VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kajian keseimbangan air di hutan tanaman E. pellita di Riau, menyimpulkan: a. Angka penggunaan air oleh tanaman (ET) hutan tanaman E. pellita cukup besar yaitu antara 1.188 1.834 mm per tahun atau sekitar 47,8 71,5% dari curah hujan tahunan. Besarnya nilai ET tersebut semakin besar seiring meningkatnya umur tanaman. Secara rata-rata umur, besarnya nilai ET masih berada di bawah angka curah hujan rata-rata tahunan (2.361 mm/th), sehingga potensi defisit air (kekeringan wilayah) masih dapat dihindari. b. Kehilangan air dari ekosistem baik melalui intersepsi hujan maupun aliran permukaan cukup kecil. Aliran permukaan dapat ditekan pada saat tanaman E. pellita berumur lebih dari 1 tahun. Kehilangan air melalui intersepsi hujan relatif kecil (berkisar 13,3-18,7% dari curah hujan), yang berarti potensi hujan bersih (net precipitation) yang terdiri dari air lolosan tajuk dan aliran batang masih cukup tinggi dan berpotensi menjadi simpanan air dalam ekosistem. Kapasitas infiltrasi tanah yang besar (rata-rata 8,69 cm/jam) serta permeabilitas tanah yang tinggi (rata-rata 23,97 cm/jam) menyebabkan laju masuknya air ke dalam lapisan tanah cukup besar dan dapat mengurangi potensi aliran permukaan yang dapat menyebabkan erosi tanah. Namun demikian, perlu diwaspadai pada fase pasca penebangan (tanaman umur 0) sampai 1 tahun karena potensi evaporasi serta aliran permukaan cukup besar akibat kondisi penutup tanah yang minimal. 164
c. Kewaspadaan terhadap kondisi tata air pada lahan tanaman umur 0 tahun (setelah penebangan) juga ditunjukkan dari pengamatan hasil air, hasil sedimen serta karakteristik aliran sungai: - Hasil air pada lahan tanaman umur 0 tahun (pasca penebangan) sampai tanaman berumur kurang dari 1 tahun menunjukkan terjadinya peningkatan aliran sungai sebesar 142,6 % dibandingkan pada tanaman umur 5-6 tahun, serta peningkatan nilai koefisien aliran permukaan bulanan sebesar 95,3%. Peningkatan tersebut mulai kembali stabil setelah tanaman memasuki umur 2 tahun seiring perkembangan penutupan tanah oleh komunitas tumbuhan bawah. - Hasil sedimen menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu terjadi peningkatan nilai rata-rata bulanan sebesar 8,9 kali (atau 788,7 %) akibat penebangan di akhir daur dibandingkan pada tanaman umur 5-6 tahun. - Karakteristik aliran sungai menunjukkan bahwa penebangan akan menyebabkan waktu dasar semakin pendek, waktu mencapai puncak banjir semakin cepat, serta debit puncak yang semakin besar. 2. Kajian keseimbangan hara di hutan tanaman E. pellita di Riau, menyimpulkan: a. Tanah jenis Ultisols (Typic Kandiudults) pada lokasi HTI E. pellita rotasi ketiga di Perawang menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah baik secara fisik maupun kimia, dan lebih rendah dibandingkan pada tanah di hutan alam. Namun demikian, kenaikan umur tanaman E. pellita membentuk ekosistem hutan yang semakin mantap bagi perbaikan sifat fisik maupun kimia secara umum. b. Neraca hara dalam biomassa tanaman E. pellita memperlihatkan bahwa jumlah hara yang keluar bersama panen kayu lebih kecil dibandingkan hara yang masuk melalui hara dalam biomassa sisa (residu) yang ditinggal. Kondisi perimbangan 165
neraca hara biomassa tersebut adalah N (126,1 kg/ha) > K (88,2 kg/ha) > Ca (21,7 kg/ha) > P (8,3 kg/ha) > Mg (1,5 kg/ha). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa potensi perbaikan kesuburan kimia tanah cukup besar melalui input hara biomassa, meskipun tidak semua hara dapat menjadi tersedia dalam waktu cepat. c. Input hara melalui hujan merupakan salah satu input hara alami utama yang cukup besar potensinya, dan perlu mendapat perhatian agar sebanyak mungkin masuk ke dalam tanah. Input hara melalui air aliran batang semakin meningkat seiring bertambahnya umur tanaman, sedangkan input melalui lolosan tajuk tidak menunjukkan kecenderungan yang jelas. Input hara melalui air aliran batang dan lolosan tajuk lebih besar 1,6 sampai 8,4 kali dibandingkan hara yang keluar melalui aliran sungai dan pencucian, dengan kondisi perimbangan neraca hara Ca (119,3 kg/ha/th) > K (71,3 kg/ha/th) > N (27,7 kg/ha/th) > Mg (16,1 kg/ha/th) > P (1,8 kg/ha/th). Namun demik ian, input hara melalui air hujan juga berpotensi hilang bersama aliran permukaan dan erosi tanah. d. Input hara melalui serasah menjadi bagian terpenting input hara alami melalui proses dekomposisi. Akumulasi hara rata-rata dalam serasah tanaman E. pellita secara berturut-turut N (96,4 kg/ha) > K (90,0 kg/ha) > Ca (20,2 kg/ha) > P (15,7 kg/ha) > Mg (8,5 kg/ha). Laju input hara makro rata-rata dari serasah paling besar terjadi pada unsur N (14,68 kg/ha/th) diikuti unsur K (13,47 kg/ha/th), Ca (0,43 kg/ha/th), P (0,36 kg/ha/th) dan Mg (0,12 kg/ha/th). e. Kehilangan hara melalui panen batang (kayu) tanaman E. pellita merupakan output hara utama dari ekosistem. Besarnya kehilangan hara panen kayu yang terjadi pada umur tanaman 6 tahun adalah K (183,5 kg/ha) > N (127,6 kg/ha) > P (38,0 kg/ha) > Ca (33,6 kg/ha) > Mg (22,4 kg/ha). 166
f. Urutan kehilangan hara melalui siklus air (aliran sungai dan pencucian) pada tanaman umur 6 tahun adalah N (42,22 kg/ha/th) > Ca (16,40 kg/ha/th) > K (9,65 kg/ha/th) > Mg (6,30 kg/ha/th) > P (0,85 kg/ha/th). Besarnya hara keluar melalui aliran sungai semakin kecil seiring meningkatnya umur tanaman. 3. Dalam rangka upaya pengelolaan lingkungan air dan hara, perhatian utama untuk melakukan tindakan konservasi adalah pada saat tanaman berumur 0-1 tahun (pasca penebangan). Rekomendasi teknik pengelolaan pada lahan hutan tanaman yang diperoleh melalui skenario aplikasi tanaman penutup tanah (LCC) dan pembuatan sistem tanaman campuran (mixed-cropping), yaitu: a. Aplikasi LCC pasca penebangan berdampak pada penurunan total runoff (total aliran sungai) sampai tanaman berumur 2 tahun. Pada tanaman berumur 0 1 tahun, terjadi penurunan total aliran sungai sebesar 35,02%, sedangkan pada tanaman berumur 2 tahun penurunan menjadi 35,00%. Aplikasi LCC juga berdampak pada penurunan tingkat sedimentasi sampai tanaman berumur 2 tahun. Pada tanaman berumur 0 1 tahun, terjadi penurunan tingkat sedimen sebesar 35,00%, sedangkan pada tanaman berumur 2 tahun, penurunan tingkat sedimen menurun menjadi 34,90%. b. Penanaman LCC juga akan meningkatkan pasokan hara makro ke dalam ekosistem. Secara kuantitas, kenaikan hara di akhir daur terjadi mulai yang paling besar yaitu unsur K diikuti unsur N, Ca, P dan Mg, sedangkan berdasarkan persentase kenaikannya, mulai yang paling besar adalah unsur K (1,56%), diikuti Mg (0,81%), Ca (0,48%), P (0,47%) dan N (0,06%). c. Perlakuan tanaman campuran (mixed-cropping) antara E. pellita dan A. mangium, dapat menyebabkan peningkatan hara ekosistem, baik secara rata-rata (kg/th hara) 167
maupun peningkatan di akhir daur, kecuali unsur Ca yang menurun ( turun 7,57 kg/ha). Peningkatan hara di akhir daur terbesar secara kuantitas adalah unsur N (naik 346,6 kg/ha), diikuti K (naik 108,4 kg/ha), P (naik 27,6 kg/ha) dan Mg (naik 1,9 kg/ha). B. Saran dan Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan penelitian, dapat dirumuskan saran dan rekomendasi teknik dalam rangka usulan pengelolaan yang lebih baik terhadap lingkungan air dan hara di lahan hutan tanaman E. pellita, terutama pada fase-fase kritis pada saat setelah penebangan (tanaman umur 0 tahun) sampai tanaman berumur 1 tahun, antara lain: 1. Terkait pengelolaan lingkungan sumber daya air, saran dan rekomendasi teknik pengelolaan yang lebih baik ditujukan untuk mengurangi potensi aliran permukaan, erosi dan sedimentasi. Bentuk-bentuk kegiatan teknik pada lahan pasca panen antara lain: - Aplikasi teknik konservasi tanah dan air (KTA) berupa penanaman jenis LCC sesaat setelah pemanenan selesai dilakukan. Teknik konservasi air vegetatif ini memiliki prinsip membuat penutupan terhadap tanah seoptimal mungkin dengan memanfaatkan jenis tanaman penutup tanah. Penggunaan cover crops selain dapat mengontrol erosi dan aliran permukaan, juga mencegah pencucian hara, penambat nitrogen, memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah, melindungi anakan tanaman, meningkatkan infiltrasi tanah, serta sangat efisien dalam menurunkan laju sedimentasi. - Penghamparan biomassa sisa tebangan agar tanah terbuka ditekan seminimal mungkin. Teknik pemulsaan terhadap permukaan tanah ini dapat menekan laju erosi tanah dan aliran permukaan. 168
- Penanganan sumber-sumber erosi dan sedimentasi seperti tebing kiri-kanan jalan dan sungai, melalui penanaman LCC maupun rumput penguat. Penggunaan vegetasi sebagai stabilisator tanah di tebing sungai dan tebing lajan adalah teknik yang paling cost-effective diterapkan di kawasan hutan, dibandingkan metode sipil teknis lainnya. - Aplikasi teknik KTA sipil teknis pada lahan pasca panen dengan kemiringan lereng di atas 30%, antara lain dengan pembuatan teras bangku dan rorak. Tindakan sipil teknis ini relatif memerlukan lebih banyak biaya (high cost), oleh karenanya aplikasinya di kawasan hutan harus benar-benar pada lokasi yang dibutuhkan. 2. Terkait pengelolaan lingkungan sumber daya hara pada prinsipnya adalah melakukan konservasi hara untuk meningkatkan pasokan hara ke dalam ekosistem, serta agar hara tidak mudah hilang dari ekosistem baik melalui erosi dan aliran permukaan serta melalui pencucian. Bentuk-bentuk kegiatan teknik pada lahan pasca panen antara lain: - Pemanfaatan LCC dari jenis legume sebagai tanaman penambat N bebas dari udara (Nitrogen fixing plants). Beberapa kelebihan penggunaan LCC dibandingkan pupuk N selain lebih murah sehingga menghemat biaya, juga relatif tidak menyebabkan pencemaran lingkungan dan ganggunan kesehatan seperti yang bisa ditimbulkan akibat pemakaian pupuk kimia-n. Selain itu, dalam prosesnya penggunaan LCC tidak membutuhkan banyak energi, serta tidak menyebabkan peningkatan CO 2 ke atmosfer yang berkontribusi pada peningkatan gas rumah kaca di udara. - Pengembangan hutan tanaman campuran dapat menjadi salah satu alternatif pengelolaan kawasan hutan yang lebih lestari. Selain berfungsi memutus siklus hama dan penyakit, sistem tanaman campuran dapat mengkonservasi hara lebih 169
baik. Salah satu komposisi tanaman yang dapat direkomendaikan adalah penanaman jenis tanaman A. manium di dalam tegakan E. pellita. Sistem tanaman campuran ini pada akhirnya dapat mengurangi kebutuhan akan pupuk tanpa mempengaruhi produksi kayu tanaman pokok - Pemberantasan gulma (weeding management) dengan pengembangan teknik selective weeding. Jenis gulma yang dibabat atau disemprot diusahakan dari jenis yang non-legum (selective weeding), atau dapat dikombinasikan dengan teknik penanaman jenis legum (LCC) pada saat tanaman muda. - Upaya meningkatkan produktivitas tanah hutan tanaman juga dapat dilakukan melalui peningkatan input hara dari sisa-sisa (residu) biomassa tanaman yang tidak keluar bersama panen kayu (biomassa kulit, daun, ranting dan akar). Selain sebagai bahan masukan hara ke dalam ekosistem, biomassa sisa yang ditinggal saat panen juga berfungsi sebagai tindakan konservasi tanah dan air, yaitu sebagai mulsa penutup tanah dengan cara dihamparkan terutama pada lahan-lahan miring. 170