RUMUSAN PERMASALAHAN SARAN TINDAK INDIKATOR KEBERHASILAN RENCANA AKSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII POLA PEMBIMBINGAN, PELAYANAN, PENGELOLAAN, PEMBINAAN, PENGAMANAN DAN SISTEM INFORMASI PEMASYARAKATAN

1. Hubungan Sistem Pemasyarakatan dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

Tulisan Diterima: 2 Februari 2017; Direvisi: 10 Mei 2017; Disetujui Diterbitkan: 18 Mei 2017

Semoga dokumen ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

BAB IV. MANAJEMEN ORGANISASI

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN

[ nama lembaga: Kementerian Hukum dan HAM RI ] 2012

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

PERAN KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM JAWA TENGAH DALAM PEMENUHAN HAM ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH)

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Oleh : MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERAN RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA WONOGIRI DALAM MENGELOLA, MERAWAT DAN MENYIMPAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I. KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAM Nomor : M.HH-13.0T.02.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JL. VETERAN NO. 11

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Institute for Criminal Justice Reform

PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

BAB III PENUTUP. 1. Asas persamaan perlakuan dan pelayanan bagi Narapidana belum. pelayanan bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA

: PAS-HM : PKS LPSWX/2015

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

2016, No Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyara

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB IV TINJAUAN MANAJEMEN ORGANISASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Strategi RUTAN dan LAPAS yang ada di DKI Jakarta saat ini dalam mengatasi over capacity adalah melakukan penambahan gedung hunian dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa, Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Tahanan Negara Klas I Medan yang berlokasi di Jalan Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

Institute for Criminal Justice Reform

A. RENCANA STRATEGIS

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

Transkripsi:

FOKUS PEMBARUAN BAPAS RUMUSAN PERMASALAHAN SARAN TINDAK INDIKATOR KEBERHASILAN RENCANA AKSI Kebijakan teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan saat ini belum maksimal mendukung peran Bapas sebagai ujung tombak Pemasyarakatan. Hal ini terkait dengan kualitas dan kuantitas SDM, jumlah UPT Bapas yang masih terbatas, sarana alat transportasi dan perangkat komunikasi yang juga terbatas. Selain itu kurangnya anggaran dan belum adanya penetapan satuan biaya khusus masih menjadi kendala pelaksanaan teknis dilapangan. Kondisi eksternal juga mempengaruhi penerimaan hasil litmas, misalnya laporan yang disampaikan belum menjadi prioritas hakim dalam mengambil putusan. a. Revisi kebijakan teknis tentang penegasan posisi dan peran vital Bapas pada proses peradilan anak dan proses pembinaan narapidana serta diterbitkannya pedoman pelaksanaan tugas Bapas dalam Pola Pembimbingan. b. Pembangunan UPT Bapas dan pengembangan sarana gedung dan informasi termasuk sarana untuk pembimbingan, penyediaan sarana transportasi, perangkat komunikasi yang efektif dengan Lapas, pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian, c. Peningkatan anggaran dan pemenuhan satuan biaya khusus. a. Terbitnya kebijakan teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang menegaskan posisi Bapas dalam proses peradilan anak dan pembinaan narapidana serta pembimbingan. b. Adanya pengembangan sarana berupa pembangunan UPT Bapas dan pengembangan sarana pra sarana gedung, tersedianya sarana pembimbingan, tersedianya alat transportasi dan perangkat komunikasi yang efektif. c. Adanya peningkatan anggaran dan pemenuhan satuan biaya khusus. a. Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan. JANGKA WAKTU a. JANGKA b. JANGKA PANJANG c. JANGKA d. JANGKA e. JANGKA f. JANGKA d. Perlu pelatihan bagi para pembimbing kemasyarakatan dalam rangka pelaksanaan pendampingan dan pembimbingan yang berbasiskan hak asasi manusia, pengarusutamaan anak, perempuan dan kelompok rentan lainnya sebagai bentuk upaya peningkatan kualitas d. Adanya pelatihan bagi para pembimbing kemasyarakatan. e. Adanya prosedur komunikasi antara Bapas dengan UPT lain dan dengan instansi yang terlibat dalam sistem peradilan pidana. f. Adanya penguatan dan

Pembimbing Kemasyarakatan. e. Perlu adanya prosedur komunikasi antara Bapas dengan UPT lain dalam sistem pemasyarakatan dan dengan instansi lain dalam sistem peradilan pidana. perluasan kerjasama dengan instansi lain dan kelompok masyarakat yang mendukung tugas-tugas Bapas. f. Perlu diupayakan penguatan dan perluasan kerjasama dengan instansi lain dan juga kelompok masyarakat untuk mendukung tugas-tugas Bapas. RUMAH TAHANAN Terdapat tiga masalah mengenai pelaksanaan kebijakan teknis, pertama masalah kemampuan dan cara pandang petugas mengenai tahanan di mana dirasakan masih mengedepankan pendekatan yang represif. Kedua, kebijakan yang dibuat tidak dapat dilaksanakan karena sudah tidak kontekstual dan penjabarannya yang terlalu umum. Ketiga, masalah over kapasitas dan pelayanan kebutuhan tahanan yang belum terpenuhi. a. Revisi Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02- PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan/Tahanan ; b. Pembuatan kebijakan mengenai standarisasi pelayanan tahanan meliputi dapur, makanan, tempat tidur, sanitasi, kesehatan, pakaian dan perlengkapan sehari-hari ; a. Adanya revisi Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan/Tahanan; b. Adanya kebijakan teknis berupa keputusan tentang standarisasi pelayanan meliputi makanan, tempat tidur, sanitasi, kesehatan, pakaian, perlengkapan sehari-hari, dan dapur ; Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan. a. JANGKA b. JANGKA c. JANGKA c. Revisi kebijakan model kerjasama dengan instansi lainnya yang diatur dalam Keputusan Kehakiman dan Menteri Kesehatan Nomor M.01- UM.01.06 Tahun 1987 dan c. Adanya revisi atas model kerjasama Keputusan Kehakiman dan Menteri Kesehatan Nomor M.01-UM.01.06 Tahun 1987 dan Nomor 65/MENKES/SKB/II/1987 d. JANGKA e. JANGKA PANJANG

Nomor 65/MENKES/SKB/II/1987 tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan ; d. Penjajakan kerjasama pengembangan program olahraga, keagamaan, pendidikan, kesehatan, makanan, bantuan hukum, konseling kejiwaan dengan instansi pemerintah dan melibatkan Menteri Dalam Negeri e. Kerjasama dengan organisasi profesi dan kelompok masyarakat untuk peningkatan kebutuhan tenaga ahli di bidang psikiater, psikolog, advokat, juru masak, dan guru ; f. Perencanaan pembangunan Rutan, Rutan perempuan, dan Rutan Anak dengan bentuk bangunan yang dibedakan sesuai dengan kebutuhan ; Tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan ; d. Adanya keputusan bersama dengan instansi pemerintah terkait dengan pengembangan olahraga, keagamaan, pendidikan, kesehatan, standar makanan, bantuan hukum, konseling kejiwaan dengan melibat menteri dalam negeri ; e. Adanya MoU dengan organisasi profesi dan kelompok masyarakat untuk peningkatan kebutuhan tenaga ahli dibidang psikiater, psikolog, advokat, juru masak dan guru ; f. Adanya Rutan, Rutan Perempuan dan Rutan Anak baru yang dibangun ; f. JANGKA PANJANG g. JANGKA PANJAN h. JANGKA PANJANG g. Mendorong pengembangan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan anak, perempuan, lansia, g. Adanya pengembangan sarana prasarana di Rutanrutan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak,

penyandang cacat dan kelompok rentan lainnya ; perempuan, lansia, penyandang cacat dan kelompok rentan lainnya ; h. Merumuskan penyelesaian masalah over kapasitas. h. Adanya rumusan penanganan over kapasitas. RUPBASAN Rupbasan sebagai satu-satunya institusi yang memiliki fungsi pengelolaan Barang sitaan dan barang rampasan negara, belum berjalan dengan optimal. Selain kekurangan sarana gedung, SDM dalam UPT Rupbasan masih memiliki banyak kekurangan. Misalnya keberadaan tenaga-tenaga ahli untuk merawat dan menaksir jenis-jenis barang. a. Mendorong ditetapkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang mendukung efektivitas kerja Rupbasan sebagai satu-satunya institusi yang memiliki fungsi pengelolaan Basan dan Baran b. Perlu penelitian yang disertai dengan inventarisasi kebutuhan berskala nasional untuk penguatan Rupbasan yang mendukung pemenuhan sarana dan prasarana, anggaran serta peningkatan kualitas SDM petugas. c. Perlunya sosialisasi mengenai fungsi Rupbasan dalam sistem peradilan Pidana baik pada institusi penegak hukum maupun masyarakat luas. a. Diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang mendukung penguatan Rupbasan b. Adanya penelitian yang disertai dengan inventarisasi kebutuhan berskala nasional untuk penguatan Rupbasan yang mendukung pemenuhan sarana dan prasarana, anggaran serta peningkatan kualitas SDM petugas. c. Tersosialisasikannya tugas pokok dan fungsi Rupbasan baik pada institusi penegak hukum maupun masyarakat luas. Pembentukan kelompok kerja untuk melakukan sosialisasi tentang Rupbasan a. JANGKA b. JANGKA c. JANGKA d. JANGKA

Permasalahan Lapas yang mengemuka adalah kurangnya pemahaman petugas tentang pembinaan yang berperspektif HAM, over kapasitas, percampuran narapidana dengan tahanan, pemenuhan hak dan kelemahan dalam mengembangkan kerjasama usaha. a. Revisi terhadap aturan yang berkaitan dengan Pola Pembinaan narapidana yang disesuaikan dengan standard minimum rules for the treatment of prisoners, pengarusutamaan anak, perempuan, dan kelompok rentan lainnya ; a. Adanya revisi terhadap aturan yang berkaitan dengan Pola Pembinaan narapidana ; Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan. a. JANGKA b. JANGKA b. Penyusunan model pembinaan untuk kejahatan khusus seperti Narkoba dan psikotropika, terorisme, korupsi, pelanggaran HAM berat, dan kejahatan khusus lainnya ; b. Adanya penyusunan model pembinaan untuk kejahatan Narkotika dan psikotropika, terorisme, korupsi, pelanggaran HAM berat, dan kejahatan khusus lainnya ; c. JANGKA d. JANGKA, LAPAS c. Perlunya penyusunan modul pelatihan bagi petugas yang bersandar pada sistem pemasyarakatan dan Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners ; c. Adanya modul pelatihan bagi petugas yang bersandar pada sistem pemasyarakatan dan Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners ; e. JANGKA f. JANGKA d. Diperlukan modul pelatihan dan pelatihan kerjasama usaha bagi petugas ; e. Revisi manual pemasyarakatan berupa harmonisasi dengan instrumen HAM internasional dan memasukan tata cara mengatasi over kapasitas; d. Adanya modul pelatihan dan pelatihan kerjasama usaha bagi petugas ; e. Adanya revisi manual pemasyarakatan berupa harmonisasi dengan instrumen HAM internasional dan memasukan tata cara mengatasi over kapasitas; g. JANGKA h. JANGKA i. JANGKA

f. Revisi kebijakan kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya dengan melibatkan Menteri Dalam Negeri, antara lain : Kehakiman dan Menteri Kesehatan Nomor M.01- UM.01.06 Tahun 1987 dan Nomor 65/MENKES/SKB/II/1987 Tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan, Kehakiman, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Sosial Nomor M.01-PK.03.01 Tahun 1984, Nomor KEP.354/MEN/184 dan Nomor 63/Huk/IX/1984 Tentang Kerjasama Dalam Penyelenggaran Program Latihan Kerja Bagi Narapidana serta Rehabilitas Sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana dan Anak Negara. f. Adanya revisi kebijakan yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, antara lain : Kehakiman dan Menteri Kesehatan Nomor M.01- UM.01.06 Tahun 1987 dan Nomor 65/MENKES/SKB/II/1987 Tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan, Kehakiman, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Sosial Nomor M.01-PK.03.01 Tahun 1984, Nomor KEP.354/MEN/184 dan Nomor 63/Huk/IX/1984 Tentang Kerjasama Dalam Penyelenggaran Program Latihan Kerja Bagi Narapidana serta Rehabilitas Sosial dan Resosialisasi Bekas Narapidana dan Anak Negara. Kehakiman dan Menteri

Kehakiman dan Menteri Perindustrian Nomor M.01-PK.03.01 Tahun 1985 dan Nomor 425/M/SK/11/1985 Tentang Kerjsama dalam Penyelenggaran Program Latihan Tenaga Kerja Industrial dan Pemasaran Hasil Produksi Narapidana. Pembuatan surat keputusan bersama dengan Departemen pendidikan terkait pemenuhan hak atas pendidikan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. g. Penguatan dan perluasan kerjasama dengan organisasi profesi advokat, dokter, psikolog dan kelompok masyarakat ; h. Pengembangan standarisasi sarana diantaranya sarana kesehatan seperti ruang praktek kedokteran, perawatan dan ruang obat serta standarisasi bangunan Lapas berdasarkan perlakuan khusus bagi anak, perempuan, lansia dan kejahatan khusus ; i. Pemanfaatan potensi lokal UPT Lapas untuk tujuan pengembangan pembinaan Perindustrian Nomor M.01-PK.03.01 Tahun 1985 dan Nomor 425/M/SK/11/1985 Tentang Kerjsama dalam Penyelenggaran Program Latihan Tenaga Kerja Industrial dan Pemasaran Hasil Produksi Narapidana. Surat keputusan bersama dengan Departemen pendidikan terkait pemenuhan hak atas pendidikan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan. g. Adanya penguatan dan perluasan kerjasama dengan organisasi profesi advokat, dokter, psikolog dan kelompok masyarakat ; h. Adanya pengembangan standarisasi sarana diantaranya sarana kesehatan seperti ruang praktek kedokteran, perawatan dan ruang obat dan standarisasi bangunan Lapas berdasarkan perlakuan khusus bagi anak, perempuan, lansia dan kejahatan khusus ; i. Adanya UPT Lapas yang menjadi tempat

potensi kerja warga binaan pemasyarakatan yang diproyeksikan sebagai Lapas industri. pengembangan pembinaan potensi kerja warga binaan pemasyarakatan di Lapas industri. PENGAMANAN Terdapat dua masalah besar dalam pengamanan, pertama penggunaan kekerasan yang tidak terkontrol dan kemampuan untuk mengembangkan sistem pengamanan yang efektif. Perlu diadakan latihan-latihan seperti pengendalian massa, dan penggunaan senjata secara berkelanjutan. Perlu juga dikembangkan peralatan seperti kebutuhan kamera, senjata, alat detektor, dan perbaikan sarana bangunan. a. Penyusunan Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Keamanan dan Ketertiban ; b. Revisi kebijakan internal tentang sistem pengamanan yang mendukung tugas di Rutan, Rupbasan dan Lapas; c. Penyusunan kebijakan internal mengenai penggunaan Tindakan Penghukuman Disiplin pada saat yang tepat bagi tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang melanggar disiplin serta pembatasan pemberian sanksi tutupan sunyi ; a. Adanya Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Keamanan dan Ketertiban; b. Adanya revisi kebijakan internal tentang sistem pengamanan yang mendukung tugas pelayanan tahanan di Rutan, pengelolaan di Rupbasan, dan pembinaan di Lapas ; c. Adanya kebijakan internal tentang batasan penggunaan tindakan disiplin bagi tahanan, narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang melanggar tata tertib serta pembatasan pemberian sanksi tutupan sunyi; Pembentukan kelompok kerja perubahan ketentuan internal, workshop, perumusan, penerbitan dan pelaksanaan. JANGKA d. Melakukan kajian mengenai kondisi gedung UPT yang dikaitkan dengan sistem pengamanan serta alat-alat penunjang keamanan yang d. Adanya kajian menyeluruh dan perbandingan dengan negara lain tentang sistem pengamanan yang efektif ;

ada pada saat sekarang dengan perbandingan di beberapa negara ; e. Membuat standarisasi pengamanan dengan membandingkan jumlah petugas dengan jumlah penghuni serta pengadaan alat-alat yang memiliki standar kebutuhan misalnya, alat pengendalian massa, senjata, anjing pelacak dan rompi bagi petugas ; f. Membentuk satuan-satuan khusus petugas pengamanan di setiap wilayah untuk kebutuhan peningkatan profesionalisme pengamanan dalam melaksanakan tugas, seperti penjagaan, pengelolaan konflik, strategi mengatasi kerusuhan dan pelatihan yang berkesinambungan bagi petugas ; e. Adanya standarisasi keamanan antara jumlah petugas pengamanan dengan jumlah penghuni serta pengadaan alat-alat yang memiliki standar kebutuhan misalnya, alat pengendalian massa, senjata, anjing pelacak dan rompi bagi petugas ; f. Adanya satuan-satuan khusus petugas keamanan pemasyarakatan di wilayahwilayah dalam menunjang profesionalisme pengamanan, penjagaan, pengelolaan konflik, penanganan kerusuhan ; g. Menyempurnakan prosedur tetap pengamanan yang dilengkapi instrumen HAM. g. Adanya prosedur tetap pengamanan yang berbasiskan instrumen Hak Asasi Manusia. SISTEM INFORMASI Selama ini para petugas membuat sistem informasi dengan sangat manual dan komputerisasi yang tidak terpadu. Akibatnya pelaporan harus a. Revisi ketentuan yang mengatur tentang sistem informasi manual dengan memasukan keharusan a. Terbitnya ketentuan baru yang mengatur tentang sistem informasi manajemen Pemasyarakatan berbasis a. Inventarisasi kebutuhan pendataan di UPT-UPT, a. JANGKA

dibuat secara manual, sehingga tidak dapat diketahui secara cepat dan akurat mengenai jumlah tahanan, narapidana atau klien pemasyarakatan dan anak didik pemasyarakatan secara keseluruhan. pendataan secara elektronik dengan tahapan pelayanan, pembinaan, pembimbingan, dan pengelolaan ; b. Penyusunan tampilan sistem informasi (format aplikasi) harus mudah dimengerti dan dapat dioperasionalkan oleh petugas ; c. Pelaksanaan uji coba sistem informasi dilakukan secara bertahap yang dimulai di Jakarta dengan melibatkan Bapas, Rutan, Rupbasan dan Lapas disertai pelatihan operator dan penyediaan perangkat. teknologi informasi yang terkomputerisasi dan mudah diakses. b. Adanya aplikasi program yang tersosialisasi dan dapat diterima oleh petugas serta tersedianya sarana perangkat informasi. c. Adanya UPT-UPT yang menjadi lokasi percobaan pelaksanaan sistem informasi perumusan, dan penerbitan. b. Inventarisasi kebutuhan pendataan dalam bentuk sistem informasi yang terhubung antar UPT-UPT. c. Program sistem informasi, penyediaan perangkat, pelatihan, monitoring dan evaluasi b. JANGKA c. JANGKA