minggu diketahui sebesar 100 gram/ekor, dengan konsumsi protein kasar harian mencapai 9,94 gram/ekor, dan energi metabolis mencapai 272,98 kkal/ekor. Sedangkan ayam Arab pada umur 1-2 bulan kebutuhan ransumnya berkisar 25-45 gram/hari/ekor dengan kandungan protein 18-19% dan energi metabolis 2.500 kkal/kg dan umur 2-3,5 bulan kebutuhan ransum 45-60 gram/hari/ekor dengan kandungan protein 16-17% dan energi metabolis 2.500 kkal/kg (Sarwono,2002). 2.3.2 Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh, proses pertumbuhan tersebut memerlukan energi dan substansi penyusun sel atau jaringan yang diperoleh ternak melalui ransum yang
12 dikonsumsinya (Wahju, 2004). Kecepatan pertumbuhan unggas dapat diukur dengan melihat adanya pertambahan bobot badan selama kurun waktu tertentu (Soeharsono, 1976). Tilman dkk., (1991) nenyatakan bahwa pertambahan bobot badan diperoleh dari pengukuran kenaikan bobot badan melalui penimbangan dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, minggu, bulan atau taun. Iskandar dkk., (1998) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ayam buras pada umur 12 minggu sebesar 704 gram. Pertambahan bobot badan pada jenis ayam lokal bervariasi tergantung pada umur, genetik, kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan (Rasyaf, 2008). Sutardi (1995) menerangkan bahwa ternak ayam kampung akan dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya bila mendapatkan zat-zat makanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pertambahan bobot badan ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi ransum, makin tinggi konsumsi makin tinggi bobot tubuhnya (Kartadisastra, 1997). 2.3.3 Konversi Ransum Konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tetentu (Rasyaf, 1999). Konversi ransum merupakan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat badan atau produksi telur (NRC, 1994). Konversi ransum digunakan untuk melihat besaran ransum yang diberikan sehingga dapat diubah menjadi daging oleh ternak. Rendahnya konversi ransum tidak memberikan jaminan pemeliharaan akan memperoleh keuntungan tinggi apabila tidak didukung oleh pertambahan bobot badan yang tinggi pula. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa semakin rendah angka konsumsi ransum, semakin efisien
13 ternak unggas dalam penggunaan ransum. Menurut Rasyaf (2008) konversi ransum selama penelitian diukur berdasarkan perbandingan konsumsi ransum total selama penelitian dengan pertambahan bobot badan akhir selama penelitian. Menurut Wahju (2004) semakin tinggi nilai konversi ransum menunjukkan semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat. Rasio konversi ransum yang rendah berarti untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam dibutuhkan pakan dalam jumlah yang semakin sedikit. NRC (1994) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah suhu lingkungan, bentuk fisik pakan, komposisi pakan dan zat-zat yang terkandung dalam pakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, tipe pakan, tempratur, feed additive, dan manajemen (James, 1992).