BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kredit bermasalah. Hal tersebut menjadi ketidakpastian yang harus dihadapi

dokumen-dokumen yang mirip
investasi. Dalam hal ini kredit investasi merupakan bantuan yang diberikan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Munawaroh STKIP PGRI Jombang ABSTRACT

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini begitu banyak perusahaan yang bergerak dalam dunia bisnis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Melihat perkembangan perekonomian saat ini, dimana tingkat minat

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi pembangunan di Indonesia. Peranan bank sebagai agen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dapat diperoleh dengan dana kredit yang ditawarkan oleh bank.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas. /pengertian-sistem-informasi akuntansi.html)sistem Informasi Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini era pembangunan telah menunjukkan perkembangan terutama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman atau kredit. Bank berperan sebagai perantara antara pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan sebaik-baiknya dari perencanaan jumlah kredit, pengorganisasian,

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam jumlah yang material. Adanya suatu bank akan memberi manfaat bagi

BAB I PENDAHULUAN. orang dan ditemui disetiap kehidupan semua orang. Kredit terjadi karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara termasuk Indonesia sangat bergantung

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN REKOMENDASI. mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud). Sistem pengendalian yang baik

BAB I PENDAHULUAN. dan perbankan Indonesia. Adanya rentang waktu pengembalian pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang keuangan. Pengertian bank menurut Undang-undang Nomor

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dalam dunia usaha dan bisnis saat ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. dana dalam bentuk simpanan seperti tabungan, deposito, giro, dan lain-lain dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 menyatakan bank wajib

BAB I PENDAHULUAN. serta menyediakan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran. masyarakat. Fungsi perbankan yang demikian disebut sebagai perantara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

PERANAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL PEMBERIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha tidak terlepas dari perkembangan sektor usaha

Adapun struktur organisasi dan tanggung jawab masing. PT. Bank Jabar Banten Cabang Bandung adalah sebagai berikut : Tugas Pemimpin Cabang adalah :

BAB I PENDAHULUAN. kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

I. PENDAHULUAN. dunia perbankan semakin ketat. Tantangan di dunia perbankan akan semakin sulit

Pengaruh Auditor Internal Dan Penerapan Manajemen Risiko Perbankan Terhdap Pemberian Kredit

BAB I PENDAHULUAN. macet). Kredit macet adalah suatu risiko yang melekat pada suatu kredit di Bank,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan pihak yang memiliki kekurangan dana. Dimana kegiatan. kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai pada setiap Negara, salah satunya Indonesia. Pada umumnya Usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang memerlukan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kebutuhan keuangan masyarakat terus meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank (Fifke:2013).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan serta deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pemberian Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Pasir Pengaraian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pelaku bisnis lebih menyukai untuk menyimpan dana. yang berasal dari pinjaman seperti yang diutarakan Hildebrand bahwa

B A B 1 P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat, khususnya di negara

BAB I PENDAHULUAN. utama yang sejak dahulu kala menjadi tulang punggung operasi badan usaha

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu bagian penting dalam suatu perekonomian. Bank

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Pada Jurusan Akuntansi OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas manajemen di perusahaan. Tujuan pengendalian intern adalah untuk

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bank tersebut, baik dilihat dari sudut pandang operasional bank dan dampak psikologis yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk - bentuk lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan Bank adalah menghimpun dana, menyalurkan dana, serta. memberikan jasa jasa perbankan kepada masyarakat. Peranan bank dalam

BAB I PENDAHULUAN. bank sebagai tambahan dana untuk modal usaha dengan pinjaman dana tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi. Karena perbankan mempunyai fungsi utama sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan bank dalam sebuah negara akan memberikan dukungan. ekonomi dan hingga kondisi perbankan pada saat sekarang ini..

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. (LBKK). Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Keuangan Bukan Bank

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini sesuai dengan pengertian bank menurut undang-undang perbankan

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana resiko suatu bisnis, kredit bermasalah merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari pembangunan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan riset Infobank per Juni 2004 terdapat 40 bank di Indonesia yang mempunyai kredit bermasalah. Hal tersebut menjadi ketidakpastian yang harus dihadapi oleh perbankan dalam pemberian kredit kepada nasabahnya. Kemudian berdasarkan laporan Statistik Perbankan Indonesia untuk Januari 2011 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) terdapat 16 bank yang mempunyai tingkat Non Performing Loan (NPL) melebihi batas aman yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 5%. Seperti yang diterbitkan oleh Kontan (2010) bahwa salah satu bank pemerintah terbesar di Indonesia yaitu bank BRI mengalami masalah dengan kredit macet, tingkat Non Performing Loan (NPL) bank BRI meroket naik. Dalam paparan kinerja kuartal dua tahun 2010 tercatat 4,27% naik cukup besar dari tingkat NPL di periode yang sama tahun sebelumnya yang baru sebesar 3,70%. Kenaikan NPL tersebut banyak disebabkan oleh meningkatnya kredit-kredit bermasalah di sektor menengah. Kemudian Kompas (2011) memberitakan bahwa laporan keuangan kuartal satu tahun 2011 sejumlah bank papan atas menunjukkan tren peningkatan write off atau penghapusbukuan kredit bermasalah. Menurut para banker tindakan write off dilakukan selain akibat kurang hatihati bank dalam menyalurkan kredit, hapus buku mereka ambil lantaran prospek debitur menurun. Write off menjadi pilihan agar kondisi keuangan bank tetap sehat. 1

Bab I Pendahuluan 2 Likuditas dan kredit macet (Non Performing Loan/NPL) masih akan menjadi tantangan bagi perbankan pada tahun 2014. Sumbernya terutama ada pada pengusaha atau perusahaan menengah dengan kredit Rp 5 miliar hingga Rp 100 miliar. Hal ini disebabkan karena pengusaha di level ini masih banyak yang agresif dan ingin tumbuh dengan cepat, sehingga kemampuan membayar kredit lebih rendah dibandingkan kapasitas membayarnya (Dirut PT BJB Tbk Bien Subiantoro,2014). Industri perbankan diminta mewaspadai risiko krisis keuangan yang bersumber dari rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) dan tekanan likuiditas. Potensi risiko kredit macet saat ini mulai patut diwaspadai, terutama untuk sejumlah bank yang memiliki rasio NPL jauh melebihi rata-rata industri (Salamuddin Daeng,2014). Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, rasio NPL nett BTN tercatat sebesar 3.04%, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata NPL industri perbankan. Menurut data statistik perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NPL bank umum pada akhir 2013 adalah 0,012%. Sedangkan rasio NPL bank-bank milik pemerintah pada periode yang sama tercatat sebesar 0,02%. Adapun, rasio NPL bank pembangunan daerah pada 2013 adalah sebesar 0,03%. Rasio NPL tertinggi dicatatkan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yang pada akhir 2013 telah mencapai 4,41%. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau bank-bank beraset besar untuk menekan rasio kredit macet (NPL) kotor di kisaran 2 (dua) hingga 2,5 (dua koma lima) persen. Angka tersebut lebih rendah dari batas NPL yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yaitu sebesar 5 (lima) persen. Menurutnya, jika dihitung meski suatu bank besar

Bab I Pendahuluan 3 memiliki persentase NPL sama dengan bank kecil, namun nilai kredit bermasalahnya akan lebih besar dibanding bank kecil. Ini karena total kredit bank breast besar, tinggi. NPL tiga persen di bank besar bisa saja setara dengan lima besar NPL pada bank BUKU I atau II. Memang pada dasarnya, pemberian kredit akan dapat berjalan baik serta terhindar dari berbagai kecurangan-kecurangan penyimpangan yang mungkin terjadi apabila manajemen dapat mengelola setiap aktivitas dengan baik pula. Permasalahan ini dapat dihindari dengan adanya pengendalian internal yang memadai dalam bidang perkreditan. Dengan kata lain, diperlukan suatu pengendalian yang dapat menunjang efektivitas pemberian kredit. Pengendalian internal yang baik diperoleh dari suatu struktur yang terkoordinasi yang berguna bagi pimpinan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan yang lebih teliti, mencegah kecurangan dalam perusahaan, serta mengamankan harta perusahaan. Alasan perusahaan menyusun pengendalian internal adalah dalam rangka membantu dalam mencapai tujuannya. Manajemen dalam menjalankan fungsinya membutuhkan sistem pengendalian yang dapat mengamankan harta perusahaan, memberikan keyakinan bahwa apa yang dilaporkan adalah benar-benar dapat dipercaya dan dapat mendorong adanya efisiensi usaha serta dapat terus menerus memantau bahwa kebijakan yang telah ditetapkan memang dijalankan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengendalian internal dirancang dengan memperhatikan kepentingan manajemen perusahaan dalam menyelenggarakan operasi perusahaannya dan juga memperhatikan aspek biaya yang harus dikeluarkan, serta manfaat yang diharapkan. Arens & Loebbecke

Bab I Pendahuluan 4 (1999) yang menjadi tujuan pengendalian internal adalah reliability of financial reporting, efficiency and effectiveness of operation, serta compliance with applicable laws and regulation. Pengendalian internal tidak dimaksudkan untuk menghilangkan semua kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyelewengan sama sekali, tetapi pengendalian internal yang memadai akan dapat menekan atau memperkecil terjadinya kesalahan dan penyelewengan dalam batas yang layak dan kalaupun terjadi kesalahan atau penyelewengan dapat segera diketahui dan diatasi. Komponen pengendalian internal merupakan proses untuk menghasilkan pengendalian yang memadai. Agar tujuan pengendalian tercapai, perusahaan harus mempertimbangkan komponen-komponen pengendalian internal. Pengendalian internal yang bagaimanapun baiknya, tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, karena selalu ada kemungkinan bahwa data yang dihasilkannya tidak akurat akibat adanya beberapa keterbatasan yang melekat pada sistem tersebut. Adapun keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian internal menurut Mulyadi & Puradireja (2002) adalah kesalahan dalam pertimbangan, gangguan, kolusi, dan pengabaian oleh manajemen. Efektivitas sangat berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam usaha mencapai efektivitas sistem pemberian kredit, perlu diketahui tujuan pemberian kredit yang diharapkan. Untuk itu, bagian perkreditan perlu menetapkan kriteria tertentu untuk mencapai tujuan pemberian kredit. Dalam hal ini digunakan prinsup perkreditan yang lebih dikenal dengan prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital, collateral, dan

Bab I Pendahuluan 5 condition of economic. Apabila prinsip-prinsip tersebut terpenuhi, diharapkan tujuan pemberian kredit akan tercapai. Di samping itu, perlu dilaksanakannya prosedur pemberian kredit yang meliputi permohononan kredit, analisa kredit, keputusan kredit, perjanjian kredit serta pencairan kredit. Selain terpenuhinya prinsip dan prosedur pemberian kredit, suatu sistem pemberian kredit dapat dikatakan efektif apabila kredit tersebut dapat kembali sesuai waktu yang ditetapkan dengan sejumlah bunga yang telah ditentukan. Prioritas pemberian kredit yang diberikan betul-betul tepat sasaran dan tepat guna, maka efektivitas sistem pemberian kredit akan tercapai. Setiap bank harus memiliki struktur pengendalian internal yang memadai dalam perkreditan untuk mencegah penyalagunaan wewenang. Dengan berjalannya waktu, beberapa peneliti mulai melakukan penelitian untuk melihat apakah audit intern telah meningkatkan efektivitas dalam penurunan tingkat kredit macet di perbankan. Firdaus (2006) dengan topik peranan audit internal dalam menunjang efektivitas pengendalian intern pemberian kredit. Penelitian ini menyimpulkan bahwa audit internal berperan dalam menunjang efektivitas pengendalian intern pemberian kredit. Hal ini dapat dilihat dengan dilaksanakannya complication, verification, dan evaluation. Kemudian berdasarkan persentase kuesioner sebesar 84% dipercayai bahwa internal audit dapat menyebabkan risiko kredit macet lebih kecil dan mengurangi kolusi antara personel bagian kredit dan calon debitur. Munawaroh (2011) menguji peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas sistem pemberian kredit usaha kecil dan menengah. Jurnal ini menunjukkan

Bab I Pendahuluan 6 bahwa pengendalian internal sangat berperan dalam menunjang efektivitas sistem pemberian kredit usaha kecil dan menengah. Munawaroh (2011) juga mengungkapkan bahwa perlu dilakukannya penilaian terhadap nasabah yang mengajukan kredit pinjaman serta merasa yakin bahwa nasabah tersebut akan mampu untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya agar tidak menimbulkan kredit macet. Kemudian berdasarkan kuesioner yang telah disebarkan diketahui bahwa peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit usaha kecil dan menengah sebesar 93.65%. Wina Febriani (2013) meneliti menganai peranan audit internal dalam menunjang efektivitas kredit investasi. Di dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa besarnya pengaruh peranan audit internal dalam menunjang efektivitas kredit investasi adalah sebesar 50,55%. Hal ini membuktikan bahwa audit internal terbukti mempunyai peranan terhadap efektivitas kredit investasi. Mengacu pada pembahasan di atas, terlihat bahwa ada hal yang bertolak belakang antara penelitian yang menyebutkan bahwa audit intern memberi pengaruh terhadap penurunan tingkat kredit macet di perbankan dengan data NPL di perbankan yang melebihi batas aman. Berdasarkan fenomena inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian berjudul, Pengaruh Penerapan Audit Intern terhadap Penurunan Tingkat Kredit Macet di Perbankan: Studi Kasus pada Bank Permata Kota Jakarta.

Bab I Pendahuluan 7 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Adapun permasalahan-permasalahan yang diteliti pada studi ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah audit intern telah diterapkan secara memadai di PT. Bank Permata Tbk.? 2. Apakah audit intern berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tingkat kredit macet di PT. Bank Permata Tbk.? 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah audit intern pada PT. Bank Permata Tbk. telah dilaksanakan secara memadai. 2. Untuk mengetahui apakah audit intern telah berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tingkat kredit macet di PT. Bank Permata Tbk. 1.4 KEGUNAAN PENELITIAN Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan mempunyai kegunaan bagi semua pihak, antara lain: 1. Bagi Penulis Penelitian ini sebagai sarana untuk mengkaji dan meningkatkan wawasan tentang sistem pemberian kredit investasi yang seharusnya diterapkan pada setiap bank untuk mengurangi resiko kredit macet serta konsep audit intern dan pengaruhnya terhadap efektivitas kredit investasi.

Bab I Pendahuluan 8 2. Bagi Pihak Bank Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam menerapkan sistem yang paling efektif dalam pemberian kredit investasi pada nasabah agar tidak terjadi kredit macet yang akan merugikan bank. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai bagaimana pengaruh audit intern terhadap pencegahan terjadinya kredit macet yang banyak terjadi. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi terpercaya yang dapat kembali dikaji untuk jenis objek yang lain.