Hasriana 1, Muhammad Nur 2, Sri Angraini 3 ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROV.

PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD DADI MAKASSAR

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA HARGA DIRI RENDAH YANG RAWAT INAP DI RSKD PROVINSI SULAWESI SELATAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN PADA Tn. E DI RUANG P8 WISMA ANTAREJA RSJ Prof. dr.

Jurnal Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo 2015

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

Koping individu tidak efektif

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KLIEN MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROPINSI NTB

Promotif, Vol.4 No.2, April 2015 Hal 86-94

PENGARUH TERAPI KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP KEMAMPUAN BERINTERAKSI KLIEN ISOLASI SOSIAL DI RSJD DR.AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB I PENDAHULUAN. fisiologis (Maramis, 2009). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

Arifal Aris Dosen Prodi S1 keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

PENGARUH MENGHARDIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HALUSINASI DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RSJD DR. AMINOGONDOHUTOMO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI RENDAH. Kata Kunci : harga diri rendah, pengelolaan asuhan keperawatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI DI KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI-SENSORI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PASIEN ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, politik dan budaya serta bidang-bidang lain

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Aristina Halawa ABSTRAK

PENGARUH TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI WISMA LANSIA KAB. LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun. komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

PENGARUH TERAPI PERILAKU TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL PERILAKU KEKERASAN PADA KLIEN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI RSJ PROF. DR.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

PENGARUH TINDAKAN GENERALIS HALUSINASI TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RS JIWA GRHASIA PEMDA DIY NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN TERHADAP RESIKO PERILAKU KEKERASAN DIRUANG KENARI RS.KHUSUS DAERAH PROVINSI SUL-SEL

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

Effect of Therapy Group Activities Increase In Price of Self Interest Clients In The Soul Dr Seruni Rs Radjiman Wediodiningrat Lawang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

Laporan Pendahuluan. Isolasi Sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK ORIENTASI REALITAS SESI I-III TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA KLIEN HALUSINASI DI RSJD Dr.

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENGARUH COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY PADA KLIEN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN DAN HALUSINASI DI RSJD DR. RM SOEDJARWADI KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan besar karena komunikasi 1. Oleh sebab itu komunikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA ANGGOTA KELUARGA DENGAN RIWAYAT PERILAKU KEKERASAN DI WILAYAH SURAKARTA

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN WAHAM DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

Muzayyin 1, Abdul Wakhid 2, Tri Susilo 3 AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO UNGARAN ABSTRAK

Transkripsi:

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Hasriana 1, Muhammad Nur 2, Sri Angraini 3 1 Stikes Nani Hasanuddin Makassar 2 Poltekkes Kemenkes Makassar 3 Poltekkes Kemenkes Makassar ABSTRAK Isolasi sosial adalah gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel, sehingga menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan. Gangguan isolasi sosial yang tidak mendapat perawatan lebih lanjut dapat menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain, sehingga klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas, dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri bahkan bisa berlanjut menjadi halusinasi yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Salah satu tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan isolasi sosial adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan pasien berinteraksi sosial.desain penelitian menggunakan rancangan The one group pretest-postest design, dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling terhadap 30 responden dengan lama rawat kurang dari 3 bulan. Kemampuan berinteraksi sosial diukur sebelum dan setelah dilakukan intervensi TAK menggunakan lembar observasi. Analisa data dengan uji wilcoxon sign rank test. Pengolahan data menggunakan komputer SPSS versi 16.Hasil analisa menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari TAK Sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi sosial dengan p = 0,000.Kesimpulan penelitian ini adalah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan pasien berinteraksi sosial. Sebaiknya TAK Sosialisasi menjadi terapi keperawatan terhadap setiap pasien dengan masalah keperawatan isolasi sosial karena TAK merupakan salah satu tindakan keperawatan yang efektif. Kata Kunci : Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi, Interaksi Sosial. PENDAHULUAN Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya maupun dengan lingkungannya. Hubungan interpersonal yang positif dapat terjadi apabila masing-masing individu merasakan kedekatan, saling mernbutuhkan dan saling tergantung untuk membangun jati diri individu dalam lingkungan sosial yang kondusif. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Kepuasaan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam proses interpersonal. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai dengan respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerjasama dan hubungan timbal balik yang sinkron (Dalami, 2009). Pemutusan proses hubungan terkait dengan ketidakmampuan individu terhadap hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respon lingkungan yang negatif. Ketidakmampuan individu dalam mempertahankan hubungan interpersonal yang positif dapat mengakibatkan terjadinya stress. Stress yang meningkat dapat mengakibatkan reaksi yang negatif dan dapat mengakibatkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menurunkan produktivitas individu tersebut, hal ini dapat mengakibatkan munculnya gejala gangguan kesadaran dan gangguan perhatian. Kumpulan tanda dan gejala tersebut disebut sebagai gangguan psikiatri atau gangguan jiwa (Stuart & Sundeen 2005 dalam Surtiningrum, 2011). 74

Menurut Townsend (2009) gangguan jiwa merupakan respon maladaptif terhadap stressor dari dalam dan luar lingkungan yang berhubungan dengan perasaan dan perilaku yang tidak sejalan dengan budayaikebiasaan/norma setempat dan mempengaruhi interaksi sosial individu, kegiatan dan fungsi tubuh. Salah satu jenis gangguan jiwa berat adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu termasuk fungsi berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku yang dapat diterima secara rasional. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori utama : gejala positif atau gejala nyata dan gejala negatif atau gejala samar. Gejala positif terdiri dan delusi (waham) yaitu keyakinan yang keliru yang tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan dengan cukup bukti tentang kekeliruannya, serta tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan sosial budaya Mien, halusinasi yaitu penghayatan (seperti persepsi) yang dialami dengan pancaindera dan terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, dan perilaku aneh (bizarre). Gejala negatif (defisit perilaku) meliputi afek tumpul dan datar, menarik diri dari masyarakat, tidak ada kontak mats, tidak mampu mengekspresikan perasaan. Tidak mampu berhubungan dengan orang lain, tidak ada spontanitas dalam percakapan, motivasi menurun dan kurangnya tenaga untuk beraktivitas. Gejala negatif pada skizofrenia menyebabkan Mien mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi sosial (Videbeck, 2008). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Yosep, 2009). Perilaku yang sexing ditampilkan Mien isolasi sosial adalah menunjukkan menarik diri, tidak komunikatif, mencoba menyendiri, asyik dengan pikiran dan dirinya sendiri, tidak ada kontak mats, sedih, afek tumpul, perilaku bermusuhan, menyatakan perasaan sepi atau ditolak kesulitan membina hubungan di lingkungannya, menghindari orang lain, dan mengungkapkan perasaan tidak dimengerti orang lain (NANDA, 2012). Menurut World Health Organization (WHO), sampai tahun 2011 tercatat penderita gangguan jiwa sebesar 542.700.000 jiwa atau 8,1% dari jumlah keseluruhan penduduk dunia yang berjumlah sekitar 6.700.000.000 jiwa. Sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun. Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030 (WHO, 2012). Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2011 tercatat jumlah penduduk Indonesia sebesar 241.000.000 orang sedangkan sekitar 17.400.000 orang (7,2%) mengalami gangguan jiwa (Depkes RI, 2011). Riset Kesehatan Dasar tahun 2012 menunjukkan bahwa sebanyak 0,46% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar satu juta orang menderita gangguan psikotik dan 11,6% menderita gangguan emosional perilaku terhadap responden usia 15-64 tahun sehingga diperkirakan penderita gangguan jiwa mencapai 19 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat (Depkes RI, 2012). Adapun di Provinsi Sulawesi Selatan, berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2010, tercatat sebanyak 56.112 orang (0,69%) menderita gangguan jiwa dari 8.328.957 jumlah penduduk secara keseluruhan (Dinkes SULSEL, 2010). Sedangkan tahun 2011, data Profil Kesehatan mencatat penderita gangguan jiwa sebesar 108.816 orang yaitu 1,3 % dari penduduk Sulawesi Selatan yang berjumlah sekitar 8.370.462 orang (Dinkes SULSEL, 2012). Pelayanan kesehatan jiwa berpusat di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil pencatatan jumlah penderita yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2009 adalah sebanyak 12557 orang yang diantaranya terdapat penderita isolasi sosial 2748 orang (21,9%). Pada tahun 2010 sebanyak 12914 orang dan jumlah penderita isolasi sosial 2063 orang (16%). Tahun 2011 tercatat jumlah pasien sebanyak 11410 orang termasuk 1769 orang (15,5%) yang mengalami isolasi sosial. Sedangkan pada triwulan pertama (Januari sampai Maret) tahun 2012, jumlah pasien adalah sebanyak 3337 orang (18,6%) yang terdiri dari penderita isolasi sosial sebanyak 622 orang (Medical Record Rumah Sakit 75

Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Daerah Dadi Prov. Sul-Sel. Desain penelitian 2012). menggunakan rancangan The one group Penatalaksanaan keperawatan klien dengan isolasi pretest-postest sosial selain design, dengan pengobatan dengan psikofarmaka teknik juga den keperawatan yang sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Fortinash & Worret, 2008). Terapi Aktivitas Kelompok sangat efektif mengubah perilaku karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan menjadi tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Christopher, 2011). TAK dibagi sesuai dengan masalah keperawatan klien, salah satunya adalah TAK Sosialisasi. TAK Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAK sosialisasi maka klien dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok dan masyarakat (Keliat, Panjaitan, Helena, 2006). Beberapa penelitian mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap klien dengan masalah keperawatan isolasi sosial seperti penelitian yang dilakukan oleh Andaryaniwati (2003) di rumah sakit jiwa Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang, menunjukkan persentasi pelaksanaan yang memuaskan yaitu mencapai tingkat keberhasilan 90% dimana mampu meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi sosial. Andaryaniwati (2003) menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dari pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah peran perawat di rumah sakit tersebut yang turut membantu pelaksanaan TAK Sosialisasi yang senantiasa dikembangkan di dalam kegiatan sehari-hari melalui proses keperawatan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap kemampuan pasien berinteraksi sosial guna membantu klien dalam menangani masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan keperawatan dalam bentuk Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi. BAHAN DAN METODE Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan bersosialisasi pada klien isolasi sosial; menarik diri di RS. Khusus pengambilan sampel yaitu purposive sampling terhadap 30 responden dengan lama rawat kurang dari 3 bulan. Kemampuan berinteraksi sosial diukur sebelum dan setelah dilakukan intervensi TAK menggunakan lembar observasi. Analisa data dengan uji wilcoxon sign rank test. Pengolahan data menggunakan komputer SPSS versi 16 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di RS. Khusus Daerah Dadi Makassar dari tanggal 14 1anuari 2012 s/d 14 Februari 2013. Dilakukan di ruang perawatan Kenanga. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, dengan jumlah sampel 30 orang, 15 orang sampel perlakuan dan 15 orang sampel kontrol. Data primer diambil melalui observasi langsung yang dilakukan pada responden untuk mencari data pre-tes dan data post-tes. Pre-tes dilakukan pada kedua kelompok, setelah pre-tes kelompok perlakuan dilakukan Terapi aktifitas kelompok mulai dari sesi 1 samapi sesi 7 sedangkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan Terapi aktifitas kelompok. Kemudian dilakukan post-tes pada kedua kelompok baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Tabel 1. Pengaruh terapi aktifitas kelompok terhadap Kemampuan bersosialisasi pada kelompok kontrol di RSKD Prov. Sul-Sel Terapi aktifitas kelompok Kemampuan Total bersosialisasi Kurang Mampu Mampu n % n % n % Pre 0 0 15 100 15 100 Post 1 6,7 14 93,3 15 100 Jumlah 16 53,4 14 46,6 30 100 Sumber : Data Primer 2013 Uji t : 0,334 Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol responden yang belum dilakukan terapi aktifitas kelompok (Pre) seluruh responden kurang mampu dalam bersosialisasi. pada responden yang sudah dilakukan terapi aktifitas kelompok (Post) sebagian besar masih kurang mampu bersosialisasi sebanyak 14 responden (93,3%)sedangkan responden yang mampu bersosialisasi sebanyak 1 responden (6,7%). Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai hitung p = 0,334 lebih beasr dari nilai α = 0,05. Dari analisis tersebut dapat diartikan bahwa Ha ditolak atau tidak ada pengaruh 76

terapi aktifitas kelompok terhadap Kemampuan bersosilaisasi pada kelompok kontrol. Tabel 2. Pengaruh penerapan terapi aktifitas kelompok terhadap kemampuan bersosialisasi pada kelompok perlakuan di RSKD Prov. Sul-Sel Terapi aktifitas kelompok Kemampuan Total Bersosialisasi Kurang Mampu Mampu n % n % n % Pre 0 0 15 100 15 100 Post 14 93,3 1 6,7 15 100 Jumlah 14 46,6 16 53,4 30 100 Sumber : Data Primer 2013 Uji t : 0,000 Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada responden yang belum dilakukan terapi aktifitas kelompok (Pre) sebagian besar masih kurang mampu dalam bersosialisasi yaitu sebanyak 15 responden (100%)sedangkan responden yang mampu bersosialisasi tidak ada sama sekali. pada responden yang sudah dilakukan terapi aktifitas kelompok (Post) sebagian besar masih telah mampu bersosialisasi sebanyak 14 responden (93,3%)sedangkan responden yang kurang mampu bersosialisasi sebanyak 1 responden (6,7%). Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai hitung p = 0,00 lebih kecil dari nilai α = 0,05. Dari analisis tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima atau ada pengaruh terapi aktifitas kelompok terhadap Kemampuan bersosialisasi klien menarik diri pada kelompok perlakuan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji t diperoleh nilai hitung p = 0,00 lebih kecil dari nilai α = 0,05. Dari analisis tersebut dapat diartikan bahwa Ha diterima atau ada pengaruh terapi aktifitas kelompok terhadap Kemampuan bersosialisasi klien menarik diri pada kelompok perlakuan.didapatkan data bahwa sebelum dilakukan TAK Sosialisasi semua responden kurang mampu berinteraksi sosial, hal ini disebabkan karena tidak adanya tindakan atau stimulus yang dilakukan yang dapat mengubah pola perilaku yang maladaptif serta lingkungan yang kurang terapeutik seperti pasien yang terlalu banyak dalam ruang perawatan dan kadang mendapatkan tekanantekanan dari sesama pasien. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada klien isolasi sosial perlu adanya aktivitas yang dapat memberi stimulus secara konsisten serta lingkungan yang terapeutik untuk mencegah pasien larut dalam kesendiriannya sehingga pasien tidak akan terus menarik diri (Copel, 2007). Terapi aktivitas kelompok sosialisasi adalah upaya memfasilitas kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Keliat, 2003). Salah satu intervensi keperawatan terhadap pasien dengan masalah keperawatan isolasi sosial adalah Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Melalui proses TAK klien dilatih berinteraksi sosial dengan cara berkenalan dengan orang lain, bercakap-cakap, mengekspresikan perasaannya kepada orang lain (Keliat, Akemat, 2005). Pender dalam Basford & Slevin (2006) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peningkatan kesehatan seseorang adalah faktor demografis (jenis kelamin, usia, pendapatan, status perkawinan), faktor biologis, interpersonal, lingkungan, serta pengaruh lingkungan. Namun dalam penelitian yang dilakukan peneliti, karakteristik responden seperti: usia, jenis kelamin, pendidikan, ataupun status perkawinan responden dijadikan sebagai distribusi karakteristik responden saja. Clarkin, Marziali, Munroe,(2001) menyatakan faktor lain yang menyebabkan kurangnya kemampuan klien berinteraksi sosial adalah kurangnya perhatian dari keluarga selama klien dirawat. Keluarga merupakan support system terdekat, keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh mengikuti program perawatan Teori Suliswati, Payapo, Maruhawa et. al, (2005)bahwa Setelah pelaksanaan TAK Sosialisasi, sebagian besar responden mampu berinteraksi sosial seperti terlihat pada tabel 2, tetapi masih terdapat 5 responden yang kurang mampu berinteraksi sosial. Berdasarkan hasil observasi dari peneliti hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan tempat pelaksanaan TAK yang kurang kondusif seperti adanya pasien lain yang menonton dan membuat gaduh sehingga mengalihkan perhatian dan mempengaruhi respon psikologis pasien yang dapat meningkatkan kecemasan responden. Ini sesuai dengan bahwa kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Apabila kecemasannya berlanjut sampai pada tahap kecemasan tinggi maka akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks, sehingga akan mengganggu hubungan dengan orang lain yang dapat membuat klien menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain. 77

Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Malhi (2008) menyimpulkan bahwa menarik diri diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya, hal ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya menarik diri adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Menarik diri muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya. Berdasarkan hasil analisis dengan uji Wilcoxon Sign Rank dengan membandingkan hasil pre test dan post test seperti yang terlihat pada tabel 3 didapatkan P = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan TAK Sosialisasi terhadap kemampuan pasian berinteraksi sosial. TAK Sosialisasi adalah salah satu intervensi keperawatan yang efektif untuk meningkatkan kemampuan klien berinteraksi sosial (Yosep, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian Andaryaniwati (2003), bahwa ada pengaruh yang bermakna dari pelaksanaan TAK Sosialisasi untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial, dan juga penelitian pada Keliat (2003) bahwa ada pengaruh yang bermakna dari pelaksanaan TAK Sosialisasi terhadap kemampuan berinteraksi sosial. Berdasarkan asumsi hasil observasi peneliti, kemampuan ini disebabkan karena proses pelaksanaan TAK yang berkesinambungan. Dalam kelompok terjadi dinamika saling berinteraksi dan saling mempengaruhi sehingga responden yang lain terstimulus untuk melaksanakan hal yang diajarkan dan hal yang berhasil dilakukan oleh responden lain. Hal ini sesuai dengan teori bahwa keuntungan dari terapi kelompok adalah dapat menurunkan perasaan terisolasi, perbedaanperbedaan dan meningkatkan klien untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain. Selain itu, juga memberikan kesempatan kepada klien untuk mampu menerima umpan balik dari orang lain serta dapat belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah dan dapat membantu memecahkan masalah orang lain (Jones, Brazel, Elaine et. al, 2000). Dalam proses TAK klien mendapat kesempatan untuk belajar cara berinteraksi sosial atau bersosialisasi, yaitu memperkenalkan diri pada anggota kelompok, cara berkenalan dengan orang lain, bercakapcakap dengan orang lain, dan melakukan kegiatan sehari-hari. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut klien dilatih untuk tidak menarik diri dan klien akan mampu melakukan interaksi dengan orang lain. Selain itu, dengan bercakap-cakap maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih untuk dapat beraktivitas karena dengan beraktivitas klien tidak akan mengalami banyak waktu luang untuk seringkali menyendiri yang berakibat pasien menarik diri (Nick, 2000). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan pasien berinteraksi sosialdan klien yang sudah dilakukan terapi aktifitas kelompok (Post) sebagian besar masih telah mampu bersosialisasi sebanyak 14 responden (93,3%)sedangkan Klien yang kurang mampu bersosialisasi sebanyak 1 responden (6,7%). SARAN Saran pada penelitian ini adalah bagi tenaga perawat menjadikan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi sebagai tindakan keperawatan untuk setiap pasien dengan masalah keperawatan isolasi sosial karena terbukti bahwa TAK Sosialisasi merupakan tindakan keperawatan yang efektif dan untuk peneliti selanjutnya menggunakan kelompok kontrol sehingga pengaruh dari TAK lebih terlihat jelas dengan membandingkan hasil pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. DAFTAR PUSTAKA Andaryaniwati, K (2009). Pedoman pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi; Kumpulan makalah terapi modalitas keperawatan profesional jiwa, Lawang. PSIK Universitas Brawijaya: Malang. 78

Akemat (2010). Keperawatan jiwa. EGC: Jakarta. Corwin, E.J (2011). Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta. Clarkin, J.F., Marzuali, E., Munroe-blum, H (2009). Terapi kelompok dan terapi keluarga, pada pasien gangguan kepribadian. Journal psychiatric services Carpenito, M.L (2011). Buku saku diagnosa keperawatan, alih bahasa, Yasmin Asih, editor edisi bahasa indonesia, ed. 10, EGC: Jakarta. Copel, L.C (2011) kesehatan jiwa dan psikiatrik; Pedoman klinis perawat. Ed.2, EGC: Jakarta. Christopher L (2010). Terapi aktivitas sosialisasi di rumah saki jiwa. Journal of psychosocial nursing ang mental health services. Vol 45. P.1/3 Damaiyanti, M (2010). Komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan. Refika Aditama : Jakarta. Doenges, M.E., Tonsend, M.C., Moorhouse, M.F (2011). Rencana asuhan keperawatan psikiatri. Ed.3, EGC: Jakarta. Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K.R,. Lestari, W (2010). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa.ed.1.tim: Jakarta. Fortinash, K.M & Worret, P.A (2010). Psychiatric mental health nursing. Ed.3, mosby: USA. Jones, L., Brazel, D., Elaine, R.P., Morelli, T., Murray, A.R ((2011). Program terapi kelompok pada post trauma dan stres. Journal psychiatric services. Vol 51. P.1/5 Keliat, B.A (2010). Pedoman pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi; kumpulan makalah terapi modalitas keperawatan profesional jiwa. Lawang, PSIK Universitas Brawijaya: Malang. Keliat, B.A & Akemat (2010). Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok. EGC: Jakarta. Keliat, B.A., Panjaitan, R.U., Helena, N (2010). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Ed.2, EGC: Jakarta. Maramis, W.F (2011). Catatan ilmu kedokteran jiwa. Airlangga University Press: Surabaya. Nick, K (2011). Terapi kelompok pada pasien skizofrenia diunit perawatan akut. Journal psychiatric services. Vol 39. P.1 Notoatmodjo, S (2011). Metodologi penelitian kesehatan. Ed. Revisi, Rineka Cipta: Jakarta. Nursalam (2009). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan; Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Ed.2, salemba Medika: Jakarta. Stuart, G.W & Lararia, M.T (2011). Principles & practice of psichiatric nursing. Ed.7, St Louis: Mosby. Suliswati., Payapo, T.A., Maruhawa, J., Sianturi, Y., Sumijatun (2009). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Ed.1, EGC: Jakarta. Stuart, G.W (2009). Buku saku keperawatan jiwa. Ed.5,EGC: Jakarta Tamboyang, J (2010). Patofiologi untuk perawat. EGC: Jakarta. Townsend, M.C (2010). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri. Ed.3, EGC: Jakarta. Videbeck, L Sheila (2009), Buku ajar keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta. Yosep, I (2011). Keperawatan jiwa. PT.Refika aditama : Bandung 79