Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615-2584 Buku 2 ISSN (E) : 2615-3343 ANGKUTAN BERBASIS APLIKASI TEKNOLOGI INFORMSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Siti Nurbaiti Jurusan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Trisakti E-mail: nurbaiti_05092000@yahoo.com Abstrak Pengangkutan memiliki posisi penting dalam memperlancar angkutan dan mendorong prekonomian nasional. Saat ini berkembang angkutan yang berbasis aplikasi teknologi informasi, namun masih menunai kontraversi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kedudukan hukum angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan tanggung jawab pengusaha angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi terhadap pengguna jasa. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dengan bersumber pada data sekunder dan data primer sebagai data pendukung yang dianalisis secara kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kedudukan angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 tidak dapat dikategorikan sebagai angkutan umum karena tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum sebagaimana di persyaratkan dalam Pasal 1 butir (10) jo Pasal 1 butir (21) jo Pasal 138 ayat (3) jo Pasal 139 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 UU No. 22 Tahun 2009 jo Pasal 36, Pasal Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 65 Pernmen hub No.108 Tahun 2017 dan Pasal 65 Permen Hub. No.108 Tahun 2017 dan tanggung jawab pengusaha angkutan online terhadap pengguna jasa tidak dapat dipergunakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 192 untuk angkutan orang dan Pasal 193 untuk angkutan barang karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan bertentangan dengan Pasal 1339 KUHPerdata serta Undangundang No.22 Tahun 2009. Kata Kuci: Angkutan, Kedudukan hukum dan Tanggung Jawab A. Pendahuluan Saat ini berkembang angkutan yang berbasis aplikasi teknologi informasi seperti Uber, Grab dan Gojek, sehingga semakin mudah dan cepat pengguna jasa (penumpang maupun pengirim barang) melakukan aktivitas. Dilain pihak angkutan umum yang sudah ada lebih dahulu seperti Metromini, Kopaja, Bajaj semakin tidak diminati oleh para pengguna jasa, sehingga hal ini menimbulkan masalah yang menyangkut kedudukan hukum dan dan tanggung jawab pengusaha angkutan yang berbasis aplikasi teknologi informasi tersebut, sehingga masalah yang muncul adalah bagaimanakah kedudukan hukum angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan bagaimanakah tanggung jawab pengusaha angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi terhadap pengguna jasa, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. 181
B. Studi Pustaka Pengangkutan pada dasarnya dilakukan dengan perjanjian. Menurut HMN HMN Purwosutjipto, pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim (sic!), dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim (sic!) ialah membayar ongkos angkut 1. Berdasarkan definisi tersebut perjanjian pengangkutan mempunyai unsur-unsur: 1. Timbal Balik, pengangkut mempunyai kewajiban untuk mengangkut pengguna jasa sampai di tempat tujuan yang disepakati dan berhak atas biaya angkut sedangkan kewajiban pengguna jasa membauar biaya angkut dan berhak untuk diangkut sampai di tempat tujuan yang disepakati; 2. Adanya penyelenggaraan pengangkutan yang harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUPerdata bahwa Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, kata sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal yang tertentu dan sebab yang halal. Dan perjanjian tersebut juga berlaku sebagai undangundang bagi pengangkut dan pengguna jasa, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian walaupun mengikat para pihak tetapi tidak boleh bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang; 3. Ke tempat tujuan, jadi baik penumpang maupun barang yang dikirim oleh pengirim barang harus sampai di tempat tujuan yang disepakati. Dengan selamat, mengandung arti apabila pengangkutan itu tidak berjalan dengan selamat, maka pengangkut harus bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa. Selain harus memenuhi unsur-unsur suatu perjanjian, Pengangkut dalam menjalanlankan usaha angkutannya harus juga memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Undangundang No.22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu: 1. Pasal 1 butir (10) Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran. 2. Pasal 1 butir (21) Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum. 3. Pasal 138 ayat (3) Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum. 4. Pasal 139 ayat (4) Penyedia jasa angkutan umum dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan hukum lain sesuai dengan peraaturan perundang-undangan. 5. Pasal 173 ayat (1) Perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki: a. Ijin penyelenggaraan orang dalam trayek; 1 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan Jilid 3 ( Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 3. 182
b. Ijin penyelnggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; c. Ijin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. 6. Pasal 179 ayat (1) Ijin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh: a. Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang melayani: 1) Angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui 1 (satu) daerah provinsi; 2) Angkutan dengan tujuan tertentu; 3) Angkutan pariwisata. b. Gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui lebih dari 1(satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; d. Bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota. 7. Pasal 183 ayat (1) tarif penumpang untuk angkutan tidak dalam trayek dengan menggunakan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf a 2 ditetapkan oleh perusahaan angkutan umum atas persetujuan pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan strandar pelayanan minimal yang ditetapkan. 8. Pasal 183 ayat (2) Tariff penumpang untuk angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata dan di kawasan tertentu ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum. 9. Pasal 186 Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang. 10. Pasal 188 Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan. 11. Pasal 192 (1) Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang; (2) Kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya perawatan; (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati; (4) Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah. 2 Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata, dan d. angkutan orang di kawasan tertentu. 183
12. Pasal 193 (1) Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim; (2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami. (3) Tanggung jawab perusahaan angkutan dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati.; (4) Perusahaan Angkutan Umum tidak bertanggung jawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang; (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah. Pengusaha Angkutan Umum juga harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yaitu: 1. Pasal 1 ayat (4) Perusahaan Angkutan UMum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum; 2. Pasal 36 ayat (1) Untuk menyelenggarakan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, perusahaan angkutan umum wajib memiliki ijin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek; 3. Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) Perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus berbentuk badan hukum Indonesia berupa badan Usaha Milik Negara; Badan Usaha Milik Daerah; Perseroan Terbatas atau koperasisesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Pasal 38 huruf a Untuk memperoleh ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), Perusahaan Angkutan umum wajib memenuhi persyaratan memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan. 5. Pasal 63 ayat (1) Untuk meningkatkan kemudahan pemesanan jasa angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, perusahaan angkutan umum dapat menggunakan aplikasi berbasis teknmologi informasi. 6. Pasal 63 ayat (2) Penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan perusahaan aplikasi di bidang angkutan darat. 7. Pasal 64 ayat (1) Perusahaan angkutan umum yang menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), wajib mengikuti kektentuan dibidang pengusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38. 8. Pasal 64 ayat (2) Perusahaan Angkutan umum yang menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan pengoperasian kendaraan bermotor dan penggunaan aplikasi. 184
9. Pasal 65 Perusahaan Aplikasi dibidang transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum yang meliputi: a. Pemberian layanan akses aplikasi kepada perusahaan angkutan umum yang belum memiliki ijin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor tidak dalam trayek; b. Pemberian layanan akses aplikasi kepada perorangan; c. Perekrutan pengemudi; d. Penetapan tariff; e. Pemberian promosi tarif di bawah tariff batas bawah yang telah ditetapkan 10. Pasal 72 Perusahaan Angkutan Umum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38 (ayat (1)) dikenakan sanksi adminstrarif berupa pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan pelanggaran berat (ayat (2)). C. Metodologi Penelitian Untuk dapat menjawab permasalahan maka metode yang dipergunakan terdiri dari: 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang dipergunakan adalah normatif, yaitu penelitian berbasis pada norma hukum yang menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tertier 3. Objek yang dianalisis adalah peraturan perundangundangan. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif 4, yaitu memberikan gambaran terhadap kedudukan hukum angkutan berbasis online dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan tanggung jawab pengusaha angkutan online terhadap pengguna jasa. 3. Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sebatas pada peninjauan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-UndangNo.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angktuan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dan data primer untuk mendukung data sekunder. 4. Analisis Data Berdasarkan data sekunder dan data primer yang telah dikumpulkan dilakukan analisis dilakukan secara kualitatif yaitu menganalisis ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan angkutan berbasis online. 5. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari pernyataan yang berisfat umum 5. Metode ini dilakukan dengan mengkaji ketentuan-ketentuan yang bersifat umum mengenai syarat-syarat, tanggung jawab pengangkut kemudian dilakukan kesimpulan hal yang bersifat khusus yaitu mengenai kedudukan hukum angkutan berbasis online dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan tanggung jawab pengusaha angkutan online terhadap pengguna jasa 3 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1996, hal. 3. 4 Ibid, hal.32. 5 Ibid, hal, 69. 185
D. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan data sekunder dan data primer yang telah dihimpun dapat dilakukan pembahasan bahwa kebutuhan masyarakat dalam penyelenggaraan angkutan umum, saat ini angkutan yang berbasis aplikasi teknologi informasi seperti Gojek, Uber dan Grab sangat diminati oleh masyarakat sebagai suatu kebutuhan dibidang angkutan umum, akan tetapi jika dikaji ketentuan yang terdapat dalam UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun Peraturan Menteri Perhubungan No. 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dan berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap sejumlah pengemudi gojek, Uber dan Grab, kendaraan yang mereka pergunakan adalah kendaraan milik pribadi, sehingga tidak mempunyai kedudukan sebagai angkutan umum karena berdasarkan Pasal 1 butir (10) walaupun Gojeg, Uber dan Grab dipungut bayaran dan perusahaan aplikasi yang berbasis teknologi informasi telah memenuhi syarat sebagai perusahaan yang berbadan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 139 ayat (4) UU No.22 Tahun 2009, akan tetapi Penyelenggara Angkutan berbasis aplikasi informasi tersebut bukanlah angkutan umum karena tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 ayat (1) karena tidak memilik ijin trayek sebagai angkutan umum dan berdasarkan Pasal 36, Pasal Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 65 Pernmen hub No.108 Tahun 2017 dan Pasal 65 Permen Hub. No.108 Tahun 2017. Akibatnya dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Pasal 72 yaitu berupa dikenakan sanksi adminstrarif yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang dan pelanggaran berat. Dengan tidak memenuhi syarat kedudukan sebagai angkutan umum maka masalah tanggung jawab peyelenggara angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi pun tidak dapat dpiergunakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 186, Pasal 188, Pasal 192 dan Pasal 193 UU No.22 Tahun 2009, karena tidak memenuhi syarat objektif mengenai causa yang halal sebagai salah satu sahnya perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUPerdata dan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1339 karena bertentangan dengan Undang-undang yang yang ada. Dengan demikian penyelenggara angkutan berbasis aplikasi teknologi tidak memenuhi syarat teknis maupun substansi yang terdapat dalam UU No.22 Tahun 2009, Peraturan Menteri No PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek dan Pasal 1320, 1339 KUHperdata. Jika terjadi sesuatu yang menimpa pengguna jasa, maka pengguna jasa tidak dapat menuntut kepada pengemudi maupun Penyelenggara Angkutan berbasis aplikasi teknologi informasi berdasarkan atas dasar wanprestasi akibat dilanggarnya suatu perjanjian akan tetapi hanya dapat menutut atas dasar perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHperdata yaitu setiap perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain maka orang yang menimbulkan kerugian wajib membayar ganti kerugian dengan beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan sebagai akibat tidak adanya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1866 KUHPerdata. E. Kesimpulan Berdasarkan uraikan yang dikemukakan dalam pokok permasalahan, maka dapat disampaikan suatu kesimpulan: 1. Kedudukan angkutan berbasis online dalam Undang-undang No.22 Tahun 2009 tidak dapat dikategorikan sebagai angkutan umum karena tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum sebagaimana di persyaratkan dalam Pasal 1 butir (10) jo Pasal 1 butir (21) jo Pasal 138 ayat (3) jo Pasal 139 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 jo Pasal 36, Pasal 186
Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 65 Pernmen hub No.108 Tahun 2017 dan Pasal 65 Permen Hub. No.108 Tahun 2017; 2. Tanggung jawab pengusaha angkutan online terhadap pengguna jasa tidak dapat dipergunakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 192 untuk angkutan orang dan Pasal 193 untuk angkutan barang karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 jo Pasal 1339 KUHPerdata serta Undangundang No.22 Tahun 2009. F. Daftar Pustaka HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengangkutan Jilid 3. Jakarta: Djambatan, 1992. Indonesia. Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1979. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. R. Subekti dan R. Tjirosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta : Pradnya Paramita, 1991. R. Wirjono Projodikoro. Perbuatan Melanggar Hukum. Bandung: Sumur Bandung, 1976. Siti Nurbaiti. Hukum Pengangkuta Darat (Jalan dan Kereta Api). Jakarta: Univeristas Trisakti Press, 2009. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1996. 187