BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 1-5 PENDUGAAN POLA SEBARAN LIMBAH TPA JATIBARANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

SURVEI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI KELURAHAN BONTO RAYA KECAMATAN BATANG KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

*

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

III. METODE PENELITIAN

Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi Data

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

Jurnal Einstein 4 (3) (2016): Jurnal Einstein. Available online

PEMANFAATAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENGETAHUI STRUKTUR GEOLOGI SUMBER AIR PANAS DI DAERAH SONGGORITI KOTA BATU

KAJIAN PENYEBARAN LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN SIFAT KELISTRIKAN BATUAN DI LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) BENOWO SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE UNTUK IDENTIVIKASI POTENSI SEBARAN GALENA (PBS) DAERAH-X, KABUPATEN WONOGIRI

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

GEOFISIKA EKSPLORASI. [Metode Geolistrik] Anggota kelompok : Maya Vergentina Budi Atmadhi Andi Sutriawan Wiranata

Aplikasi Metode Geolistrik untuk Identifikasi Sebaran Limbah Lada Putih di Kecamatan Galing Kabupaten Sambas Budiman a, Andi Ihwan a, Joko Sampurno a*

Pemetaan Akuifer Air Tanah Di Sekitar Candi Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis

Dinisa Hanifa 1, Ibrahim Sota 1, Simon Sadok Siregar 1

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

INVESTIGASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH JALUR LINTAS BENGKULU-CURUP KEPAHIYANG. HENNY JOHAN, S.Si

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif

BAB III METODE PENELITIAN

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2009):

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

BAB III METODE PENELITIAN

METODE EKSPERIMEN Tujuan

Identifikasi Sebaran Aquifer Menggunakan Metode Geolistrik Hambatan Jenis Di Desa Bora Kecamatan Sigi Biromari Kabupaten Sigi

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

STUDI SEBARAN BATUAN INTRUSI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN JALUR SESAR DI DUSUN PATEN DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

PENETROMETER TEST (DCPT) DI JALAN ARTERI

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Aplikasi Software 3 Dimensi Inversi Dalam Interpretasi Sebaran Air Tanah (Studi Kasus Dukuh Platarejo Dan Dukuh Selorejo)

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK

ANALISIS PENCEMARAN LOGAM BERAT OLEH LINDI (LEACHATE)

Nurun Fiizumi, Riad Syech, Sugianto.

Identifikasi Daya Dukung Batuan untuk Rencana Lokasi Tempat Pembuangan Sampah di Desa Tulaa, Bone Bolango

Penentuan Lapisan Bawah Permukaan di Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPAS) Banjarbaru dengan Metode Geolistrik

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

NILAI RESISTIVITAS DENGAN VARIASI JARAK DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH GUNUNG KUPANG BANJARBARU

ISSN: Indonesian Journal of Applied Physics (2016) Vol. 6 No. 02 Halaman 88 Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Interaksi antara air tanah dengan struktur geologi

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI KEDALAMAN AQUIFER DI KECAMATAN BANGGAE TIMUR DENGAN METODA GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

POLA SEBARAN LIMBAH TPA STUDI KASUS DI JATIBARANG SEMARANG (Waste Distribution Pattern Cese Study in TPA Jatibarang Semarang)

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

Identifikasi Sebaran Panasbumi Menggunakan Metode Geolistrik Hambatan Jenis di Desa Wani Tiga, Kabupaten Donggala

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

PENENTUAN KEDALAMAN AKUIFER BEBAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER

PENDUGAAN RESERVOIR DAERAH POTENSI PANAS BUMI PENCONG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAHANAN JENIS

REVISI, PEMODELAN FISIKA APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK INVESTIGASI KEBERADAAN AIR TANAH

Penyelidikan Struktur Pondasi Jembatan Lamnyong Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

IDENTIFIKASI POLA AKUIFER DI SEKITAR DANAU MATANO SOROAKO KAB. LUWU TIMUR Zulfikar, Drs. Hasanuddin M.Si, Syamsuddin, S.Si, MT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

POTENSI AIRTANAH BERDASARKAN NILAI RESISTIVITAS BATUAN DI KELURAHAN CANGKORAH, KECAMATAN BATUJAJAR, KABUPATEN BANDUNG BARAT

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 3 (2015), Hal ISSN :

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

SURVAI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER DI DESA BANJAR SARI, KEC. ENGGANO, KAB.

Analisis Aliran Rembesan (Seepage) Menggunakan Pemodelan 3D Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITY UNTUK PENDUGAAN SEBARAN INTRUSI AIR LAUT DI KELURAHAN KLEGO KOTA PEKALONGAN

ABSTRAK. Kata kunci : Daerah rembesan, lapisan konduktif, resistivitas, suseptibilitas magnet

Oleh: I Nengah Simpen. Promotor: Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutarpa Sutama, M.S Ko Promotor: 1. Prof. Ir. I Wayan Redana, M.Sc, Ph.D

ABSTRAK

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Abstrak

APLIKASI METODE GEOLISTRIK DALAM SURVEY POTENSI HIDROTHERMAL (STUDI KASUS: SEKITAR SUMBER AIR PANAS KASINAN PESANGGRAHAN BATU)

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Cristi * ), Kerista Sebayang * ), Mester Sitepu ** ) Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, MEDAN

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah adalah buangan yang kehadirannya tidak dikehendaki pada suatu saat dan pada tempat tertentu karena limbah tersebut tidak bernilai ekonomis. Selain tidak bernilai ekonomis, sebagian besar limbah berbahaya karena dapat mencemari lingkungan tanah seperti limbah pembuangan pengolahan emas tradisional yang mengandung senyawa sianida. Oleh sebab itu, pada penelitian ini dilakukan survei geofisika dengan metode geolistrik resistivity konfigurasi Wenner yang bertujuan untuk mengetahui kedalaman dan arah sebaran limbah sianida pada bawah permukaan di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah. 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Uji Resistivitas Tanah Permukaan Skala Laboratorium Selain pengumpulan data lapangan, pada penelitian ini juga di lakukan uji resistivitas sampel tanah permukaan di daerah penelitian. Pengujian sampel ini digunakan sebagai data dukung dalam penentuan nilai resisistivitas limbah sianida pada hasil penampang 2D di daerah penelitian. Pada penelitan ini menggunakan 6 sampel tanah permukaan yang terdiri dari 3 sampel tanah yang tercemar limbah sianida yang diambil dari 3 lokasi pembuangan limbah pada daerah penelitian, dapat dilihat pada lampiran 2 gambar L.2.4, L.2.5, dan L.2.6. Sedangkan 3 sampel tanah yang tidak tercemar limbah sianida diambil dari 3 lokasi yang tidak melakukan penambangan emas tradisional namun masih dalam satu formasi batuan dengan tempat penelitian dan dapat dilihat pada lampiran 2 gambar L.2.1, L.2.2, dan L.2.3. Uji resistivitas tanah dilakukan menggunakan alat Soil Resistivitymeter dengan menggunakan wadah yang berukuran (23,6 x 6 x 4) cm 3. Hasil uji sampel dapat dilihat pada lampiran 1 tabel L.1.1 yang menunjukkan bahwa pada 3 sampel tanah yang terkontaminasi memiliki nilai resistivitas yang berkisar 1,95 Ωm 22,9 Ωm, sedangkan nilai resistivitas tanah yang tidak terkontaminasi sebesar 5,92 Ωm 158 Ωm. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tanah yang terkontaminasi sianida memiliki nilai resistivitas yang relatif sangat rendah dari pada tanah yang tidak 28

terkontaminasi. Hal ini disebabkan karena seyawa sianida mengandung larutan garam yang bersifat elektrolit. Larutan yang bersifat elektrolit dapat menghantarkan listrik, sehingga senyawa sianida akan bersifat konduktif yang mengakibatkan menurunnya nilai resistivitas tanah. 5.1.2 Interpretasi Penampang 2D Pengambilan data lapangan menggunakan metode geolistrik di lakukan pada 6 lintasan dengan panjang 300 m untuk lintasan 1-3, 200 m untuk lintasan 4 dan 5, dan 130 m untuk lintasan 6 dengan jarak antar elektroda 5 m. Hasil pengolahan data geolistrik yang menggunakan software Res2dinv berupa penampang 2D yang menggambarkan variasi nilai resistivitas secara lateral dan vertikal. Hasil pengukuran lintasan pertama sampai lintasan keenam menunjukkan anomali rendah dan tinggi dengan warna biru tua dan ungu. Anomali rendah dan tinggi pada pengukuran lintasan pertama ditunjukkan dengan nilai resistivitas 4,62 Ωm dan 87,0 Ωm, anomali rendah dan tinggi pada pengukuran lintasan kedua ditunjukkan dengan nilai resistivitas 5,95 Ωm dan 95,0 Ωm, anomali rendah dan tinggi pada pengukuran lintasan ketiga ditunjukkan dengan nilai resistivitas 5,60 Ωm dan 75,0 Ωm, anomali rendah dan tinggi pada pengukuran lintasan keempat ditunjukkan dengan nilai ressistivitas 6,61 Ωm dan 52,8 Ωm, anomali rendah dan tinggi pada pengukuran lintasan kelima ditunjukkan dengan nilai resistivitas 5,04 Ωm dan 108,0 Ωm dan pada lintasan terakhir yaitu lintasan keenam, anomali rendah dan tinggi ditunjukkan dengan nilai resistivitas 8,01 Ωm dan 130 Ωm. Berdasarkan data pengukuran di lapangan yang telah dikorelasikan dengan data geologi, secara umum daerah penelitian didominasi oleh lapisan clay (lempung), soil (tanah), sandy clay (lempung pasiran), dan limestone (batugamping). 5.1.2.1 Penampang Lintasan 1 Lintasan pertama merupakan lintasan yang berarah Selatan Utara dengan posisi koordinat titik awal 0 m pengukuran pada 8 51'53.82" LS dan 116 15'41.28" BT dan titik akhir pengukuran di 300 m pada 8 51'44.46" LS 29

dan 116 15'42.60" BT (Gambar 5.1). Pengambilan data lintasan pertama ini diambil selurus dengan tempat pembuangan limbah ketiga (TP3) pada arah selatan dan tempat pembuangan limbah pertama (TP1) pada arah utara yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. S U = Daerah Tercemar Gambar 5.1 Hasil inversi data lintasan 1 Gambar 5.1 merupakan hasil inversi pengolahan data pada lintasan pertama. Diperoleh kedalaman hingga 19,8 m dan dapat diinterpretasikan nilai resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar dari (5,60 8,11) Ωm dengan gradasi warna biru terdapat di beberapa titik pengukuran. Pertama, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (30 55) m dengan kedalaman antara (6,38 11,6) m. Kedua, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (100 105) m dengan kedalaman antara (3,75 6,78) m dan ketiga, pada jarak (190 250) m dengan kedalaman antara (3,75 12,8) m. Nilai resistivitas rendah ini diindikasikan sebagai daerah yang terkontaminasi karena pori-pori dari lapisan tersebut telah terisi oleh limbah sianida yang bersifat konduktif. Pencemaran di daerah pertama diduga disebabkan oleh air rembesan tempat pembuangan limbah sianida yaitu TP3 yang hanya berjarak sekitar 10 m dari lintasan pertama, sedangkan pencemaran di daerah kedua dan ketiga diduga disebabkan oleh air rembesan tempat pembuangan limbah sianida yaitu TP1 yang berjarak 50 m dari lintasan pertama. Daerah yang terkontaminasi pada lintasan pertama ini didominasi oleh air limbah sianida yang merembes dari TP1 karena tempat pembuangan ini telah digunakan cukup lama dan banyaknya limbah sianida yang dibuang langsung kepermukaan tanah oleh masyarakat setempat, dapat dilihat pada Gambar 1.L.3. 30

Sehingga menyebabkan air yang bercampur limbah sianida dapat masuk kedalam pori-pori tanah. Pada nilai resistivitas (8,12 49) Ωm dengan gradasi warna biru muda hingga orange diinterpretasikan sebagai clay (lempung) yang memiliki porositas yang cukup baik namun kurang mampu meloloskan air. Sehingga menyebabkan air rembesan dari tempat pembuangan limbah mengendap di beberapa tempat dan tidak menyebar secara signifikan ke segala arah. Sedangakan nilai resistivitas (51,8 75,0) Ωm diinterpretasikan sebagai batu gamping (limestone) yang merupakan lapisan yang bersifat permeable sehingga dapat dilalui dengan mudah oleh air rembesan limbah sianida dan lapisan ini banyak terdapat di kedalaman (1,25 6,38) m. 5.1.2.2 Penampang Lintasan 2 Lintasan kedua merupakan lintasan yang sejajar dengan lintasan pertama dan berarah Selatan Utara dengan posisi koordinat 8 51'53.76" LS dan 116 15'38.88" BT sampai 8 51'44.76" LS dan 116 15'40.92"BT (Gambar 5.2). S U = Daerah Tercemar Gambar 5.2 Hasil inversi data lintasan 2 Berdasarkan gambar 5.2 terdapat dua tempat yang terkontaminasi limbah sianida yang di tunjukkan oleh sebaran resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar (5,95 8,83) Ωm. Pertama, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (150 165) m dengan kedalaman antara (9,8 19,8) m dan kedua, nilai resistivitas rendah terdapat pada jarak (185 290) m dengan kedalaman antara (3,75 11,8) m dari permukaan tanah. Daerah yang terkontaminasi limbah sianida di tempat pertama dan kedua diduga disebabkan oleh air dari 31

limbah sianida yang merembes dari tempat pembungan pertama (TP1) yang berjarak beberapa meter dari lintasan kedua (Gambar 4.2). Pada nilai resistivitas (9,0 49,0) Ωm dengan gradasi warna biru hingga coklat diinterpretasikan sebagai clay (lempung) dan sandy clay (lempung pasiran) sedangkan nilai resistivitas (50,0 95,0) Ωm dengan gradasi warna orange hingga ungu diinterpretasikan sebagai perpaduan antara clay (lempung) dengan batu gamping (limestone). 5.1.2.3 Penampang Lintasan 3 Lintasan ketiga merupakan lintasan yang sejajar dengan lintasan kedua dan berada pada titik koordinat 8 51'53.46" LS dan 116 15'36.85" BT sampai 8 51'44.58" LS dan 116 15'37.74" BT (Gambar 5.3). Pengambilan data pada lintasan ketiga diambil selurus dengan jalan aspal sebelah barat dan diapit oleh dua tempat pembuangan limbah sianida yaitu TP1 berada pada timur jalan aspal dan TP2 berada pada barat jalan (Gambar 4.2). S U = Daerah Aquifer Gambar 5.3 Hasil inversi data lintasan 3 Berdasarkan gambar 5.3 ini terdapat nilai resistivitas rendah (konduktif) dan dicitrakan oleh warna biru yang berkisar dari (4,62 7,02) Ωm berada pada jarak 80 m dan 130 m dengan kedalaman 15 m 19,8 m merupakan daerah yang tidak terkontaminasi oleh limbah sianida dikarenakan tidak adanya kesinabungan secara horizontal karena TP1 dan TP2 berada pada jarak 270 m. Hal ini disebabkan oleh tempat pembuangan limbah pada TP1 dengan lintasan ketiga di pisahkan oleh jalan aspal yang tersusun atas mineral keras yang diduga tidak dapat menyerap air rembesan limbah sianida dari TP1 dan sebelum TP2 dioperasikan sebagai tempat pembuangan limbah sianida pada 32

daerah cekungannya dilapisi dengan lapisan geomembran yang berfungsi agar air yang bercampur limbah sianida tidak mudah meresap kedalam permukaan tanah. Dapat diinterpretasikan lapisan dengan gradasi warna biru hingga hijau dengan nilai resistivitas (4,62 16,3) Ωm sebagai clay (lempung) dan soil (tanah). Sedangkan lapisan dengan gradasi warna hijau tua hingga ungu dengan nilai resistivitas (24,7 87,0) Ωm diinterpretasikan sebagai clay (lempung), sandy clay (lempung pasiran), dan limestone (batu gamping). 5.1.2.4 Penampang Lintasan 4 Lintasan keempat merupakan lintasan yang berarah dari Selatan Utara dan berada pada titik koordinat 8 51'53.76" LS dan 116 15'34.18" BT sampai 8 51'48.24" LS dan 116 15'37.14" BT. Lintasan keempat berbeda dengan lintasan pertama, kedua, dan ketiga karena panjang lintasannya hanya 200 m dan lintasan ini juga melewati tumpukan limbah sianida dari hasil pengolahan emas milik salah satu warga di lokasi penelitian (TP 4). S U = Daerah Tercemar = Daerah Aquifer Gambar 5.4 Hasil inversi data lintasan 4 Dari hasil inversi pada lintasan empat (Gambar 5.4) terlihat adanya nilai resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar dari (6,81 8,5) Ωm dan dicitrakan dengan warna biru, berada pada jarak (90 105) m dengan kedalaman antara (1,25 2,0) m diindikasikan sebagai daerah yang terkontaminasi oleh limbah sianida karena pada jarak tersebut terdapat tumbukan limbah yang dibuang langsung ke permukaan tanah dan kedua pada jarak (105 140) m dengan kedalaman antara (16,8 19,8) m merupakan daerah yang tidak terkontaminasi karena tidak terlihat kesinabungan secara horizontal dari aliran air yang bercampur limbah sianida 33

dari tempat pertama sehingga pada tempat kedua ini diduga sebagai daerah resapan air bawah permukaan. Selanjutnya, lapisan dengan nilai resistivitas (9,13 21,9) Ωm dengan gradasi warna biru hingga hijau diinterpretasikan sebagai clay (lempung), soil (tanah) dan sandy clay (lempung pasiran) sedangkan lapisan dengan gradasi warna kuning hingga ungu dengan nilai resistivitas (29,4 52,8) Ωm diinterpretasikan sebagai clay (lempung) yang bercampur dengan limestone (batugamping). 5.1.2.5 Penampang Lintasan 5 Lintasan kelima merupakan lintasan yang berarah dari Barat Timur sehigga memotong lintasan pertama sampai lintasan keempat secara horizontal pada arah selatan dengan posisi koordinat 8 51'50.16" LS dan 116 15'35.40" BT sampai 8 51'51.96" LS dan 116 15'41.70" BT. S U Gambar 5.5 Hasil inversi data lintasan 5 Berdasarkan hasil inversi pada lintasan kelima (Gambar 5.4) tidak terdapat daerah yang terkontaminasi oleh limbah sianida, hal ini diduga karena adanya lapisan yang memiliki porositas yang kecil dan kurang mampu untuk meloloskan air yang bercampur dengan limbah sianida, seperti clay (lempung). Pada lintasan ini terdapat nilai resistivitas rendah (5,04 7,81) Ωm pada jarak (35 50) m dengan kedalaman (16,8 19,8) m diperkirakan sebagai daerah resapan air dari lintasan keempat sedangkan lapisan dengan nilai resistivitas (12,1 45,1) Ωm dengan gradasi warna biru hingga kuning diinterpretasikan sebagai clay (lempung), soil (tanah) dan sandy clay (lempung pasiran) sedangkan lapisan dengan gradasi warna orange hingga ungu dengan nilai resistivitas (69,8 108,0) Ωm diinterpretasikan sebagai 34

sandy clay (lempung pasiran) yang bercampur dengan limestone (batugamping). 5.1.2.6 Penampang Lintasan 6 Lintasan keenam merupakan lintasan yang berarah dari Barat Timur dan memotong lintasan pertama sampai lintasan ketiga secara horizontal pada arah utara dan lintasan keenam ini melintasi tempat pembuangan limbah sianida pada TP1 (Gambar 4.2). S U = Daerah Tercemar Gambar 5.6 Hasil inversi data lintasan 6 Pada penampang lintasan yang terakhir terdapat daerah yang dicitrakan dengan warna biru dengan nilai resistivitas rendah (konduktif) yang berkisar dari (8,01 9,0) Ωm diindikasikan sebagai daerah yang tercemar limbah sianida. Daerah tersebut berada pada jarak (65 75) m dengan kedalaman (7,5 12,4) m dan pada jarak (95 105) m dengan kedalaman (3,75 9,26) m. Daerah yang terkontaminasi pada lintasan ini diduga karena rembesan dari air yang bercampur limbah sianida pada TP1. Dapat diinterpretasikan juga lapisan dengan nilai resistivitas (11,9 26,5) Ωm dan dicitrakan dengan warna biru hingga hijau muda diindikasikan sebagai clay (lempung), soil (tanah) dan sandy clay (lempung pasiran), sedangkan nilai resistivitas (39,4 130) Ωm dan dicitrakan dengan warna hijau tua hingga ungu diindikasikan sebagai limestone (batugamping). 5.1.3 Interpretasi Visualisasi 3D Tahap akhir pada interpretasi data yaitu menentukan arah rembesan limbah sianida dengan menggunakan software RockWork 15. Dengan 35

mengetahui nilai resistivitas dan litologi pada hasil penampang 2D dari lintasan pertama sampai keenam, data tersebut digunakan sebgai input dalam memperoleh hasil model 3D untuk tiap lapisan batuan. Tujuan utama dari visualisasi 3D pada penelitian ini adalah untuk memperkirakan arah sebaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah. Hasil penampang 3D ditunjukkan pada Gambar 5.7. (a) (b) 36

(c) Gambar 5.7 Hasil visualisasi 3D (a) solid model 3D tampak arah baratselatan (b) hasil slicing vertikal dari solid model 3D tampak arah atas (c) hasil slicing vertikal dari solid model 3D tampak arah utara-barat Dilihat dari hasil slicing vertikal Gambar 5.7 (c) maka dapat diketahui bahwa daerah yang terkontaminasi oleh limbah sianida di tandai dengan garis putusputus dan dicitrakan dengan warna ungu menyebar dari arah utara menuju kearah selatan, karena kecendrungan nilai resistivitas sebelah selatan menuju ke arah utara semakin menurun karena adanya rembesan limbah sianida dari tempat pembuangan pertama (TP1) yang berada di arah utara. 5.2 Pembahasan Pencemaran limbah sianida akibat pengolahan emas tradisional di daerah Prabu, Kabupaten Lombok Tengah dapat terjadi karena limbah sianida yang di buang bigutu saja ke permukaan tanah, sehingga menyebabkan rembesan limbah sianida dapat menyebar kebawah permukaan tanah dan 37

mencemari bawah permukaan tanah disekitarnya. Indikasi adanya tanah yang tercemar limbah sianida ini diinterpretasikan dengan perubahan nilai reisistivitas karena limbah sianida yang mengandung larutan garam yang bersifat elektrolit dan sangat mampu menghantarkan daya listrik sehingga menyebabkan limbah sianida bersifat konduktif dan jika limbah ini masuk ke dalam pori-pori tanah dapat menyebabkan perubahan nilai resistivitas tanah menjadi semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran skala laboratorium, nilai resistivitas tanah yang terkontaminasi sianida memiliki nilai resistivitas yang relatif lebih rendah dari pada tanah yang tidak terkontaminasi limbah sianida. Berdasarkan hasil interpretasi yang diperoleh, tanah yang terkontaminasi limbah sianida memiliki nilai resistivitas rendah antara (5,95 9,0) Ωm dan daerah yang tercemar limbah sianida terdapat pada lintasan pertama, kedua, keempat, dan keenam. Adanya daerah yang terkotaminasi sianida pada lintasan pertama, kedua, dan keenam di dominasi oleh rembesan air yang tercampur limbah sianida pada tempat pembuangan limbah pertama (TP1) dan sangat dimungkinkan telah menyebar lebih dari 50 m ke arah timur dan 145 m kearah selatan dari TP1 dengan kedalaman lebih dari 15,9 m karena TP1 telah cukup lama dijadikan tempat pembuangan limbah. Sedangkan pada lintasan keempat tidak terlihat adanya penyebaran limbah sianida yang meluas secara horizontal maupun vertikal karena tempat pembuangan yang berada pada lintasan keempat masih berskala kecil, namun pada lintasan keempat ini juga diidikasikan adanya daerah akuifer yang terdapat pada jarak (105 140) m. Jika TP4 tetap dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah sianida maka dapat menyebabkan air yang tercampur oleh limbah sianida akan masuk ke dalam pori-pori tanah dan menyebabkan terkontaminasinya daerah akuifer yang berada pada kedalaman 14 m dibawah TP4. Dari hasil interpretasi tersebut dapat dilihat bahwa resistivitas yang terdeteksi pada lokasi penelitian cendrung pada material-material batuan lunak sehingga kecendrungan sianida untuk masuk dan mengendap pada lapisan-lapisan tersebut masih sangat besar. Hal ini dikarenakan air yang 38

bercampur dengan limbah sianida masih dapat menembus batuan-batuan tersebut. Limbah tersebut diduga tersebar pada lapisan tanah dengan struktur batuan sandy clay (lempung pasiran). Batuan lempung merupakan batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak mampu mengalirkan (air terjebak) karena memiliki nilai porositas yang cukup tinggi 45% namun daya ikat antara batuan sangat lemah dan nilai permeabilitasnya sangat kecil (0,0004 m/hari), sedangkan batu pasir memiliki nilai porositas 15%, nilai permeabilitas (4,1 m/hari) (Tabel L.3.1), dan merupakan batuan yang berfungsi sebagai lapisan penyerap dan dapat menyimpan air. Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak semua lapisan terdapat endapan sianida. Karena pada lapisan tertentu tersusun atas batuan yang memiliki porositas kecil dan permeabilitas yang rendah, sehingga kemungkinan air untuk menembus batuan tersebut sangat kecil. Oleh karena itu, limbah sianida akan mengendap pada lapisan terakhir yang dapat ditembus oleh air. 39

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan 1. Telah terjadi pencemaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah hingga kedalaman 19,8 m. 2. Terdapat penyebaran limbah sianida pada bawah permukaan tanah di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah yang mengarah ke pemukiman penduduk dan telah menyebar lebih dari 50 meter ke arah timur dan 145 meter ke arah selatan dari tempat pembuangan 1 (TP1). 6.2 Saran Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan bahwa: 1. Sebaiknya masyarakat di Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah membuat sumur galian pada jarak lebih dari 145 m dari tempat pembuangan limbah sianida 2. Menguji Daya Hantar Listrik (DHL) air pada sumur-sumur yang masih digunakan oleh masyarakat di Desa Desa Prabu, Kabupaten Lombok Tengah. 3. Sebelum dijadikan tempat pembuangan limbah sianida sebaiknya tempat tersebut dilapisi terlebih dahulu dengan lapisan geomembran. 40