34 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara aktivitas fisik pada laki-laki dengan kejadian stroke iskemik akut serangan pertama dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2013 di Ruang Rawat Inap Anggrek II SMF Syaraf RSUD Dr. Moewardi. Dari penelitian didapatkan data yaitu 15 sampel kasus dan 30 sampel kontrol. Kemudian data tersebut digunakan sebagai bahan analisis multivariat uji regresi logistik ganda. Pengambilan sampel dimulai dengan mencari dan mencatat data pasien laki-laki yang didiagnosis menderita stroke iskemik akut berdasarkan pemeriksaan CT Scan. Lalu, pengambil data melakukan informed consent dan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner GPAQ untuk menilai derajat aktivitas fisik sampel kasus. Setelah itu, pengambil data melakukan informed consent dan wawancara dengan kuesioner GPAQ terhadap keluarga/tetangga/rekan kerja sampel kasus yang berjenis kelamin laki-laki untuk mendapatkan data kontrol. Jika saat melakukan pengambilan sampel kasus, pengambil data tidak menemukan data kontrol maka pengambilan data kontrol dilakukan dengan mengunjungi lingkungan tempat tingggal pasien dan melakukan wawancara dengan warga di sekitar lingkungan sampel kasus untuk mendapatkan sampel kontrol. Pada penelitian ini, aktivitas fisik yang dinilai pada kuesioner GPAQv2 meliputi aktivitas saat bekerja, aktivitas saat bertransportasi, aktivitas ketika waktu luang, dan kebiasaan duduk maupun berbaring ketika waktu luang (WHO, 2005b).
35 Pada penelitian, sampel kasus yang mempunyai aktivitas fisik kurang 8 orang dan yang cukup 7 orang, sedangkan sampel kontrol yang mempunyai aktivitas fisik kurang 3 orang dan 27 orang mempunyai aktivitas fisik cukup. Pada analisis uji korelasi Spearman didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sedang dan negatif antara derajat aktivitas fisik dengan kejadian stroke iskemik akut. Artinya, pada laki-laki yang mempunyai aktivitas fisik yang kurang akan meningkatkan risiko terjadinya stroke iskemik akut. Hasil ini mendukung hipotesis penelitian bahwa ada hubungan antara derajat aktivitas fisik pada lakilaki dengan kejadian stroke iskemik akut di RSUD Dr Moewardi. Berdasarkan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda, pada penelitian ini aktivitas fisik pada laki-laki secara statistik berpengaruh terhadap serangan stroke iskemik akut. Pada laki-laki yang mempunyai aktivitas fisik kurang mempunyai risiko 13,39 kali terjadi kejadian stroke iskemik akut. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Goldstein et al. (2006), bahwa beraktivitas fisik sedang (berjalan, mengangkat barang ringan) selama 30 menit per hari dalam satu minggu atau bentuk aktivitas fisik sedang lain dapat mengurangi risiko stroke. Penelitian Dominique (2011), pada laki-laki yang menghabiskan waktu luangnya dengan banyak melakukan aktivitas fisik mempunyai sedikit gejala minor stroke dan mempunyai prognosis stroke yang lebih baik daripada yang sedikit melakukan aktivitas fisik. Namun, Penelitian tersebut juga menyimpulkan belum ada hubungan antara aktivitas fisik saat waktu luang dengan gejala stroke minor yang disebabkan Transcient Ischemic Attack (TIA).
36 Menurut Yu et al. (2005), aktivitas fisik dibutuhkan dalam menunjang proses fungsional sel progenitor dan pembentukan pembuluh darah baru. Aktivitas fisik dapat meningkatkan sirkulasi darah otak dan dapat menurunkan terjadinya trombus dalam arteri karotis interna dan arteri-arteri pada otak. Aktivitas fisik akan merangsang kembali dan meningkatkan kerja enos. Di dalam endotel, enos berfungsi sebagai enzim vasoprotektif NO yang berperan dalam proses angiogenesis dan perkembangan neuron saraf. Aktivitas fisik yang teratur akan merangsang pembentukan Endothelial Progenitor Cell (EPCs) yang berperan dalam pembentukan pembuluh-pembuluh mikrovaskuler di dalam otak (Gertz et al., 2006; Forstermann dan Munzel, 2006). Berdasarkan analisis distribusi, didapatkan sampel kasus yang berumur <55 tahun 2 orang dan 55 tahun 13 orang, sedangkan sampel kontrol yang berumur < 55 tahun 22 orang dan 55 tahun 8 orang. Umur dimasukkan dalam variabel perancu karena umur sangat berpengaruh terhadap jenis aktivitas fisik dan fungsi fisiologis jaringan dan organ tubuh. Umur juga menjadi salah satu faktor yang sudah diketahui akan meningkatkan risiko terjadinya stroke iskemik akut. Penuaan menjadi salah satu faktor kuat penyebab terjadinya kejadian stroke iskemik. Menurut Kusuma et al. (2009), di Indonesia rata-rata pasien stroke berumur 58,8 tahun untuk semua jenis kelamin. Riset Kesehatan Dasar 2007 (RISKESDAS 2007) (2008) menyebutkan, 60% kematian diakibatkan oleh penyakit degeneratif dengan stroke (26,9%) menduduki peringkat pertama. Berdasarkan hasil uji regresi logistik ganda, pada penelitian yang dilakukan di
37 RSUD Dr Moewardi orang dengan umur 55 tahun 17,04 kali lebih berisiko mengalami kejadian stroke iskemik akut serangan pertama dibandingkan dengan orang yang berumur < 55 tahun. Pada penelitian sampel kontrol harus berumur >30 tahun. Berdasarkan penelitian Andres dan Tobin yang disampaikan oleh Tamtomo (2009) dalam pidato Guru Besar, pada perbandingan kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ mulai mengalami penurunan fungsi sebesar 1% per tahun dimulai sejak berumur 30 tahun sehingga sampel kontrol harus berumur >30 tahun. Oleh karena itu, kriteria sampel kontrol dapat digeneralisasikan mempunyai umur >30 tahun. Berdasarkan tabel distribusi sampel (tabel 4.1 dan 4.2), sampel kasus yang merokok ada 13 orang dan 2 orang tidak merokok, sedangkan sampel kontrol yang merokok 20 orang dan yang tidak merokok 10 orang. Pada penelitian ini merokok dimasukkan dalam variabel perancu karena merokok merupakan suatu kebiasaan yang umum terutama pada kaum laki-laki di Indonesia. Selain itu, merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya serangan stroke iskemik akut. Berdasarkan uji regresi logistik ganda, orang dengan kebiasaan merokok aktif maupun pasif mempunyai risiko terkena serangan stroke iskemik akut sebesar 16,64 kali daripada orang yang tidak mempunyai riwayat merokok aktif maupun pasif. Dalam penelitian ini, yang dimaksud perokok aktif adalah orang yang merokok lebih dari 100 batang sepanjang hidupnya dan saat ini masih merokok atau telah berhenti merokok kurang dari satu tahun. Sedangkan perokok pasif adalah orang yang tidak merokok, tetapi terpapar asap rokok baik di rumah,
38 di kantor, di lingkungan selama lebih dari dua jam per hari. Bukan perokok adalah orang yang tidak pernah merokok atau merokok kurang dari 100 batang selama hidupnya (Kang et al., 2003). Menurut Kumar et al. (2007), merokok terbukti berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis yang dapat menyebabkan sumbatan dan mengakibatkan terjadinya infark jaringan otak dan muncul gejala stroke iskemik akut. Merokok akan menyebabkan naiknya Nicotamide Adenine Dinucleotide Phosthate (NADPH) yang merupakan sumber utama oksigen reaktif dalam tubuh. Oksigen reaktif (senyawa superoksida) akan berikatan dengan NO dan menghasilnya senyawa ONOO -, yaitu senyawa yang sering dikaitkan dengan disfungsi sistem enos (Forstermann dan Munzel, 2006). Berdasarkan analisis bivariat menggunakan korelasi Spearman didapatkan hasil (r) = -0,475. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sedang antara derajat aktivitas fisik dan stroke iskemik akut. Dari hasil tersebut juga dapat disimpulkan bahwa terjadi hubungan yang berlawanan arah antara aktivitas fisik dengan stroke iskemik akut. Namun, besar korelasi variabel yang ditunjukkan dalam analisis bivariat uji korelasi Spearman belum dapat digunakan untuk mendapatkan hubungan sebab-akibat karena masih terdapat comfounding factor yang mungkin berpengaruh dan dapat dianalisis, dalam penelitian ini misalnya umur pasien dan kebiasaan merokok. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji regresi logistik ganda untuk mengetahui besar hubungan antarvariabel (Murti, 1994).
39 Berdasarkan hasil dari analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda dapat disimpulkan bahwa besar hubungan antara kejadian stroke iskemik pertama dengan faktor risiko kejadian stroke pada penelitian yang dinyatakan dalam OR adalah mempunyai hubungan sangat kuat. Nilai besar hubungan (OR) yang digunakan adalah nilai uji regresi logistik ganda bukan nilai OR uji bivariat dengan Chi Square, karena pada analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda tidak hanya satu variabel bebas, tetapi sudah mencakup hubungan dan pengaruh seluruh variabel yaitu umur, aktifitas fisik, dan kebiasaan merokok. Dari ketiga faktor risiko tersebut, semuanya menunjukkan kemaknaan secara statistik yaitu umur p = 0,004 (p < 0,05), aktivitas fisik p = 0,036 (p < 0,05), dan kebiasaan merokok p = 0,044 (p < 0,05). Besar pengaruh faktor risiko dalam meningkatkan risiko stroke iskemik akut yaitu umur 55 tahun 17,04 kali, kebiasaan merokok aktif maupun pasif 16,64 kali, dan aktivitas fisik yang kurang 13,95 kali. Namun, peneliti mempunyai keterbatasan dalam pola persebaran aktivitas dan pekerjaan sampel. Tempat pengambilan sampel kasus merupakan Bangsal kelas III di mana kebanyakan pasien tergolong dalam ekonomi miskin. Pasien yang berumur 50-60 tahun rata-rata mempunyai aktivitas fisik yang tinggi karena pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan berat dan jenis pekerjaan pasien umumnya sebagai pekerja swasta dan pekerja tidak tetap. Pada penelitian ini faktor risiko seperti hipertensi, Diabetes Mellitus tipe II dan dislipidemia tidak dimasukkan dalam penelitian karena tidak memenuhi kriteria sebagai faktor perancu walaupun merupakan faktor risiko stroke yang berpengaruh terhadap
40 stroke iskemik. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya perlu memasukkan faktor risiko tersebut dalam analisis walaupun tidak masuk dalam variabel penelitian.