BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam GBHN, pembangunan sektor pertanian pada PJP II terus ditingkatkan agar mampu menghasilkan pangan dan bahan mentah yang eukup bagi pemenuhan kebutuhan rakyat, meningkatkan daya beli rakyat dan mampu melanjutkan proses industrialisasi serta makin terkait dan terpadu dengan sektor industri dan jasa menuju terbentuknya jaringan kegiatan agroindustri yang produktif. Dalam amanat tersebut tampak jelas bahwa unsur kepemihakan negara terhadap rakyat sangat kuat. Dalam bida"ng pertanian, berbagai upaya telah dilakukan seperti : Upaya-upaya dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan. Upaya-upaya dalam mewujudkan pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Pembangunan pertanian yang berwawasan agrobisnis seiring dengan restrukturisasi ekonomi pedesaan. Namun demikian, walaupun upaya-upaya yang telah dilaksanakan tersebut saat ini sudah membuahkan hash tetapi dirasa masih jauh dari eitaeita sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN. Kenyataan yang kita lihat
2 adalah banyaknya petani dan nelayan saat ini masih berada dibawah garis kemiskinan, sistem pertanian secara umum masih dilakukan secara tradisional, dan kualitas dan kuantitas hasil pertanian umumnya masih rendah. Memperbaiki keadaan ini bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini menjadi semakin sulit karena penguasaan teknologi budidaya dan pasca panen masih terbatas, lemahnya posisi petani dalam proses rebut tawar dengan pedagang hasil bumi, tidak sinkronnya produksi yang dihasilkan petani dengan permintaan pasar dan kurangnya minat swasta nasional dalam mengembangkan usaha di bidang pertanian. Kenyataan-kenyataan ini memberikan gambaran bahwa hal tersebut memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh disektor ini, apabila kita menginginkan amanat GBHN segera terwujud dan produk pertanian domestik kita tidak terdesak oleh produk impor pada era globalisasi mendatang. Tanda-tanda mulai tampak pada komoditi hortikultura, khususnya buah segar. Data olahan BPS (1995), mengungkapkan bahwa perbandingan nilai impor dan ekspor dari tahun ke tahun semakin memburuk. Pada tahun 1989, nilai impor buah sebesar US$ 1.252.015 sedangkan nilai ekspor buah mencapai US$ 1.755.362 (70:100). Perbandingan ini dari tahun ketahun terus berubah. Pada tahun 1994, nilai impor sudah mencapai US$ 64.220.581 sedangkan nilai ekspor buah Indonesia baru mencapai US$ 9.992.885 (100:15). Hal ini memberikan indikasi bahwa arus impor buah begitu kuat
3 dan terus menguat dari tahun ketahun. Keadaan ini diperkirakan akan semakin memburuk karena beberapa tahun terakhir ada kecenderungan bahwa selera konsumen dalam negeri mulai bergeser sejalan dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan perkapita penduduk. Menurut Tirtawinata (1995), dalam mengkonsumsi buah, masyarakat sudah mulai memperhatikan unsur kualitas dan nilai gizi buah yang dimakan. Oiantara 15 komoditi ekspor buah segar Indonesia, kita memiliki komoditi buah yang sangat istimewa yaitu pisang. Pisang merupakan buah nasional dan memiliki posisi yang sangat strategis dalam upaya mengantisipasi dampak negatif dari derasnya arus impor buah. Oisamping nilai ekspor pisang sang at besar, total produksinya juga sangat besar, dibudidayakan di seluruh nusantara dan termasuk salu diantara 3 (tiga) buah nasional (mangga, pisang, pepaya) yang dikonsumsi paling banyak di dalam negeri. Menurut data olahan BPS, ekspor pisang tahun 1994 sebesar US$ 5.820.934 sedangkan total ekspor buah nasional baru mencapai US$ 9.992.885 (58,25 %). Oari sisi produksi, pisang mengambil bag ian 45,78 % dari total produksi buah nasional. Produksi pisang sebesar 4,4 juta ton, sedangkan total produksi buah nasional tercatat sebesar 9,6 juta ton (BPS,1995). Oi sisi lain walaupun produksi pisang nasional sangat besar, upaya memenuhi kebutuhan buah dalam negeri dari negeri sendiri masih memenuhi banyak kendala, seperti tingginya kehilangan hasil akibat tidak tepatnya
4 penanganan panen dan pasca panen. Penanganan panen dan pasca panen yang tidak tepat mengakibatkan hasil yang hilang menjadi besar baik karena rusak maupun karena rendahnya mutu hasil setelah matang. Menurut beberapa media massa, kerusakan buah akibat rendahnya mutu penanganan panen dan pasca panen bisa mencapai 60 % (40 % - 60 %). Apabila kendala ini dapat diatasi dengan baik, diperkirakan secara tidak langsung akan memberikan pengaruh positif terhadap kualitas maupun kuantitas produksi dan pada akhirnya dapat memperkecil kekurangan buah di dalam negeri serta menghambat derasnya arus impor buah. Bertolak dari pemikiran tersebut, kendala kehilangan hasil akan dikaji lebih mendalam khususnya yang berkaitan dengan pemasaran pisang hasil perkebunan rakyat yang dipasarkan ke Kabupaten Bogor sebagai bahan baku pisang tangkaian. B. Perumusan Masalah Seperti telah diuraikan diatas, kehilangan hasil akibat tidak tepatnya penanganan panen dan pasca panen mempunyai pengaruh sangat besar dalam menjawab tantangan yang dialami negara kita saat ini yaitu membendung kuatnya impor buah dan di lain pihak harus mampu memenuhi kebutuhan buah nasional. Kehilangan hasil yang begitu besar juga terjadi dalam pemasaran pisang rakyat di Kabupaten Lampung Selatan yang dipasarkan ke Kabupaten Bogor sebagai bahan baku pisang tangkaian. Kehilangan yang besar secara tidak langsung berpengaruh terhadap harga
5 pisang di tingkat petani. Makin tinggi tingkat kehilangan hasil dalam rantai pemasaran dimana faktor-faktor lain tidak berubah, akan mengakibatkan penurunan harga pi sang yang diterima petani. Hal ini terjadi karena lembaga-iembaga yang terlibat dalam jaringan pemasaran, cenderung membebani resiko kepada pihak (petani) yang mempunyai posisi paling lemah. Selanjutnya harga yang rendah di tingkat petani secara tidak langsung dapat mempengaruhi kuantitas maupun kualitas produksi. Memperhatikan bahwa kehilangan hasil dalam proses pemasaran pisang hasil perkebunan rakyat sangat besar dan dapat menimbulkan dampak yang begitu luas, maka perlu segera diambil langkah-iangkah untuk menekan kehilangan hasil tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah : Langkah-/angkah apa yang harus ditempuh da/am upaya mengurangi kehilangan pada pemasaran pisang hasi/ perkebunan rakyat? C. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi rantai pemasaran dan struktur pasar pisang hasil perkebunan rakyat di Kabupaten Lampung Selatan yang dipasarkan ke Kabupaten Bogor sebagai bahan baku pisang tangkaian. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kehi/angan hasil dalam pemasaran pisang hasil perkebunan rakyat dan menganalisis kerugian yang diakibatkannya.
6 3. Mencari alternatif penanganan yang lebih baik dan mung kin dilakukan oleh pihak terkait dalam pemasaran pisang hasil perkebunan rakyat. D. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai masukan bagi pihak terkait dalam menentukan langkah untuk menekan kehilangan hasil, khususnya pad a pemasaran pisang perkebunan rakyat yang dipasarkan ke Kabupaten Bogor sebagai bahan baku pisang tangkaian. 2. Bagi Pedagang Pengepul di sentra produksi pisang, Pengolah dan Pengecer Pisang Tangkaian di kawasan Jabotabek berpeluang memperoleh kenaikan pendapatan karena berkurangnya hasil yang hilang. Sedangkan bagi tengkulak di daerah pengirim dan petani penghasil pisang, berpeluang memperoleh tingkat harga yang lebih baik dan pada akhirnya dapat mendorong seman gat petani dan lembaga-iembaga pemasaran untuk memperbaiki kualitas maup'un kuantitas hasil. 3. Secara tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam penyediaan buah nasional sekaligus dalam usaha melemahkan arus impor buah dari manca negara.