BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data penutup dan penggunaan lahan skala detil merupakan data yang digunakan dalam berbagai peruntukan seperti perencanaan spasial dan pemodelan lingkungan. Li et al (2014) menyebutkan bahwa pemetaan skala detil penutup lahan memiliki peran penting dalam berbagai isu penelitian terkait dengan keberlanjutan dan perencanaan lahan. Sementara itu, Zhou et al (2009) menekankan pentingnya informasi penutup lahan yang detil dan akurat di daerah urban terutama untuk kajian manajemen lahan, perencanaan perkotaan dan analisis urban landscape pattern. Di Indonesia, kebutuhan data penggunaan lahan skala detil meningkat seiring dengan munculnya peraturan mengenai Rencana Detil Tata Ruang seperti yang tertuang pada Undang-Undang No 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah No 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 8 tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. Penutup lahan memiliki konsep yang berbeda dengan penggunaan lahan, sehingga metode pemetaan kedua aspek tersebut juga berbeda. Penutup lahan diartikan sebagai vegetasi dan kenampakan artifisial yang menutup permukaan lahan (Lindgreen, 1985). Adapun penggunaan lahan adalah semua jenis penggunaan di atas lahan oleh manusia yang meliputi penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olahraga, rumah mukim hingga rumah makan, rumah sakit hingga kuburan (Lindgreen, 1985). Klasifikasi digital tanpa disertai integrasi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) tidak mampu menghasilkan kelas-kelas penggunaan secara langsung (Danoedoro, 2004). Klasifikasi digital hanya mampu menurunkan kelas-kelas penutup lahan saja. Informasi penggunaan lahan selanjutnya dapat diturunkan dari informasi penutup lahan melalui proses postclassification melalui bantuan SIG. Pemetaan penutup dan penggunaan lahan skala detil membutuhkan data spasial skala besar sebagai sumber datanya. Citra penginderaan jauh merupakan 1
salah satu sumber data spasial yang paling banyak digunakan dalam keperluan tersebut. Citra penginderaan jauh yang sesuai untuk pemetaan skala 1:5.000 adalah citra satelit resolusi sangat tinggi (< 5 meter) dan juga data foto udara. Citra satelit resolusi sangat tinggi memiliki keunggulan dalam aspek resolusi spektral dan resolusi radiometrik yang mendukung keperluan pemetaan penggunaan lahan. Citra jenis ini memiliki kelemahan dalam segi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan serta ketersediaannya yang masih jarang, terutama pada daerah yang selalu tertutup awan. Di sisi lain, foto udara menawarkan fleksibilitas waktu dan tempat perekaman. Ketersediaan data foto udara juga meningkat dengan mulai banyak dipakainya kamera digital komersial dan pesawat tanpa awak. Foto udara digital mengalami perkembangan pesat didukung oleh perkembangan fotografi digital. Perkembangan kamera digital komersial berdampak pada digunakannya jenis kamera tersebut dalam perekaman foto udara. Malin dan Light (2007) dalam Aber et al. (2010) menyatakan bahwa kamera digital telah mencapai kesetaraan dengan kamera film dalam hal resolusi spasial dan presisi geometris. Kamera digital diproduksi dengan ukuran sensor dan resolusi yang berbeda. Shortis dan Beyer (1996) dalam Ahmad et al. (2010) menjelaskan bahwa ukuran sensor ditunjukkan oleh panjang dan lebar sensor array dalam milimeter atau inci, sedangkan resolusi sensor ditunjukkan oleh jumlah piksel horisontal dikalikan dengan jumlah piksel vertikal. Foto udara memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan produk data sistem penginderaan jauh lainnya. Keunggulan foto udara adalah berbiaya relatif murah dan resolusi spasial yang tinggi. Adapun keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem penginderaan jauh lainnya adalah kemudahan sistem (wahana dan sensor) digunakan dalam berbagai medan. Sistem foto udara juga memiliki keunggulan dalam hal resolusi temporal terkait kemudahan dan keleluasaan waktu perekaman. Selain itu data foto udara digital juga dapat diturunkan menjadi data Digital Elevation Model (DEM) dalam bentuk Digital Surface Model (DSM) dan turunannya. 2
Foto udara dalam aplikasi penggunaan lahan selama ini dimanfaatkan dengan interpretasi visual. Interpretasi visual dilakukan karena terbatasnya karakteristik data foto udara untuk dapat dilakukan klasifikasi secara digital. Keterbatasan tersebut terkait dengan karakteristik spasial dan spektral yang dimiliki oleh Foto udara. Di sisi lain, interpretasi visual memiliki kelemahan yaitu pada lemahnya konsistensi interpretasi dan lamanya waktu pengerjaan. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, metode klasifikasi digital pada data foto udara perlu dikembangkan. Metode klasifikasi digital tersebut harus mampu menekan keterbatasan dan memanfaatkan keunggulan dari data foto udara. Data foto udara memiliki karakteristik spasial dan spektral yang berbeda dengan produk penginderaan jauh lainnya. Produk foto udara memiliki resolusi spasial yang sangat tinggi sehingga ketika diolah menggunakan klasifikasi multispektral akan memberikan hasil yang tidak akurat akibat munculnya efek salt and pepper. Karakteristik spektral yang dimiliki foto udara juga dapat mengurangi akurasi dalam klasifikasi digital. Foto udara direkam pada panjang gelombang yang terbatas, yaitu pada panjang gelombang tampak dan perluasannya. Sensor kamera digital komersial menghasilkan foto dengan tiga saluran yaitu biru, hijau dan merah. Pada klasifikasi digital, minimnya jumlah saluran membuat pembedaan objek semakin terbatas. Pembedaan objek semakin terbatas mengingat saluran yang dimiliki oleh Foto udara tersebut berkorelasi tinggi. Karakteristik spektral lain yang menjadi kendala adalah munculnya adjacency effect, yaitu efek blur yang terdapat pada batas antara piksel dengan nilai reflektan yang berbeda (Liew, 1997; Semenov et al, 2011). Adjacency effect menimbulkan kemiripan nilai spektral pada objek berdekatan, padahal kedua objek tersebut merupakan objek yang berbeda. Kesalahan ini dapat diperbaiki melalui pemodelan Point Spread Function. Namun pada sensor foto udara komersial, skema fungsi koreksi tersebut tidak disertakan. Foto udara memiliki kelemahan secara spektral jika dibandingkan dengan citra satelit. Beberapa metode dimungkinkan dapat ditempuh untuk memperkuat aspek spektral dari foto udara. Laliberte et al (2006) mengubah foto udara dari format warna Red, Green, Blue (RGB) menjadi format warna Intensity, Hue dan 3
Saturation (IHS). Tambahan saluran IHS dalam proses klasifikasi menggunaan OBIA terbukti meningkatkan akurasi klasifikasi. Hasil yang sama juga diperoleh Hussein dan Werdiningsih (2015) ketika menggunakan citra RGB unduhan Google Earth dalam format JPEG. OBIA (Object Based Image Analysis) sebagai paradigma yang baru dan sedang berkembang (Blaschke et al., 2014) telah terbukti merupakan metode yang akurat dalam klasifikasi citra resolusi tinggi. OBIA juga akurat untuk foto udara karena mampu mengeliminasi variasi nilai piksel dalam objek akibat tingginya resolusi spasial. OBIA tidak hanya bergantung pada nilai spektral saja tapi juga mampu mengoptimasi feature spasial dalam foto udara sesuai dengan unsur interpretasi seperti bentuk, ukuran tekstur dan informasi kontekstual lainnya. Keunggulan yang lain adalah OBIA mampu memanfaatkan fungsi SIG dalam proses klasifikasi citra, sehingga proses klasifikasi tidak berhenti pada penutup lahan saja, melainkan sampai pada penurunan informasi penggunaan lahan. OBIA terdiri atas dua tahap yaitu segmentasi citra dan klasifikasi citra. Segmentasi merupakan proses memecah dan mengelompokkan piksel citra ke dalam segmen atau object, dan klasifikasi merupakan proses untuk mengkelaskan segmen-segmen ke dalam kelas tertentu. Kedua tahap tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan tingkat akurasi hasil klasifikasi dalam OBIA. Proses klasifikasi dapat dilakukan dengan berdasarkan sampel (sample-based), berdasarkan aturan (rule-based), atau menggunakan keduanya melalui skema klasifikasi bertingkat (hierarchical classification). 1.2 Rumusan Masalah Kebutuhan data untuk pemetaan penutup dan penggunaan lahan skala detil dapat dijawab melalui penggunaan data foto udara digital. Kemudahan pemanfaatan foto udara untuk pemetaan skala detil perlu ditingkatkan melalui penggunaan klasifikasi secara digital. Klasifikasi digital tersebut harus mampu menekan keterbatasan dan mengoptimalkan kelebihan data foto udara. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 4
1. Strategi klasifikasi digital untuk klasifikasi penutup dan penggunaan lahan skala detil dengan mengoptimalkan kelebihan dan menekan keterbatasan foto udara perlu dibangun. 2. Kemampuan OBIA untuk mengoptimalkan data foto udara dan turunannya dalam menurunkan informasi penutup lahan dan penggunaan lahan skala detil perlu dikaji. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah pada Subbab 1.2, dapat dirumuskan tujuan penelitian. Tujuan penelitian pertama terkait dengan rumusan masalah yang pertama. Tujuan penelitian kedua, ketiga dan keempat terkait dengan rumusan masalah yang kedua. Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. Membangun strategi klasifikasi OBIA pada foto udara digital untuk mendapatkan informasi penutup lahan dan penggunaan lahan skala detil. 2. Mengkaji data input dan pengaturan segmentasi untuk mendapatkan hasil segmentasi yang akurat. 3. Mengkaji metode klasifikasi bertingkat untuk memaksimalkan semua feature dan mendapatkan hasil klasifikasi penutup lahan dengan akurasi yang dapat diterima. 4. Mengkaji metode field-based classification untuk ekstraksi penggunaan lahan dari data penutup lahan hasil klasifikasi dan mengitung akurasinya. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan mengenai strategi segmentasi dan strategi klasifikasi dalam kerangka Object Based Image Analysis pada foto udara untuk pemetaan penutup lahan dan penggunaan lahan skala detil. 2. Memberikan gambaran mengenai akurasi penggunaan data foto udara untuk pemetaan penutup dan penggunaan lahan skala detil dengan harapan penggunaan tersebut akan semakin berkembang baik dalam variasi jenis data foto udara yang digunakan, pengembangan metode klasifikasi dan aplikasi pada bidang yang lebih luas. 5