BAB I PENDAHULUAN. pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah. diastolik 90 mmhg. Seseorang mengalami peningkatan tekanan darah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. daya regang atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. dan biokimia pada jaringan atau organ yang dapat mempengaruhi keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan. kehilangan massa otot tubuh sekitar 2 3% perdekade.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. psikologis akibat proses menua. Lanjut usia merupakan tahapan dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut JNC VII (2003), Hipertensi adalah keadaan pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg. Seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal dapat mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Arief, 2008). Prevalensi pria menderita hipertensi umur 35-44 tahun sebesar 24,4% dan wanita umur 35-44 tahun sebesar 17,6% (American Heart Association, 2013). Di Indonesia dari hasil survey nasional (SKRT, 2001) menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004 (SKRT, 2004). Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai organ dan dapat berujung pada kematian. Pada organ jantung dapat menyebabkan penyumbatan dalam pembuluh darah koroner atau gagal jantung kongestif, sedangkan komplikasi pada sistem saraf dapat menyebabkan pelebaran dan penipisan pembuluh darah sehingga memungkinkan terjadinya stroke (Maier et.al., 2003). 1

Hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dibagi menjadi 2, yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah terdiri dari jenis kelamin, umur, dan riwayat penyakit keluarga sedangkan faktor yang dapat diubah terdiri dari merokok, pola makan, aktivitas fisik, kegemukan, dan konsumsi alkohol (Ordovas, 2006). Apabila faktor yang dapat diubah ini dapat dihindari, maka akan terhindar dari hipertensi dan resiko penyakit degeneratif (WHO, 2013). Berdasarkan jenis kelamin, pria lebih beresiko menderita hipertensi daripada wanita. Hal tersebut terjadi karena perilaku tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol), stres dan status pekerjaannya (Setiawan, 2006). Prevalensi resiko laki-laki terkena hipertensi 1,25 kali lebih tinggi daripada wanita (Rahajeng, 2009). Umur juga menjadi faktor resiko yang tidak dapat diubah. Prevalensi umur 31-40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi (122,42 ± 12,321 mmhg / 80,32 ± 6,775mmHg) dibandingkan dengan umur 18-30 tahun (117,93 ± 12,8 mmhg / 77 ± 8,2 mmhg) (Mahmood, 2011). Faktor genetik merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan dan bisa menjadi salah satu pencetus timbulnya hipertensi. Apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar (Sutomo, 2009). 2

Status gizi merupakan hal yang penting karena mempunyai resiko terhadap penyakit-penyakit tertentu dan akan mempengaruhi produktivitas kerja. Dengan demikian perlu adanya pemantauan secara terus menerus, yaitu dengan cara mempertahankan berat badan ideal atau normal. Status gizi seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas, apabila IMT 23,0 (WHO, 2000). Obesitas merupakan faktor resiko timbulnya penyakit degeneratif, diantaranya adalah hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, dan stroke (Maier et.al., 2003). Obesitas mempunyai 4,02 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas (Sugiharto, 2007). Penelitian di Farmingham (Amerika Serikat) menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena setiap kenaikan berat badan sebesar 10%, akan meningkatkan kolesterol darah sebesar 10mg/dL. Penumpukan kolesterol dalam pembuluh darah akan menimbulkan sumbatan sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Anggraini et. al., 2009). Faktor lain yang dapat diubah agar terhindar dari hipertensi adalah aktivitas fisik. Prevalensi hipertensi yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 20,8%, sedangkan yang melakukan aktivitas fisik sebesar 11,2% (Kartikawati, 2008). Aktivitas fisik yang meningkat, 30-45 perhari dapat berfungsi sebagai strategi dalam pencegahan dan pengelolaan hipertensi dan dapat membakar 800-1000 kkal (Khomsan, 2004) sedangkan aktivitas fisik yang menurun dapat menimbulkan timbunan energi dalam tubuh (Rimbawan&A.Siagian, 2004). 3

Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan tekanan darah adalah merokok. Berdasarkan penelitian, Seseorang yang mengonsumsi lebih dari satu pak rokok sehari ternyata 2 kali lebih rentan terkena hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Kartikawati, 2004). Nikotin dapat mengganggu sistem saraf simpatis dan dapat menyebabkan adanya peningkatan kebutuhan oksigen pada jantung. Selain itu nikotin juga dapat menyebabkan seseorang merasa ketagihan dan meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan merangsang pelepasan hormon adrenalin (Tandra, 2003). Para perokok diketahui mengalami konsentrasi timah dan kadmium yang tinggi serta konsentrasi vitamin C lebih rendah. Meningkatnya kadar timah dan kadmium dalam darah menyebabkan tekanan darah tinggi (Lovastatin, 2006). Konsumsi makanan memberikan kontribusi terbesar terhadap kejadian hipertensi, utamanya makanan beresiko. Makanan beresiko adalah makanan yang dapat menimbulkan resiko penyakit degeneratif. Makanan yang menjadi pencetus timbulnya hipertensi adalah makanan manis, asin, penyedap, makanan yang diawetkan, berlemak, jeroan, dan berkafein (Lovastatin, 2006). Makanan atau minuman manis mempengaruhi hipertensi karena makanan manis mengandung unsur karbohidrat sederhana yang menghasilkan energi tinggi. Konsumsi makanan manis yang berlebihan akan merangsang pankreas untuk memproduksi insulin yang banyak dan akan mengakibatkan penyimpanan lemak yang meningkat. Selain itu insulin berfungsi untuk merangsang produksi magnesium yang diperlukan 4

untuk mengendurkan otot. Apabila sel-sel resistensi terhadap insulin maka magnesium tidak dapat disimpan sehingga otot mengkerut. Hal tersebut akan menyebabkan timbulnya hipertensi dan resiko penyakit degeneratif lainnya (Goulbourne, 2007). Selain makanan manis, makanan asin juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan kejadian tekanan darah tinggi. Makanan asin yang sering dikonsumsi oleh masyarakat memiliki kadar natrium yang tinggi dan tanpa disadari telah memicu gangguan tekanan darah (Dirksen, Heitkemper dan Lewis, 2000). Sumber natrium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan (MSG), dan sodium karbonat (makanan yang diawetkan) (Anggraini, 2009). Pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Apabila konsumsi garam tinggi maka mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat akan merangsang terjadinya retensi air sehingga tekanan darah meningkat (Dirksen, Heitkemper dan Lewis, 2000). Konsumsi lemak dan jeroan dapat memicu terjadinya hipertensi. Hal tersebut karena kandungan lemak jenuh (kolesterol) (Lovastatin, 2006). Ada dua jenis lemak dalam makanan, yaitu lemak jenuh dan lemak tak jenuh. Kolesterol adalah salah satu turunan lemak. Bila kadar kolesterol dalam tubuh cukup, maka zat ini sangat berguna bagi tubuh untuk menjalankan fungsi beberapa organ tubuh. Oleh karena itu, apabila konsumsi jeroan dan lemak yang berlebih akan menyebabkan timbulnya kolesterol LDL dalam pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan 5

pembuluh darah dan pembuluh darah sulit mengembang. Perubahan ini dapat meningkatkan tekanan darah (Almatsier, 2003). Kafein merupakan senyawa yang memiliki sifat yang antagonis endogenus adenosin yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi (Aisyiyah, 2009). Kafein adalah senyawa yang terkandung dalam teh, cokelat, dan kopi. Pada penelitian cross-sectional menyatakan bahwa asupan kafein yang tinggi akan menurunkan resiko hipertensi karena tingginya kandungan kalium (Uiterwaal, 2007). Konsumsi alkohol dapat merangsang angiotensin dan aldosteron untuk melepaskan adrenergik pada sistem saraf sehingga terjadi perubahan pada denyut jantung dan sensitivitas insulin (Beilin LJ, 1996). Prevalensi hipertensi di Kalimantan Selatan berdasarkan laporan Riskesdas 2007, memiliki prevalensi yang tinggi dari prevalensi nasional yaitu 39,6%. Jumlah penduduk di Kalimantan Selatan sebesar 3.768.213 jiwa dengan kepadatan penduduk 97,26 jiwa/km 2 (Depkes, 2011). Jumlah penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya mempunyai peluang bagi pembangunan di daerah atau wilayah tersebut. seiring perkembangan waktu, timbullah perubahan gaya hidup yang dapat meningkatkan masalah kesehatan, khususnya hipertensi (Aisyiyah, 2009). Prevalensi hipertensi pada usia produktif (35-44 tahun) yang mengalami hipertensi karena mengonsumsi makanan beresiko dengan makanan yang paling dominan tinggi adalah makanan asin sebesar 66,8 dan penyedap sebesar 79,7. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan umur yang lainnya. Persentase ini sudah cukup besar karena 6

seharusnya pada usia produktif, mereka dapat melakukan pekerjaan secara optimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara. Hal ini menunjukan betapa seriusnya masalah hipertensi yang terjadi di Indonesia, jika tidak diikuti dengan peningkatan pengetahuan kesehatan yang berkaitan dengan perilaku. Berdasarkan permasalahan diatas, penulis akan melakukan analisis data untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan beresiko dengan kejadian hipertensi pada kelompok dewasa ( 35-45 tahun) di provinsi Kalimantan Selatan. B. Identifikasi Masalah Proporsi penyebab kematian oleh penyakit menular di Indonesia telah menurun setengahnya dari 44% menjadi 28%, sedangkan proporsi kematian akibat penyakit tidak menular mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 42% menjadi 60%. Hipertensi merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur (6.8%), setelah stroke (15.4%) dan tuberculosis (7.5%) (Depkes 2008). Hipertensi merupakan faktor resiko bersama penyakit-penyakit tidak menular, terutama penyakit kardiovaskuler (Lely et.al., 2009). Peningkatan prevalensi hipertensi ditunjukan dengan adanya perubahan pola hidup tidak sehat salah satunya konsumsi makanan beresiko (Mayo Clinic, 2003). Dibanyak negara termasuk Indonesia, salah satu faktor penyebab hipertensi ini adalah konsumsi makanan beresiko yang tinggi (Anggraini, 2009). 7

Peneliti akan meneliti Hubungan Konsumsi Makanan Beresiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Kalimantan Selatan Pada Kelompok Dewasa (35-44 Tahun). Dalam penelitian ini sebagai variabel dependent adalah hipertensi. Variabel independent berupa makanan beresiko (manis, asin, berlemak, jeroan, diawetkan, berkafein, bumbu penyedap), jenis kelamin, umur, daerah pemukiman, dan status gizi. C. Pembatasan Masalah 1. Topik penelitian ini adalah hubungan pola konsumsi makanan beresiko dan status gizi dengan kejadian hipertensi pada kelompok usia 35-44 tahun di provinsi Kalsel. 2. Data yang digunakan adalah data sekunder riset dasar kesehatan (RISKESDAS) 2007 yang telah dikumpulkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan RI. 3. Variabel yang akan masuk dalam penelitian adalah jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, pengukuran tekanan darah (sistolik 1, sistolik 2, sistolik 3, distolik 1, diastolik 2, dan diastolik 3), makanan manis, asin, berlemak, jeroan, yang diawetkan, minuman berkafein, dan bumbu penyedap. D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 8

1. Adakah hubungan pola konsumsi makanan beresiko (manis, asin, yang diawetkan, penyedap, berlemak, jeroan, dan berkafein), terhadap kejadian hipertensi pada kelompok dewasa (35-44 tahun) di Kalimantan Selatan. 2. Adakah hubungan jenis kelamin, dan status gizi terhadap kejadian hipertensi pada kelompok dewasa (35-44 tahun) di Kalimantan Selatan. E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola konsumsi makanan beresiko, jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada kelompok dewasa (35-44 tahun) di Kalimantan Selatan 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karateristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, daerah pemukiman, status tekanan darah, dan status gizi di Kalimantan Selatan. b. Mengidentifikasi pola konsumsi makanan beresiko (manis, asin, berlemak, jeroan, yang diawetkan, minuman berkafein, dan bumbu penyedap) pada kelompok usia 35-44 tahun di Kalimantan Selatan. c. Menganalisis hubungan jenis kelamin, daerah pemukiman, dan status gizi terhadap kejadian hipertensi pada kelompok usia 35-44 tahun di Kalimantan Selatan. d. Menganalisis hubungan pola konsumsi makanan beresiko (manis, asin, berlemak, jeroan, yang diawetkan, minuman berkafein, dan 9

bumbu penyedap) terhadap kejadian hipertensi pada kelompok usia 35-44 tahun di Kalimantan selatan. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Praktisi Dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai hubungan pola konsumsi makanan berisiko dan status gizi dengan kejadian hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah pada kelompok usia 35-44 tahun di propinsi Kalimantan Selatan (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007). 2. Manfaat Bagi Institusi Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan pada upaya pencegahan penyakit hipertensi di masyarakat dengan manjaga pola makan sehat dan menghindari makanan beresiko yang akan berdampak buruk pada kesehatan. 3. Manfaat Bagi Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan bagi para praktisi maupun mahasiswa gizi mengenai hubungan pola konsumsi makanan beresiko dan status gizi terhadap kejadian hipertensi pada kelompok umur 35-44 tahun di Provinsi Kalimantan Selatan. 4. Manfaat Bagi Peneliti a. Dapat digunakan sebagai sumber pengetahuan dan wawasan baru bagi mahasiswa gizi mengenai pengaaruh makanan beresiko dan 10

umur terhadap kejadian hipertensi pada kelompok umur 35-44 tahun di Kalimantan Selatan (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007). b. Dapat digunakan sebagai syarat kelulusan Sarjana Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. 11